Sebuah Kenyataan

Tiiiiiiiiit .....

suara kardiogram menyadarkan Yunis pada tindakannya. Dengan cepat dia mengembalikan bantal pada tempatnya dan segera memencet tombol darurat yang tersedia di atas tempat tidur Jaka.

"Ada yang bisa saya bantu?" pertanyaan ramah terdengar dari sana.

"Toloong.. Suami saya, suami saya ... Tolooong cepaaat!" teriak Yunis ketakutan.

Tak lama kemudian para perawat berdatangan.

Mendengar tanda berhenti dari kardiogram, mereka memberikan pertolongan secepat mungkin, dengan menekan dada Jaka beberapa kali.

"Cepat panggil Dokter Leo!" teriak salah seorang dari mereka.

Dokter Leo berlari menghampiri Jaka dengan wajah penuh tanda tanya.

Dengan sigap Dokter Leo memberikan pertolongan pada Jaka. Defibrilator dikejutkan pada dada Jaka beberapa kali, tapi belum ada tanda - tanda kehidupan.

"Cepat tambah daya!" perintah Dokter Leo dengan suara panik.

Yunis yang berdiri dekat situ melihat dengan perasaan was - was.

Diulangnya lagi beberapa kali, tapi masih juga belum ada tanda - tanda kehidupan.

"Naikkan lagi ... ceepaat!" teriak Dokter Leo.

Daya dinaikkan sampai voltase tinggi, dan dilakukanya hingga beberapa kali lagi.

          #########

Melewati masa hening yang panjang, Jaka merasa terlempar jauh ... kembali ke masa itu.

"Oh ... ini anak baru itu?" kata seseorang, melihat Jaka lewat di tempat mereka nongkrong, memakai seragam sekolah yang masih bersih meskipun bukan baru.

"Iya ... coba lihat tingkahnya, hahahaha ... seharusnya dia berkaca, kok bisa - bisanya masuk di sekolah kita," sahut teman lainnya.

"He anak baru, berhenti!" teriak yang lain.

"Bego ato gimana lu, dipanggil diam saja?" seloroh salah satu dari mereka.

Jaka menghentikan langkahnya, dan berbalik,

"Iya ada apa, gue mau pulang," kata Jaka sopan.

"Berlagak sopan pula," kata mereka hampir berbarengan. Pimpinan mereka meludah,

Cuuuiiihh!

"Tunggu ... tunggu.. ga segampang itu teman, lu ... harus bayar dong, kalau mau lewat sini," kata seseorang yang merupakan pimpinan dari anak - anak itu. Sambil menadahkan tangannya.

Lalu dengan gaya sok jago mereka berempat mengelilingi Jaka.

"Tapi gue tak ada uang, beneran, gue tak bohong," jawab Jaka, mundur beberapa langkah.

"Hahaha ... Udah kecil, dekil, item, hidup lagi," ejek salah seorang dari mereka sambil terkekeh.

Jaka hanya tertunduk.

"Cepaaat ... mana uangnya!" bentak pimpinan mereka.

"Guee .... "

"Aaahh ... kelamaan!"

Buugh!

Sebuah pukulan melayang mengenai perut Jaka.

Uuugghh.. !

Eluh Jaka kesakitan. Tubuhnya terhuyung ke belakang beberapa langkah.

Melihat hal ini, anak - anak yang lain ikut melayangkan tendangan dan pukulan.

Daaasss!

Buuugh!

Tepat mengenai kaki Jaka. Seketika Jaka terjatuh.

Seorang dari mereka meraih krah baju Jaka, mengangkatnya berdiri dan ...

Buugh..

Baagghh..

Dass ... Dass..

Mereka berempat ramai - ramai memukul dan menendang Jaka. Rasa sakit mendera badannya yang kurus.

Sesekali Jaka berusaha menangkis atau membalas pukulan mereka, tapi semua itu membuat mereka semakin kalap.

Buuughh !

Sebuah pukulan keras telak mengenai rahangnya. Jaka terhuyung mundur, seketika sekelilingnya menjadi gelap, Jaka roboh.

Anak - anak itu masih berebut untuk mendapatkan tubuh Jaka yang bisa ditendang.

Hingga akhirnya Jaka tak merasakan apa - apa lagi.

"Jakaa ... Jaka ... Jakaa ...."

Panggilan itu, pelan - pelan menyadarkan Jaka dari pingsan. Dibuka matanya, dia mendapati Bapaknya duduk dekat dia tertelungkup.

Dikerjap - kerjapkan lagi matanya, memastikan dengan yang dilihatnya,

" benarkah , Bapak ... Bapak ... ?" tanyanya pelan pada diri sendiri.

"Bangun nak, tempatmu bukan di sini ...." kata Bapak pelan dan berwibawa.

Seketika Jaka tersadar, matanya membesar dan melihat sekelilingnya, tak ada Bapak, tak ada siapa - siapa, hanya dirinya sendiri.

Badannya terasa sakit semua, pelipisnya berdarah, sudut bibirnya pun terasa perih. Perutnya masih terasa mual,

Hhoooeeekkk ....

Jaka muntah seketika, dan darah segar keluar dari mulutnya.

Kepala pusing, pandangannya berputar, menjadi buram, dan gelap kembali.

Tapi, sekali lagi suara Bapak menyentakkan kesadarannya,

"Jaka, bangun ... kembalilah!"

         #########

Tiit ... tit ... tit...

"Haaa ...." Dokter Leo menghapus keringat di keningnya, dia bersama perawat yang lain menarik napas lega.

Dokter Leo segera memeriksa ulang kondisi Jaka.

Dia mengerutkan alisnya yang indah, karena menemukan semua baik - baik saja, apa yang salah?

"Sial ... kuat juga dia," gerutu hati Yunis, melihat suaminya berhasil diselamatkan.

Dokter Leo membalikkan badan menghadap Yunis, membuat Yunis membuka mulut tanpa sengaja, terkesima dengan ketampanannya.

"Selamat Bu, suaminya bisa tertolong," kata Dokter Leo sambil menyodorkan tangannya.

Yunis yang melongo dengan cepat menyambut tangan itu dan menjabatnya erat.

"Terima kasih Dok," katanya pelan.

Dokter dan para perawat segera meninggalkan ruangan kembali ke tempat masing - masing.

Yunis masih terpaku di tempatnya berdiri.

"Huaaaa ... ternyata ada untungnya juga si tak berguna itu hidup, dengan begitu aku bisa dekat - dekat sama dokter ganteng, hehehe ... mending ini tajir, daripada si tua Burhan." katanya dalam hati.

Yunis melangkah mendekati tempat tidur Jaka. Duduk di tempatnya semula. Tapi kali ini dia tak melakukan apa pun.

Diamati wajah suaminya dengan seksama, dulu wajah itu membuatnya merasa dicintai dan dipuja. Lama dipikir oleh Yunis, sebenarnya tak ada kesalahan apa pun yang dilakukan suaminya.

"Seandainya kamu banyak uang mas, tentu saya tetap mempertahakanmu, saya butuh banyak keinginan, saya lelah hidup susah," katanya pelan.

Air mata mengalir dari mata Jaka yang terpejam, seakan dia mendengar apa yang dikatakan Yunis.

      #########

Jaka sudah siuman, membuka mata dan mengerjap beberapa kali. Melihat sekelilingnya dengan tatapan nanar. Semua tampak biru terang.

Melihat ke samping, tampak Ibu menemainya.

"Haaa ... syukurlah ... kamu sudah siuman .., Dokter ...!" panggil Ibu dengan suara keras. Dia bergegas keluar ruangan mencari Dokter untuk memeriksa keadaan Jaka.

Segera perawat datang dan memeriksa Jaka.

"Sementara ini semua dalam keadaan baik, Bu."

Ibu senang sekali.

Jaka yang terlalu lama berbaring dalam kondisi tak sadarkan diri, merasa sedikit lelah, dia menggerakkan tubuhnya untuk rilek, tapi dia sangat terkejut ketika kaki kiri tak bisa digerakkan.

"Bu, kakiku ... kakiku ... ?" tanyanya panik.

Ibu diam, tak mampu menjawab. Dia mengalihkan pandangan supaya air mata itu tak terlihat oleh Jaka.

"Haaa.. kakiku.. kakiku.. kenapa tak bisa digerakkan ... kenapaa!" teriaknya semakin panik.

"Ssssttt ... diam mas, jangan teriak gitu, mengganggu pasien lain!" desis Yunis sinis sambil meletakkan jari telunjuk di depan bibirnya.

Jaka terkejut, karena ternyata Yunis pun ada di dekatnya.

Mata Jaka tak bisa bohong, ditatapnya wajah Yunis dengan penuh perasaan cinta.

Tapi sejenak kemudian,

"Kakiku ... kenapa kakiku tak bisa digerakkan?" tanyanya dengan cemas, tapi tak sepanik tadi.

"Kau itu lumpuh mas, makanya kakimu tak bisa digerakkan," kata Yunis tanpa mempertimbangkan perasaan suaminya.

"Yunis, mbok kalau omong itu dijaga to nak, suamimu ini baru saja sadar," kata Ibu dengan nada kecewa terhadap perkataan menantunya.

Tapi Yunis melengos,

"Memang adanya seperti itu ,Bu, mau gimana lagi, tambah deh bebanku, coba pikir, setelah ini siapa yang akan kerja kalau bukan aku!" jawabnya culas.

Jaka terdiam ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!