BAB 2

Aku yang lelah dengan semua hal yang tidak pernah berjalan sesuai harapanku. Aku yang sedari dulu berusaha untuk memberikan ketulusan kepada semua orang yang di sekitarku, kenyataannya ketulusan itu tidak pernah kembali kepadaku.

Apa aku tidak sebaik itu untuk mereka? Apa aku tidak cukup berharga untuk dijadikan alasan bertahan?

Malam yang panjang aku lewati dengan patah hati kesekian kalinya. Apakah masih mungkin untukku bisa menata hati dan memulai dengan hal baru lagi? Aku selalu menanyakan itu pada diriku.

Sebelumnya, padahal aku yakin Reino adalah Pria terakhir dalam pencarian cintaku selama ini. Namun, kenyataannya aku harus bangkit lagi. Berjalan lagi menyusuri setapak demi setapak mencari cinta yang tulus, di usiaku yang tidak muda lagi.

BAB 2 ( Ingin Mati Saja )

Aku seakan baru saja terbangun dari mimpi panjang. Mataku perlahan terbuka dan mulai pikiranku mencoba menerka-nerka keberadaanku saat ini.

Cahaya putih diatasku, gorden putih dan selang infus. "Ah, aku tidak mati hanya di rumah sakit saja,"

Melihat Ibuku bergegas bangun dari tempat duduknya, menekan tombol di samping kiriku. Kemudian, seorang perawat masuk kedalam ruangan. Aku masih dalam keadaan setengah sadar untuk bisa menjawab pertanyaannya.

Perawat itu mengecek detak jantung dan nadiku, menanyaiku dengan kalimat yang sama berulang kali. “Apa yang dirasakan saat ini, Bu? “

“Kepalaku sedikit pusing,” jawabku

“Dan rasanya seperti ketakutan.” Imbuhku.

Tiba-tiba tangan kanan ibuku memukul belakang kepalaku dengan kesal.

“Kau baru saja menabrak orang, kau tidak ingat!” ketus Ibuku.

Pintu terbuka lagi, satu orang Polisi masuk kedalam ruangan. Aku terkejut melihatnya.

'Apa dia -- mati?'

Perawat itu membicarakan kondisiku kepada Polisi, aku tak menggubris apa yang mereka bicarakan. Saat ini aku benar-benar ketakutan. Memikirkan hal paling buruk jika orang yang aku tabrak tadi meninggal, lalu aku akan masuk penjara. Semua keadaan ini membuatku gemetar.

Polisi tidak memberikan pertanyaan apapun padaku yang sudah sadar. Dia hanya mengerutkan alis kearahku, kemudian keluar dari ruangan mengikuti langkah perawat.

“Kau minum?” tanya Ibuku, pertanyaan minum yang menjurus ke arah minuman alkohol.

“Ibu, apa dia mati?” aku menjawab dengan pertanyaan lain.

“Ibu tidak tahu,” jawab ibuku sambil mengetik pesan di handphonenya.

Tubuhku lemas tak berdaya, seakan ingin tak sadarkan diri lagi lebih lama.

“Ibu akan keluar, menanyakan kondisi korban.” ucap Ibuku, keluar dari kamar.

Aku seperti orang gila yang linglung, menjambak rambutku sendiri dengan kuat, lalu memukul kepalaku berulang kali dengan genggam tanganku.

“Ya Tuhan, aku sudah lelah hidup sial seperti ini.” gerutuku.

Aku menunggu sekitar 15 menit, setelah itu Ibuku masuk ke dalam kamar.

“Wanita itu masih tidak sadarkan diri, sepertinya lukanya tidak cukup parah. Dia hanya sedikit terserempet,” kata Ibuku memberikan kabar tentang kondisi wanita yang aku tabrak.

“Ada saja ulahmu Ra, bagaimana kalau keluarganya minta uang banyak untuk kekacauan ini! Kau ada uang!!”

Aku menggelengkan kepala, lalu tertunduk.

Polisi itu masuk lagi kedalam kamar dan membuatku semakin gugup. Polisi itu memberikan beberapa pertanyaan padaku tentang kecelakaan yang barusan aku alami. Melihat mobilku dalam keadaan aman dan baik, serta aku tidak dalam pengaruh minuman keras dan obat-obatan, mencurigaiku dendam kepada wanita itu sehingga menabraknya. Aku pun memberikan penjelasan, jika saat itu pikiran dalam keadaan tertekan karena kelelahan dalam bekerja dan tidak mengenal wanita itu sama sekali. Ku tambahkan sedikit kebohongan, jika tiba-tiba kepalaku pusing berat sebelum akhirnya mengerem mendadak.

