Naas

Jaka menajamkan pengelihatannya, berkali - kali digosok mata kanan dan kiri dengan tangan, sesekali diusap juga dengan ujung bajunya, semua hanya untuk memastikan apakah benar penglihatannya saat ini. Seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan.

 Napasnya memburu naik turun tak beraturan. Dadanya mulai terasa sesak.

Jaka menjaga keseimbangan tubuhnya agar tidak jatuh, dan berjalan pelan menuju arah sosok itu bergerak. Matanya mengawasi dengan teliti, meskipun sesekali terhalang oleh banyak kendaraan yang lewat. Tapi Jaka tetap fokus melihat ke seberang jalan.

Langit gelap, dan lampu - lampu yang berpendar seakan mengaburkan pandangannya. Jaka masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Apakah saya salah lihat, atau ... apakah benar seperti itu, apakah benar itu Yunis, dengan siapa, kenapa berjalan bergandengan tangan?" pikirannya bertanya jawab sendiri tanpa menemukan jawaban yang pasti.

Sosok yang diikuti itu berhenti di depan BHAVIN HOTEL.

Jalanan ramai sekali, kendaraan hilir mudik ke kanan ke kiri memenuhi jalan saat itu. Dengan mengangkat satu tangan, Jaka berusaha untuk menyeberang. Sedang tangan yang satu memegang ponsel,

mencoba menghubungi Yunis.

Deerrrtt ... Deerrrrtt ....

tak ada jawaban

Berlari keci, di antara mobil - mobil yang seakan tergesa, akhirnya Jaka berhasil melewati semuanya..Tapi setelah sampai di seberang jalan, sosok itu sudah tak tampak lagi, hilang bagai ditelan bumi. Jaka panik, matanya menyapu seluruh area tempat itu. Tapi tetap saja tak ditemukannya.

Jaka tak tahu apa yang harus dilakukannya. Dia ingin mendapat jawaban atas apa yang dilihatnya barusan.

Sedari tadi mau menyeberang tak bisa karena padatnya kendaraan. Tapi begitu menyeberang sosok itu tak nampak dihadapannya. Semua itu membuatnya frustasi.

"Apa benar yang aku lihat tadi, atau hanya pikiranku saja, atau mataku yang salah lihat," keluhnya dalam hati.

Jaka mengacak rambutnya. Diam tak bergerak di tempatnya berdiri, sambil mengawasi ke area sekitar.

Deeerrrrttt.... Ddeeeerrrrrttt..

Yunis masih tetap tak bisa dihubungi.

Tiba - tiba ekor matanya menangkap sekelebat sosok yang dicarinya dari tadi. Dengan bergegas Jaka mengikutinya masuk dalam hotel.

Tapi sekali lagi dia menghilang.

"Uuuhh sial.. ," rutuknya pelan sambil menghentakkan kaki di lantai.

Jaka memandang sekitarnya. Suasan lobby hotel mewah itu sangat ramai. Orang berjalan hilir mudik, keluar masuk, dengan bawaan masing - masing. Para kru yang berseragam necis juga kesana kemari sesuai dengan tugas msing - masing. Semua terlihat jelas karena penerangan di hotel ini sangat bagus meskipun menggunakan lampu yang temaram.

Akhirnya Jaka keluar dari lobby hotel, mencari tempat duduk yang menghadap pintu. Matanya tajam mengawasi setiap orang yang keluar masuk.

Ponsel ditangannya tetap aktif dalam panggilan, berusaha mendapat jawaban. Tapi semua sia - sia.

     #########

" Uuuhh.. Akhirnya bisa istirahat juga aku," kata Yunis sambil menghempaskan badannya di atas sofa.

Tapi belum sempat melonjorkan kaki, laki - laki bertubuh tinggi dan putih itu sudah menarik untuk bangkit, dan mendorongnya pelan ke kamar mandi.

"Ayolah sayang, ini si EEp sudah minta disayang lho.. Buruan mandi biar segar," katanya manja sambil mencium tengkuk Yunis.

