Chapter 2

“Sudah sejauh mana perkembanganmu?”

Suara itu terdengar datar, tetapi bagi gadis itu, pertanyaan itu lebih dari sekadar basa-basi. Sejenak, ia terdiam, menatap kembali bubur dalam mangkuknya sebelum menghela napas pelan.

“… Tidak banyak perubahan.”

Jawabannya jujur, tetapi pahit. Ia masih ingat bagaimana seluruh murid lain di sekolah perlahan mulai menunjukkan perkembangan mereka, sementara dirinya tetap stagnan. Segel yang mengunci kekuatannya masih belum sepenuhnya terbuka, meskipun ia telah berusaha selama bertahun-tahun.

Sang ayah terdiam sejenak sebelum kembali meneguk arak dalam gelasnya. Gadis itu hanya bisa menggenggam erat mangkuk kayu di tangannya, menunggu respons yang akan diberikan pria itu.

Ayahnya meletakkan gelasnya dengan sedikit kasar di atas meja, suara denting kayu terdengar nyaring di tengah keheningan. Napasnya yang berat bercampur dengan aroma arak yang menyengat.

“Sia-sia.”

Satu kata itu meluncur dari bibirnya dengan dingin, membuat gadis itu menegang.

“Latihanmu, usahamu, semua itu tidak ada gunanya.” Ayahnya menatapnya, matanya yang redup seperti menyimpan sesuatu yang tak dapat diungkapkan. “Takdirmu bukan untuk menjadi seseorang yang hebat. Kau hanyalah seorang anak yang lahir untuk melayani. Menyiapkan makanan, menuangkan arak, memastikan aku tidak kelaparan. Itu saja yang bisa kau lakukan.”

Kata-kata itu tajam, lebih tajam dari belati mana pun. Yin Lian hanya bisa diam, menundukkan kepalanya sementara jari-jarinya mencengkeram mangkuk kayu dengan erat.

Ia ingin membantah.

Ia ingin berkata bahwa dirinya bukan hanya sekadar seorang anak yang hidup untuk melayani, bahwa ia juga memiliki impian, bahwa ada sesuatu dalam dirinya yang lebih besar dari apa yang dipikirkan ayahnya. Namun, seperti biasa, ia tetap diam.

Namun, sebelum ayahnya bisa berbicara lebih banyak, suara ketukan terdengar dari pintu kayu yang sudah usang.

Tok. Tok. Tok.

Langit di luar mulai sedikit lebih cerah, menandakan bahwa fajar sudah mendekat. Suara lembut seorang pria terdengar dari balik pintu, memecah ketegangan di dalam rumah.

“Xiao Lian.”

Panggilan itu tenang, tetapi cukup untuk membuat gadis itu tersadar dari lamunannya. Ia menoleh ke arah pintu, sedikit ragu, tetapi juga merasa lega.

Ayahnya hanya mendengus pelan, kembali meraih gelasnya, seolah tidak peduli siapa pun yang datang. Yin Lian menghela napas, menenangkan dirinya sejenak sebelum melangkah menuju pintu dan membukanya perlahan.

Di balik pintu, berdiri seseorang yang telah menunggunya.

Yin Lian membuka pintu kayu yang sudah mulai lapuk. Bunyi deritannya terdengar pelan, menggema dalam keheningan pagi, dan di depannya berdiri seorang lelaki tua dengan tongkat kayu di tangannya. Wajahnya dipenuhi kerutan usia, tetapi matanya memancarkan kehangatan dan kebijaksanaan yang tidak pudar seiring waktu. Ia tersenyum lembut begitu melihat Yin Lian.

"Pagi yang indah, Xiao Lian," sapanya lembut. Suaranya dalam, sedikit serak, tetapi membawa ketenangan seperti desir angin di pegunungan. "Aku datang ke sini untuk menjemputmu ke sekolah.”

Gadis itu menatap lelaki tua tersebut. Ini bukan pertama kalinya kakek Wu Cheng datang menjemputnya. Lelaki tua itu sudah bertahun-tahun melatih anak-anak di desa dalam seni bela diri dan pengendalian energi, memastikan mereka memiliki keterampilan bertahan hidup di dunia yang keras.

