Cassie melangkah memasuki pusat perbelanjaan dengan hati yang tenang, hingga pandangannya tertambat pada sebuah patung di depan Glamour Boutique.
Di sana, terpajang blouse berwarna peach lembut berpadu dengan rok hitam yang menawan, sederhana namun menyimpan pesona yang tak terelakkan.
Mata Cassie membelalak, seolah waktu berhenti sejenak saat kecantikan setelan itu menyentuh sanubarinya. “Ini ... sempurna!” bisiknya pelan, mata yang biasanya tenang kini menyala penuh kekaguman.
Dengan langkah penuh keyakinan, dia menembus pintu butik, membiarkan hatinya dituntun oleh hasrat ingin mencoba gaun impian itu.
Seorang staf butik menyambut dengan senyum meyakinkan, “Nona, setelan ini benar-benar cocok untuk Anda. Kulit cerah Anda semakin terpancar, bahkan membuat Anda lebih memesona daripada model di majalah kami.”
Bukan sekadar pujian kosong—penampilannya memang memukau. Blouse dengan pita hitam di kerah seolah diciptakan khusus untuk Cassie, menyatu sempurna dengan keelokan yang sudah melekat dalam dirinya sejak lahir.
“Terima kasih,” ujar Cassie, suaranya lirih dan penuh keyakinan.
Setelan itu bukan hanya pakaian baginya, tetapi cerminan pesona dan kekuatannya.
Di sana, dalam bayangan butik mewah itu, Cassie menyadari bahwa ia bukan hanya memakai setelan, tapi sedang mengenakan mimpinya.
Karena suasana hatinya sedang membuncah penuh semangat, Cassie melangkah ke pusat perbelanjaan dengan satu niat: menghabiskan uang Felix tanpa tersisa.
Matanya melirik berkeliling, lalu tangannya mulai menyentuh satu per satu gaun yang terpajang. "Ini ... ini ... itu ... dan itu ...." Dia menunjuk dengan cepat, memilih gaun-gaun gelap yang sebenarnya bukanlah seleranya, bahkan beberapa setelan itu jelas-jelas tak cocok untuknya.
Staf butik yang mengikuti di belakang tampak sigap, dengan cepat meraih semua pilihan Cassie. Dengan suara yang berusaha tetap ramah, sang staf bertanya, "Nona, kamu mau kelima gaun ini?"
Cassie menoleh perlahan, melemparkan senyum manis yang sulit ditolak—senyum yang penuh kepedean dan sedikit candaan tersembunyi.
"Bukan," jawabnya santai dan penuh makna. "Aku mau semua yang ada di sini ... kecuali lima gaun itu."
Angkuh? Mungkin. Tapi aura percaya diri yang terpancar dari dirinya membuat siapa pun yang melihat seketika terpesona dan bingung antara ingin mengagumi atau memusuhinya.
Sang staf sempat membeku sejenak dengan mata membelalak penuh kaget, lalu senyum sumringah mengembang di wajahnya. "Baik, Nona. Mohon menunggu, saya akan mengemasi semuanya untuk Anda."
Cassie mengangguk, langkahnya ringan seperti ratu yang tahu persis betapa istimewanya dirinya hari itu. Dunia butik ini seolah miliknya—dan dia tak ragu untuk memperlihatkannya.
Setelah berbicara demikian, sang staf pun menuntun Cassie ke ruangan khusus agar wanita itu bisa duduk dan menunggu dengan nyaman.
Dengan total belanjaan yang lebih besar dari jumlah gaji tahunannya, staf butik merasa perlu melayani Cassie dengan terhormat.
"Nona, silahkan duduk dan buatlah diri Anda nyaman." Staf butik berjongkok hanya untuk menuangkan teh, sebelum akhirnya berdiri lagi. "Nona, mohon menjnggu ... saya akan segera kembali."
Setelah beberapa saat, tiga orang staf mendatangi Cassie sambil membawa beberapa bingkisan di tangan masing-masing.
"Nona, bagaimana Anda ingin membayar tagihannya?" tanya staf butik itu lagi.
Selain membawa serta mesin kartu, dia juga membawa barcode dan alat pembayaran tunai.
"Gesek kartu ini." Cassie menyerahkan kartu hitam kepada staf yang melayaninya sejak dia memasuki butik.
Sekali lagi, Cassie membuat staf butik tercengang.
Itu karena kartu hitam yang dikeluarkannya adalah edisi terbatas yang memberikan berbagai macam privilege mustahil bagi penggunanya, misalnya tidur di hotel elit tanpa membayar.
"Nona, apa yang kamu tunggu?" Suara Cassie membangunkan lamunan tiga orang staf butik itu.
"Maaf, Nona."
Ketiganya dengan kompak meminta maaf pada Cassie yang tidak mempermasalahkannya, mereka pun kembali memasang sikap profesional.
"Ini untuk kalian bertiga." Cassie meninggalkan tips yang murah hati begitu selesai melakukan pembayaran, dia pergi tanpa peduli bagaimana ketiga staf itu bersorak kegirangan di belakangnya.
"Astaga, seribu dolar! Kita mendapatkan tips seribu dolar?"
"Apakah ini mimpi?"
"Tidak, ini bukan mimpi ... kita benar-benar mendapatkan seribu dolar!"
Ketiga staf itu berbicara sambil memegang selembar uang seribu dolar di tangan masing-masing, mereka menatap uang itu dengan takjub dan memandangi kepergian Cassie seolah-olah tengah menatap dewa kekayaan.
Didatangi Cassie dan diborong habis semua barang-barang di butik saja mereka sudah mendapatkan komisi besar dari atasan, sekarang ditambah dengan tips.
Itu benar-benar keberuntungan!
Saat ini, Cassie telah memasuki toko lain, dia bahkan berencana memasuki toko tas dan sepatu setelah ini.
Pokoknya dia harus menyelesaikan misinya dalam sehari, yakni menghamburkan uang Felix.
"Wanita peng9oda itu saja seenak jidat menghabiskan uang suamiku, atas dasar apa aku harus menahan diri?" Cassie mendengus sambil memutar bola matanya dengan sinis. "Aku tidak akan sungkan lagi!"
Sementara itu, Felix mengusap pelipisnya yang mulai berkeringat, mencoba mencerna apa yang baru saja dia lihat di ponselnya.
Itu adalah notifikasi uang yang keluar dari kartu hitamny!
"Apa Sisie ingin membuka toko?" tanya Felix pada diri sendiri, tampak bingung.
Tidak hanya menghabiskan ratusan juta dolar di tiga butik, Cassie bahkan menggesek kartu Felix di beberapa toko sepatu, tas, dan perhiasan.
Melihat total uang yang dikeluarkan Cassie dalam hitungan jam, tidak salah jika Felix berpikir bahwa sang istri ingin membuka toko pribadi.
"Kenapa dia belanja begitu banyak?" gumam Felix denganalis berkerut dalam, menandakan betapa herannya dia.
Tidak ingin banyak berpikir dan tidak merasa keberatan atas pengeluaran besar Cassie, Felix akhirnya memilih menghubungi sang istri.
"Sayang, kamu di mana? Aku akan menjemputmu." Suara Felix terdengar penuh harap saat panggilannya dijawab oleh Cassie.
Cassie menghela napas, bola matanya bergulir malas sebelum menjawab dengan nada yang tertahan, “Tidak perlu, aku sudah dalam perjalanan pulang.”
“Baiklah, tunggu aku di rumah. Kita makan malam bersama,” ajak Felix lembut.
“Baik,” sahut Cassie cepat, lalu memutuskan sambungan dan mendengus sinis. “Siapa yang mau makan malam bersamamu? Menghilangkan nafsu makanku saja!”
Senyum licik tiba-tiba merekah di bibir Cassie, menggantikan sinis itu. Ide cemerlang berkelebat dalam pikirannya. Cepat-cepat dia memotret tumpukan tas belanjaannya, lalu mengunggahnya ke lingkaran pertemanan dengan caption penuh sindiran,
(Belanja untuk tampil cantik saat makan malam bersama suami tercinta) Cassie mengetikkan caption yang disertai emoticon wajah dengan tiga hati.
Dia merasa adrenaline-nya meningkat saat memikirkan reaksi teman-temannya, terutama Aleena.
“Aleena ... aku tidak percaya kamu akan diam saja saat melihat ini. Kuharap kamu tak mengecewakan aku,” bisiknya kepada diri sendiri sambil menatap layar ponselnya dengan mata berkilat.
Di balik senyum manisnya tersimpan amarah yang membara, sebuah permainan yang baru saja dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Anna Rakhmawaty
baguuuss lanjutkan cassie,, jngn lupa beli berlian, jamrud dan sodaranya sekalian😂
2025-08-23
1