Yunis menggelinjang geli. Di dorongnya pelan tubuh laki - laki itu untuk menjauh.

"Iya ... Iya ... Aku mandi dulu, terus kamu berikutnya," kata Yunis manja.

"Atau sekalian kita mandi bersama?"goda laki - laki itu.

"Nggak ah ... Ga asyik tau," jawab Yunis sambil tertawa.

 Tangannya buru - buru menutup pintu kamar mandi tanpa menguncinya dari dalam. Pelan tapi pasti, Yunis melepas satu persatu kain yang melekat pada tubuhnya. Sambil menatap cermin, Yunis tersenyum, mengamati tubuhnya yang polos, tampak gundukan bukitnya sekalnya begitu menantang.

Tiba - tiba pintu kamar mandi terbuka, Yunis terkejut,

"Hah ... Apa yang kau lakukan, sana aku belum juga mulai mandi,"

Tapi Pak Burhan, laki - laki itu, tak menjawab. Dia langsung meraih tubuh Yunis yang polos dan mendekapnya.

"Terlalu lama sayang, aku sudah tak tahan,"bisiknya pelan di telinga Yunis, napasnya yang hangat membuat Yunis menggelinjang manja.

Tangan Pak Burhan dengan terampil menjelajahi seluruh tubuh Yunis yang polos, meremas pelan gundukkan bukit itu, memainkan ujungnya dengan lembut, sedang bibirnya melumat sebentar bibir Yunis yang ranum.

Aaaagghh ... Uuuugghh ....

desah napas Yunis membuat Pak Burhan semakin bergairah.

Mereka hanyut dalam permainan dan menjalankan peran masing - masing. Bergerak teratur seakan menari dengan alunan musik yang indah. Hingga sampai pada batas not terakhir, mereka menggeliat kencang. Dan permainan pun berakhir dengan badan berpeluh.

Pak Burhan segera mandi, begitu pun dengan Yunis. Mereka membersihkan diri masing - masing.

Alunan nada dering ponsel Pak Burhan berbunyi, segera Pak Burhan berjalan keluar kamar mandi dan menerima panggilan, terdengar suara perempuan yang sangat dikenalnya.

"Paaa ... Sudah jam berapa ini, kok belum pulang, katanya mau ajak aku ke puncak,"

" Iya sayang, beri waktu 2 jam lagi ya, ini masih ada sedikit urusan mendadak," jawab Pak Burhan.

" Iya papa ...," jawab perempuan itu sedikit kecewa dengan keterlambatan suaminya.

Pak Burhan sudah rapi kembali. Begitu pun dengan Yunis. Pak Burhan menatap Yunis yang memberengut.

"Kenapa sayang?" tanya Pak Burhan sambil berjalan mendekati Yunis yang duduk di sofa.

"Sebeeell ... Iya masa cuma sebentar gini, makan aja belum, kalau emang ndak ada waktu buat aku, ndak usah ajak sekalian, " katanya kesal.

Pak Burhan duduk di samping Yunis dan membelainya.

"Iya, maafkan saya ya, sebenarnya tadi mau saya ajak bermalam, tapi saya lupa sudah janji mau ajak istri saya jalan, lain kali ganti kita yang jalan ya ," kata Pak Burhan membujuk Yunis yang mukanya sudah semasam mangga muda.

tangannya meremas tangan Yunis

"Ayo, sekarang saya antar kamu pulang dulu ya," ajaknya, sambil menggenggamkan sejumlah uang pada tangan Yunis.

"Ini kamu pakai buat beli makan dulu, lain kali saya tambahkan lagi,"

Yunis yang memberenggut bangkit berdiri dengan sikap malas.

\#\#\#\#\#\#\#\#\#\#

Jaka yang menunggu di luar tampak gelisah, matanya dengan fokus mengawasi area sekitarnya.

berkali-kali dilihatnya jam tangan. Duduk, berdiri, jalan mondar mandir di depan pintu utama hotel itu.