Namun, sebelum Yin Lian sempat menjawab, suara berat dari dalam rumah memecah keheningan.

"Hah? Menjemput? Untuk apa?!"

Suara itu berasal dari seorang pria yang duduk di kursi kayu di sudut ruangan. Cahaya samar dari lampu minyak menyorot wajahnya yang kasar dan lelah, menunjukkan mata merah yang dipenuhi keletihan dan mabuk. Tangannya yang besar menggenggam erat gelas berisi arak, sebelum meneguknya sekali lagi.

"Kakek tua, kau pikir kau bisa membawa anakku pergi sesukamu?" dengusnya dengan nada tajam. "Dia ada di rumah ini bukan untuk bermain-main di akademi. Dia punya kewajiban untuk tinggal di sini dan melayaniku."

Yin Lian menggigit bibirnya, menundukkan kepala, sementara tangan kecilnya mengepal di sisi tubuhnya. Kata-kata itu terasa seperti belati yang menusuk dadanya, tetapi bukan hal baru baginya. Ia sudah terbiasa mendengarnya sejak lama.

Kakek Wu Cheng mengamati pria itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia tidak menunjukkan kejengkelan, tidak pula kemarahan. Yang ada hanyalah senyum tipis penuh kesabaran.

"Kau tahu, tidak ada yang bisa melarang anak ini mengejar apa yang dia inginkan," ujarnya pelan, tetapi tegas. "Hanya karena kau sedang tidak dalam kondisi baik, bukan berarti kau bisa menghancurkan masa depannya."

Pria itu mendengus, memalingkan wajah. Tangannya yang kokoh mengetuk gelas di tangannya dengan jari-jari kasar, sementara rahangnya mengatup rapat. Seolah kata-kata itu menyentuh sesuatu di dalam dirinya—sesuatu yang selama ini ia sembunyikan di balik sikap kasarnya.

Yin Lian tetap diam. Ia tahu ayahnya tidak akan berubah dalam semalam. Ia tahu, di balik tatapan lelah itu, ada sesuatu yang tidak pernah bisa ia pahami sepenuhnya.

Kakek Wu Cheng menoleh ke arah Yin Lian, lalu menepuk kepalanya dengan lembut.

"Jangan khawatir," katanya, suaranya penuh ketenangan. "Aku akan mengantarmu pulang setelah pelatihan selesai. Kau bisa pergi tanpa beban."

Yin Lian menunduk sedikit, berpikir sejenak. Bagian dalam dirinya ingin menolak, ingin tetap di rumah untuk memastikan ayahnya tidak terlalu mabuk dan tetap makan sesuatu. Namun, sebelum ia bisa membuka mulut, tatapan tajam pria itu menghentikan keraguannya.

Pria itu menatapnya sejenak, lalu menghela napas panjang. Dengan gerakan malas, ia mengayunkan tangannya.

"Pergilah," gumamnya. "Tapi setelah selesai, kau harus pulang. Aku ingin makan malamku disiapkan, dan arakku tidak boleh habis."

Yin Lian menatap pria itu dalam diam, lalu perlahan tersenyum kecil dan mengangguk.

"Baik, Ayah."

Kakek Wu Cheng tersenyum puas, lalu meraih tangan Yin Lian dengan lembut, membimbingnya keluar dari rumah. Gadis itu melirik ke dalam sekali lagi.

Di sana, pria itu masih duduk di kursinya, bayangannya terpantul samar oleh cahaya pagi yang masuk melalui celah-celah jendela. Rambutnya berantakan, tangannya menggenggam gelas berisi arak dengan erat.

Senyum di wajah Yin Lian perlahan memudar saat pintu kayu tertutup di belakangnya, memisahkan mereka dalam dua dunia yang berbeda.

Episodes
1 Chapter 1
2 Chapter 2
3 Chapter 3
4 Chapter 4
5 Chapter 5
6 Chapter 6
7 Chapter 7
8 Chapter 8
9 Chapter 9
10 Chapter 10
11 Chapter 11
12 Chapter 12
13 Chapter 13
14 Chapter 14
15 chapter 15
16 Chapter 16
17 Chapter 17
18 Chapter 18
19 Chapter 19
20 Chapter 20
21 Chapter 21
22 Chapter 22
23 Chapter 23
24 Chapter 24
25 Chapter 25
26 Chapter 26
27 Chapter 27
28 Chapter 28
29 Chapter 29
30 Chapter 30
31 Chapter 31
32 Chapter 32
33 Chapter 33
34 Chapter 34
35 Chapter 35
36 Chapter 36
37 Chapter 37
38 Chapter 38
39 Chapter 39
40 Chapter 40
41 Chapter 41
42 Chapter 42
43 Chapter 43
44 Chapter 44
45 Chapter 45
46 Chapter 46
47 Chapter 47
48 Chapter 48
49 Chapter 49
50 Chapter 50
51 Chapter 51
52 Chapter 52
53 Chapter 53
54 Chapter 54
55 Chapter 55
56 Chapter 56
57 Chapter 57
58 Chapter 58
59 Chapter 59
60 Chapter 60
61 Chapter 61
62 Chapter 62
63 Chapter 63
64 Chapter 64
65 Chapter 65
66 Chapter 66
67 Chapter 67
68 Chapter 68
69 Chapter 69
70 Chapter 70
71 Chapter 71
72 Chapter 72
73 Chapter 73
74 Chapter 74
75 Chapter 75
76 Chapter 76
77 Chapter 77
78 Chapter 78
79 Chapter 79
80 Chapter 80
81 Chapter 81
82 Chapter 82
83 Chapter 83
84 Chapter 84
85 Chapter 85
86 Chapter 86
87 Chapter 87
88 Chapter 88
89 Chapter 89
90 Chapter 90
91 Chapter 91
92 Chapter 92
93 Chapter 93
94 Chapter 94
95 Chapter 95
96 Chapter 96
97 Chapter 97
98 Chapter 98
99 Chapter 99
100 Chapter 100
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Chapter 1
2
Chapter 2
3
Chapter 3
4
Chapter 4
5
Chapter 5
6
Chapter 6
7
Chapter 7
8
Chapter 8
9
Chapter 9
10
Chapter 10
11
Chapter 11
12
Chapter 12
13
Chapter 13
14
Chapter 14
15
chapter 15
16
Chapter 16
17
Chapter 17
18
Chapter 18
19
Chapter 19
20
Chapter 20
21
Chapter 21
22
Chapter 22
23
Chapter 23
24
Chapter 24
25
Chapter 25
26
Chapter 26
27
Chapter 27
28
Chapter 28
29
Chapter 29
30
Chapter 30
31
Chapter 31
32
Chapter 32
33
Chapter 33
34
Chapter 34
35
Chapter 35
36
Chapter 36
37
Chapter 37
38
Chapter 38
39
Chapter 39
40
Chapter 40
41
Chapter 41
42
Chapter 42
43
Chapter 43
44
Chapter 44
45
Chapter 45
46
Chapter 46
47
Chapter 47
48
Chapter 48
49
Chapter 49
50
Chapter 50
51
Chapter 51
52
Chapter 52
53
Chapter 53
54
Chapter 54
55
Chapter 55
56
Chapter 56
57
Chapter 57
58
Chapter 58
59
Chapter 59
60
Chapter 60
61
Chapter 61
62
Chapter 62
63
Chapter 63
64
Chapter 64
65
Chapter 65
66
Chapter 66
67
Chapter 67
68
Chapter 68
69
Chapter 69
70
Chapter 70
71
Chapter 71
72
Chapter 72
73
Chapter 73
74
Chapter 74
75
Chapter 75
76
Chapter 76
77
Chapter 77
78
Chapter 78
79
Chapter 79
80
Chapter 80
81
Chapter 81
82
Chapter 82
83
Chapter 83
84
Chapter 84
85
Chapter 85
86
Chapter 86
87
Chapter 87
88
Chapter 88
89
Chapter 89
90
Chapter 90
91
Chapter 91
92
Chapter 92
93
Chapter 93
94
Chapter 94
95
Chapter 95
96
Chapter 96
97
Chapter 97
98
Chapter 98
99
Chapter 99
100
Chapter 100

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!