"Lo kenapa?" tanya Alex yang terdengar dari speaker headsetku.
"Ga kenapa-kenapa. Lagi ga mood aja," balasku.
"Tumben. Jadi sepi gue kalo lo diem," balasnya.
Aku kembali berdiam diri.
[Bucin?] tulis lawan pada game kali ini.
"Udah ga usah diladenin," ucap Alex.
Kenapa sih? Kok sama gue kayak gitu. Padahal kan dia juga bisa bercanda sama gue. Bilang iya kek gitu, ya bercanda gitu lo! Kayak dia sama Suci tadi siang! Se-enggak pantas itu ya gue buat dibercandain?
Permainan kali ini berakhir dengan kekalahan dan aku langsung mematikan data ponsel agar Alex tidak mengirim pesan melalui Whatsapp atau yang lainnya.
Ku ambil laptop dan hendak menonton anime. Sepertinya aku harus kembali ke kehidupan nolepku yang dulu.
Jatuh cinta pada manusia hanya akan membuatku merasa lelah. Husbu akan membuatku menjadi lebih baik. Setidaknya aku tau bahwa aku tidak mungkin memilikinya dan aku bisa bebas mencintainya.
Sialnya, aplikasi yang biasa aku gunakan untuk nonton anime malah maintence sebab pemeliharaan berkala.
Aku beralih pada film drama Thailand di aplikasi yang lain. Sialnya, entah bagaimana cara elektronik ini membaca pikiranku. Yang aku tonton kali ini adalah film yang menceritakan seorang gadis kumal dan dekil yang jatuh cinta pada seorang pria terkeren di sekolah.
Di sepanjang detik film itu tayang di layar laptop, aku menangis. Terlebih lagi di bagian adegan saat teman-teman gadis itu membantunya untuk menjadi cantik untuk mendapatkan perhatian laki-laki yang ia sukai.
"Kok teman-teman gue ga gitu ya?" gumamku.
***
Pagi ini di sekolah, saat kami diberi soal latihan Matematika.
"Lo udah kelar?" tanya Alex padaku.
Aku menggeleng.
"Mau salin jawaban gue ga?" Dia menawarkan.
"Mau jadi apa lo kalo cuma bisa nyontek?!" omel Bulan menirukan gaya bicara Alex yang sering memarahinya.
"Setidaknya Mutia ga keseringan absen kayak lo!" balas Alex.
"Ga usah, Lex. Gue kerjain sendiri aja," ucapku dan kembali fokus pada soal latihan.
"Yakin?" tanyanya.
Aku mengangguk dan membiarkannya menikmati jam istirahat.
"Lo udah kelar, Mut?" tanya Suci.
"Belum," jawabku.
"Ya udah, kita tunggu di kantin ya? Maag gue sama Bulan udah kambuh," ucap Suci, bahkan aku belum sempat meminta jawaban mereka agar bisa ke luar kelas bersama.
Suci dan Bulan benar-benar mengumpulkan soal latihannya dan berlari ke kantin.
"Ayo Mutiaaa. Udah lewat 5 menit ini jam istirahatnya," cecar guru agar aku lebih cepat.
Aku melihat Alex berdiri di balik jendela. Ia menatapku dan mengatakan sesuatu tanpa suara, namun aku tak bisa mengerti apa yang dia maksud.
"Alex! Kamu jagain Mutia ngerjain soal sampe selesai. Jangan kasih istirahat sebelum soalnya selesai. Ibu mau ke WC dulu," ucap guru itu dan Alex langsung memasuki kelas.
Pria itu mengangguk dan memastikan guru menjauh. Setelah dia celingak-celinguk di depan pintu kelas, dia berlari ke arahku. Merampas bukuku dan menjawab semua soal dengan cepat.
"Tapi nanti gue jadi ga ngerti kalo lo yang jawab!" omelku.
"Gue ajarin kapan-kapan! Yang penting lo istirahat, lo ke kantin, lo makan, lo minum," balasnya.
Aku terdiam sejenak. Apa ini rasanya dikasihani oleh pria yang kita sukai?
Menyedihkan.
***
Di kantin. Bulan dan Suci menungguku yang sedang makan, sebab mereka sudah makan terlebih dahulu tanpaku.
"Gue sih yakin Alex suka sama lo," ucap Bulan.
"Tapi dia punya cewek," sambut Suci.
"Bisa aja Alex bohong!"
"BIsa juga Alex emang playboy! Biar apa coba dia baik ke Mutia, padahal dia udah punya cewek. Gatel dia tuh!" cecar Suci.