"Apakah benar yang aku lihat tadi Yunis ya, kalau bukan untuk apa aku di sini lama - lama, tapi kalau aku tinggal pulang ... Bagaimana kalau itu benar Yunis," perdebatan dalam hatinya membuat Jaka kesal.

Berkali - kali diacak rambutnya dengan kasar.

Tiba - tiba matanya menatap sosok yang dicarinya itu berjalan keluar dari pintu utama hotel.

Jaka lari menghampiri, Dan begitu melihat dari dekat, serasa sesaklah dadanya. Benar sekali itu Yunis istrinya, bergelayut manja di lengan seseorang yang dulu sangat dihormatinya.

Yunis dan Pak Burhan pun terkejut dengan kedatangan Jaka.

"Oh ... J j.. ja ... ka," sapa Pak Burhan terbata.

Yunis langsung melepaskan tangannya dari lengan Pak Burhan.

"Iya, apa yang Bapak perbuat sama istri saya?" tanya Jaka dengan tegas. Gerahamnya bergemeretak menahan marah.

"i ... I ... Itu ti ... ti ... tidak seperti yang kamu pikirkan," Pak Burhan berusaha membela diri.

" Jadi ini event yang kamu bicarakan tadi pagi?" tanyanya pada Yunis dengan marah.

" Suka - suka aku mau gimana, mau jaga event atau mau jalan, suka - suka aku !" jawab Yunis ketus membuat Jaka semakin emosi.

Jaka menarik tangan Yunis dengan kasar.

"Ayo pulang !"

Yunis menepis tangan Jaka.

" Pulang saja sendiri, saya masih ada urusan !" teriaknya.

"Urusan ... Urusan ... Urusan apa, urusan ranjang dengan orang ini?" tinggi suara Jaka sambil menunjuk pada Pak Burhan yang hanya diam, tak bisa berbuat apa - apa.

"Sial, kenapa harus ketemu Jaka, menambah masalah saja," keluh Pak Burhan dalam hati.

" Mari kita bicara baik - baik," ajak Pak Burhan akhirnya.

Jakan menatap Pak Burhan dengan tajam, membuat Pak Burhan diam.

"Apa kamu tidak dengar aku bilang apa tadi, suka - suka aku mau apa, aku capek hidup sama kamu, tak pernah kamu bahagiakan aku, tak pernah kamu belikan aku segala kebutuhanku, kamu tak bertanggung jawab terhadap istrimu jadi iya biar aku cari sendiri, terserah bagaimana caraku!" teriak Yunis sambil menunjuk wajah Jaka dengan jari telunjuknya.

Pertengkaran di depan lobi hotel itu menjadi pusat perhatian. Beberapa orang mendekat untuk sekedar menengok. Satpam hotel segera datang dan melerai.

Karena malu, Jaka, tanpa banyak bicara segera menarik tangan Yunis, digenggamnya erat dan ditarik untuk pulang.

Pak Burhan mengambil kesempatan untuk menghindar dari kejadian tarik menarik itu, langsung ke tempat parkir didepan dan pulang.

"Lepassskaan ... Lepaasskaaan!" teriak Yunis berusaha memberontak tarikan tangan Jaka.

Jaka tak bicara, tak menoleh, dia terus menarik tangan Yunis hingga di tepi jalan.

"Lepaaaskan ... Aku bilang lepaaasskan !" teriak Yunis sepanjang jalan.

Dan Jaka susah payah menarik tangan Yunis.

Jalanan tetap ramai seperti tadi. Kendaraan masih lalu lalang menghalaing Jaka yang akan menyeberang sambil menarik tangan Yunis.

Pada satu kesempatan Yunis melawan dengan menarik tangan Jaka serta menggigitnya kuat - kuat. Tapi Jaka berusaha menahan rasa sakit itu. Jaka terus menggenggam pergelangan tangan Yunis.

Yunis menarik tangannya dengan kasar hingga ....

Ddduuuaaarrr ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!