Polisi masih tampak curiga dengan penjelasanku, lalu memintaku untuk beristirahat sejenak sebelum beberapa pertanyaan lagi nanti akan ia tanyakan kembali.

Setelah Polisi itu keluar kamar, aku menarik nafas sedikit lega. Ibuku terus mengomel dan memakiku tanpa henti. Membuatku semakin stres hingga akhirnya berteriak dan membuat ibuku keluar dari kamar meninggalkanku.

Aku kembali berbaring di tempat tidur, mencoba memejamkan mata dan menenangkan kegelisahan.

“Tuhan, ambil saja nyawaku. Aku sudah lelah dengan derita ini,” ucapku.

“Aku sudah tidak ada lagi semangat untuk hidup, seharusnya aku saja yang mati. Biarkan, wanita itu hidup.”

Mataku terpejam lagi, dan kali ini mencoba bermimpi panjang dan berharap tidak bangun. Takut berhadapan dengan kenyataan, jika harus menghabiskan sisa hidupku di balik jeruji.

“Ra, bangun,”

Aku mendengar dan merasakan tanganku di tepuk berulang kali. Aku berusaha bertahan di dalam mimpi, mengacuhkan kehidupan nyata.

“Jangan pura-pura tidur, keluarganya meminta uang 100 juta jika ingin jalur damai,”

Mendengar uang sebanyak itu membuatku sontak kaget dan membuka mata, ibuku tampak kesal melihatku.

“Apa dia patah tulang?” tanyaku panik.

“Dia baru saja menjalani operasi, wanita itu keguguran.” jawab ibuku.

“Hah…”

“Kau pikirkan saja uangnya, mereka memberi waktu 3 hari, jika tidak mereka akan menguggatmu,”

“Aku dapat uang darimana sebanyak itu, Bu?”

“Seharusnya itu yang kau pikirkan sebelum menabrak seseorang!”

Ucapan ibuku tak membantu sama sekali, ibuku pergi meninggalkanku sendirian, seakan melepas tanggung jawab. Padahal aku tahu, setelah menikah lagi Ibuku terbilang cukup memiliki uang, karena ayah tiriku memiliki pekerjaan yang mapan. Aku memikirkan uang sebanyak itu sendirian, menghitung tabunganku yang tak seberapa, karena sebagian sudah ku habiskan untuk bepergian saat patah hati.

Dengan tubuh terhuyung huyung, aku keluar dari kamar dengan membawa selang infus yang menancap di tangan kiriku. Mencari keberadaan kamar, wanita yang meminta 100 juta itu untuk mengganti atas kehilangan anaknya.

Seorang Perawat, menyuruhku untuk kembali ke kamar. Namun, keinginanku yang sangat penasaran membawa ku tetap kekeuh berjalan mencari kamar wanita tersebut, sambil terus memikirkan ucapan maaf terbaik.

“Haruskah aku bertekuk lutut, meminta maaf sambil menangis, agar dia memaafkanku dan mengurangi angka 100 juta itu,” ucapku di dalam hati.

Perawat yang mengomel masih mengikuti dari belakang.

“Dia suaminya,” ucap Perawat itu.

“Suami dari wanita yang kau tabrak dan baru saja selesai operasi karena keguguran”

“Sayang sekali, usia kehamilannya baru 6 minggu, pasti sangat syok suaminya saat ini.”

Langkahku pun berhenti, punggung lebar itu sangat aku kenal. Aku pernah memeluknya erat dulu. Aku ikut syok, setelah mengetahui wanita itu adalah istri Reino. Perlahan memutar arah tujuanku, aku urungkan permintaan maaf itu. Entah ini sebuah kebetulan, keberuntungan atau kesedihan. Aku melihat orang yang menyakitiku mengalami kesakitan kehilangan yang dalam. Mungkin tidak sebanding dengan kehilangan Reino.

Pemikiran kejam dan jahat mungkin yang bisa aku jelaskan. Wanita itu mengambil Reino dariku, dan aku mengambil nyawa anaknya tanpa disengaja. Mungkinkah ini kesempatan dari Tuhan, masih ada satu langkah lagi aku bisa merebut Reino lagi.

Uang 100 juta bahkan akan aku berikan, jika wanita itu mau mengembalikan Reino padaku. Padahal lelaki itu telah menyakitiku, tetapi aku masih ingin memilikinya.

Terpopuler

Comments

Riddle Girl

Riddle Girl

aku mampir ya kak./Smile/

2025-06-22

1

C.C. Cassano-Bardot

C.C. Cassano-Bardot

Saya tidak sabar untuk melihat lebih banyak lagi!!!

2025-05-20

1

Avalee

Avalee

Nyess di hati 🥲

2025-07-01

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!