"Dia emang baik ke semua orang deh kayaknya, gue aja yang lebay nganggep dia suka sama gue," balasku.
"Ga semua sih, Mut. Lo liat sendiri dia ke gue kayak gimana," ucap Bulan.
Iya juga. Alex selalu memarahi Bulan, tapi kenapa dia selalu bercanda dengan Suci. Apa mungkin ALex suka Suci? Dia sengaja berteman denganku agar dia bisa mengenal Suci?
Ah! Aku selalu berpikir yang buruk-buruk seperti ini.
"Harusnya sih, kalo gue jadi lo, Mut. Gue ga peduli dia punya cewek apa ga. Selagi dia ada sama gue, ya gue nikmatin aja, toh ceweknya ga bisa nemenin dia main game," balas Bulan.
"Tapi kan gue ga bisa kayak gitu," bantahku.
"Bisa! Lo bisa! Kalo dia ga peka, lo aja yang pura-pura bercanda gitu sama dia! Bilang suka sama dia, lo jeles, lo ngambek, tapi bercanda aja," jelas Suci.
"Kalo dia ga mau bercanda, gimana?" tanyaku.
"Lo jangan mikirin itu. Yang penting lo duluan yang ajak dia bercanda. Lo harus hilangin rasa malu biar dekat sama dia!"
***
Malam ini, Alex memintaku untuk login game. Kutarik napas lebih dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan.
"Tes tes," ucapku begitu menyalakan mic game.
"Jangan ngilang ya kalo kalah. Kayak marah gitu," ucapnya.
Mungkin ini saatnya. Tapi aku malu. Tidak mungkin aku seperti apa yang Suci bilang. Aku tidak segila itu.
"Kenapa sih lo pake hero itu? Kecil kayak lo," ucap Alex membuatku terdiam.
Apa itu artinya dia menghina tubuhku yang pendek?
***
Selesai permainan, aku menelepon Suci dan menangis.
"Dia bilang gue kecil. Terus dia bilang gue kayak Digie? Digie itu hero burung kecil, masa muka gue kayak burung?! Heeeegh!" saduku sembari menangis.
"Ya ampun. Harusnya nih, lo balesnya gini, iya sih gue emang kecil, makanya butuh suami tinggi, ya minimal kayak lo gitu tingginya. Lo jawab kayak gitu aja, Mut. Jangan lo baper malah nangis!" oceh Suci.
"Tapi kan Digie itu jelek bangeeeeet!"
"Yang jelek itu otak lo," balas Suci.
"Apa gue uninstall aja ya gamenya?" tanyaku.
"Kalo lo uninstall, lo ga bakalan berinteraksi lagi sama Alex. Mau lo?"
"Iya juga sih. Terus gue harus ngapain?"
"Lo harus percaya diri! Lo harus yakin kalo Alex itu suka sama lo!"
Itu terdengar sangat sulit.
***
Malam berikutnya, seperti biasa, Alex menungguku untuk menyalakan mic game.
"Lama banget," omelnya.
"Kalo mau cepet, ajak cewek lo main," balasku yang entah dari mana dapat kalimat seperti itu.
"Loh, kok bahas cewek gue? Jeles ya lo? Ha ha!" ejeknya.
Sialnya aku malah suka diejek seperti itu.
"Ya kan gue lama, siapa tau cewek lo bisa lebih cepet dari gue," balasku.
"Cewek gue udah ga main game," jelasnya.
"Mainnya apa kalo bukan game?" tanyaku.
"Mainin perasaan gue, ha ha!" Alex tertawa kencang, aku bisa mendengarnya dengan sangat jelas.
"Ow itu alasan lo mau jadiin Suci selingkuhan lo? Agak kaget sih, ketikung sahabat sendiri," ucapku. Akhirnya aku bisa meluapkan unek-unekku itu.
"Ha ha! Gue cuma bercanda itu. Lo jeles beneran?" tanyanya.
"Ga! Lagian gue udah positif, ga mungkin jadi pilihan lo. Secara saingan gue itu pacar lo yang tinggi, mulus, putih, bahenol," ocehku membuat Alex tertawa lebih lepas. "Selingkuhan lo juga Suci, sahabat gue. Ya kali lo milih gue yang dekil, kumal, ireng, bantet, pendek," lanjutku.
"Terus kalo gue milih lo, kenapa?" balasnya.
Aku terdiam sejenak. "Keajaiban dunia yang mustahil terjadi," balasku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments