Di tengah malam tepatnya di salah satu bagian hutan, ada cahaya remang. beberapa obor menempel di dinding batu menerangi sekitar. disana ada beberapa bandit berjaga juga dengan menggenggam pedang masing-masing. ada gua di belakang mereka. jalur masuknya cukup besar untuk dilalui 7 orang dewasa berbarengan. mereka tertawa sambil minum-minum. ada seorang gadis dengan pakaian tak layak juga yang mereka bawa untuk diajak bersenang-senang. mata gadis itu terlihat putus asa.
aku mengangkat setengah tangan di balik pohon memberikan tanda. orang-orangku sudah bersiap mengangkat busur membidik bandit yang berjaga. begitu tak ada lagi bandit yang berlalu-lalang di pintu gua, aku mengayunkan tangan kedepan.
Anak panah melesat menembus tubuh bandit. karena menggunakan manna panah yang di tembak lebih kuat dari biasanya. dua bandit gagal mati di tempat karena anak panah mengenai bahu dan perut. tapi sans dan opi sudah siap dan meluncur ke depan. pisau sans membunuh satu dan pukulan opi menghancurkan kepala bandit lain. hanya gadis yang tampak malang itu yang tersisa.
"ikat gadis itu. sepuluh orang berjaga disini termasuk opi. aku , sans, miri, alpen, dan rud akan masuk".
"tunggu kenapa aku juga?, aku kan yang paling lemah" tanya miri. dia seorang gadis yang paling lemah di geng kami. dia awalnya juga pengemis sama sepertiku. setelah makan yang cukup tubuhnya sekarang sudah dapat dikatakan sebagai gadis. walah dia yang terlemah tapi dia ahli dalam sihir penyembuhan.
"alpen dan rud cukup baik sebagai penyerang jarak dekat, tapi kalau mereka terluka tentu harus ada yang menyembuhkan".
"uh... baiklah" jawabnya lemas. mendengarnya mengatakan itu aku jadi ingin menjitaknya keras-keras.
opi juga termasuk yang terkuat dan anehnya dia hebat dalam penyembuhan. tapi karena dia kuat aku menaruhnya di pintu gua. karena mungkin akan ada bandit yang kabur.
"tugas kalian adalah menahan bandit yang kabur, usahakan jangan membunuh. karena keuntungan kita juga berasal dari bandit yang kita tangkap hidup-hidup, kau yang memimpin opi".
"siap".
...****************...
"bos ada penyusup..!" ucap bawahanku.
"hah... ". aku menghentikan pecutku. pria di hadapanku juga sudah pingsan dari tadi karena tak kuat menahan sakit. ada banyak luka bekas pecutanku di sekujur tubuhnya.
"apa itu kesatria..?" tanyaku sambil mengambil pedang.
"mereka bukan kesatria".
"berapa orang?".
"ada lima orang".
"apa..!?, hanya lima". itu artinya penyusup kali ini memiliki keahlian. kalau bukan begitu anak buahku pasti keterlaluan bodohnya.
Aku dulunya seorang kesatria, tapi bangsawan bangsat itu membuangku hanya karena aku sedikit menyentuh putrinya. kabur dari kota aku menjadi bandit dan membuat kelompokku sendiri. jujur saja.., hidup menjadi bandit jauh lebih nikmat daripada hidup jadi kesatria.
Aku menuju ruang gua tempat anak buahku sedang bertarung. ruang yang cukup besar untuk ratusan orang berkumpul. disana cukup rusuh karena aku melihat banyak anak buahku kabur ketakutan.
Musuh hanya ada lima. satu wanita hanya berdiri dibelakang, mungkin dia seorang penyihir. Dua pria menyerang di depan, satu menggunakan pedang dan satu menggunakan cakar yang dibentuk dengan manna putih. satu lagi berkeliling sambil membunuh anak buahku dengan pisau, dia masuk kebarisan bandit dan membabat semuanya. mereka bukan orang-orang biasa, mereka orang terlatih seperti kesatria, tapi pakaian mereka sama seperti pengemis. anak buahku yang juga pengguna manna juga datang melawan mereka, tapi mereka masih bukan tandingan. aku harus segera datang dan membantu, walau lawanku pengguna manna tapi mereka tak lebih kuat dariku. tunggu.... ada lima musuh, dimana satunya.
Aku merasakan niat membunuh dari belakangku. mencabut pedang, aku menebas ke belakang. percikan api muncul memperlihatkan wajah lawanku dengan jelas. seorang bocah yang sedang tersenyum puas. dia menahan tebasanku dengan tangan berselimut aura putih. walau itu bukan pedang, aku tau kalau aura putih itu setajam pedang.
Aku melompat mundur menjaga jarak.
"kau bukan kesatria, siapa kau..?" aku bertanya sambil memantapkan kuda-kuda.
"aku memang bukan kesatria, tapi kau.., bukankah itu kuda-kuda kesatria. hahaha menarik, akhirnya ada lawan yang pantas. gunakan seluruh kemampuanmu jika kau masih berharap bisa menang".
"bangsat..!". aku melompat mengayunkan pedang berselimut aura kuning. bukannya menghindar, bocah itu malah mengayunkan tangan kanannya yang berselimut aura putih mengadu dengan seranganku.
Pijakan di bawah bocah itu hancur, tekanan udara menyebar menghempaskan anak buahku yang berada di sekitar.
Aku dan bocah itu terhempas bersamaan. sepertinya mannaku dengannya tak jauh berbeda. aku melompat menyerang dengan tebasan-tebasan cepat. bocah itu melawan dengan menampilkan gerakan yang bagus untuk menghadapinya. melihat celahku, bocah itu menusukkan tangan kiri. aura putih dengan cepat muncul dan menusuk pinggangku. aku sempat melompat mundur sebelum itu menembusku.
Jika aku kalah dalam adu pedang, bagaimana dengan teknik. mengambil nafas panjang, aku sekali lagi mengayunkan beberapa tebasan dari jarak jauh. aura kuning berbentuk sabit muncul dari setiap ayunan pedangku dan melesat ke arah bocah itu.
bocah itu berlari memutar menghindari setiap aura kuning yang datang. di sela-sela berlari dja sempat mengambil pedang dan melemparkannya ke atas bagai melempar tombak. pedang mengenai stalaktit runcing di atasku.
Sebelum stalaktit menimpaku, aku melompat bergending ke samping. stalaktit yang jatuh membuat tempatku berdebu. mengalirkan manna ke mata, aku mencoba mefokuskan penglihatan agar dapat melihat bocah itu di tengah debu. tapi aku terkejut karena hal pertama kali aku lihat adalah mata anak panah.
aku gagal menghindar dengan sempurna, anak panah mencongkel telinga kananku. aku tak mengira bocah itu bahkan dapat menggunakan panah. ia baru saja memungut panah dari bandit yang mati dan menggunakannya tepat setelah aku menghindari Stalaktit.
dia benar, aku harus menggunakan seluruh kemampuanku, hidupku tergantung dari ini. aura kuning menyelimuti seluruh tubuhku. ini akan memakan hidupku juga, tapi apa gunanya jika menyimpan kemampuan ini dan malah mati.
Kekuatan dan kecepatanku meningkat. hanya butuh waktu sepersekian detik untuk diriku sampai di hadapan bocah. aku menebasnya berharap dia langsung mati terbelah. tapi bocah itu berhasil bereaksi dan menahannya dengan aura di tangan kanannya. bilah pedangku berhasil menembus sedikit auranya dan menggores kulit. tubuh bocah itu ringan sehingga ia terhempas hendak menghantam dinding gua, namun dia berhasil memutar tubuhnya dan mendarat di dinding gua dengan kaki. dari gerakannya saja aku tau kalau dia sudah terbiasa bertarung di level ini.
Dinding gua pijakan bocah itu meledak dan dia melesat cepat, hanya dalam sepersekian detik bocah itu sudah di hadapanku. dia jelas tak menggunakan teknik yang sama, tapi jelas itu teknik untuk menambah kecepatannya.
Aku menebas dan dia menendang dengan aura putih menyelimuti kaki tentunya. lagi-lagi aura putih miliknya tertembus dan kakinya sedikit tergores. kami saling menyerang dan bertahan. aku merasa aneh, bocah itu jelas kalah kekuatan dalam aura, tapi dia tetap mengadu aura denganku beberapa kali. sekali dua kali serangannya berhasil mengenaiku, tapi itu cukup lemah untuk menembus aura kuning yang menyelimuti seluruh tubuhku. apa yang sebenarnya dia rencanakan. kalau aku jadi dia, aku akan lebih memilih menunggu lawanku kelelahan karena penggunaan manna berlebihan.
Kegundahanku segera terjawab.
Aku melihat celah dan menusuk bocah itu. aku berhasil, pedang menembus perut bocah. jujur saja, bocah ini adalah lawan tersulit yang pernah aku lawan. tapi ketenanganku hilang begitu bocah itu melompat dan memelukku dengan kakinya. aku mencoba menarik pedang tapi itu tak berhasil. ada aura putih di perut bocah yang mencengkram pedangku begitu kuat.
bocah itu menyatukan kedua jari telunjuknya membentuk pistol. cahaya merah berkumpul di ujungnya. dengan jarak yang sangat dekat dengan dadaku aku tak dapat menghindar.
'DUMP' cahaya merah melesat menembus dadaku membuat lubang sebesar genggaman tangan tepat di jantung. tak cukup dengan itu, dinding gua di belakangku juga meledak. sepertinya dia menyimpan kartu as nya dengan baik. jika dia menggunakan ini dari jauh, mungkin aku bisa menghindar, atau menepisnya karena dampaknya yang melemah seiring jauhnya target.
"namaku ruben, sebut namamu bocah!". aku telah kalah, tapi walau begitu setidaknya aku ingin tau nama orang yang telah membunuhku. dengan sekuat tenaga dan manna yang tersisa aku mempertahankan kesadaranku hanya untuk mendengar jawabannya. penglihatanku bahkan sudah mulai gelap.
"ragas, itu pertarungan yang luar biasa. seandainya kita bertemu di lain tempat mungkin kita bisa berteman".
Dia tidak salah. kalau aku menjadi temannya sebelum aku dibuang oleh bangsawan itu, mungkin kita bisa sedekat saudara.
"terima ka... ". aku jatuh tak lagi dapat melanjutkan ucapanku.
...****************...
Aku sudah hidup lebih dari ratusan ribu tahun. dan baru menjalani hidup sebagai manusia kurang dari dua bulan. tapi walaupun begitu aku dapat mengatakan bahwa tadi adalah salah satu pertempuran terhebatku. mungkin aku merasa begitu karena itu sangat sulit untuk di menangkan. aku hanya menang dengan dua aspek, pengalaman dan teknik.
pertarungan telah usai. bandit yang masih hidup menyerah menjatuhkan senjata mereka. aku melangkah berkumpul kembali dengan sans dan yang lainnya.
"ragas... perutmu" miri menutup mulutnya melihat pedang yang menembus perutku.
"hey.. disana-sini banyak tubuh terpotong-potong, jadi gak perlu pura-pura ngeri".
"apa itu tidak sakit..? " tanya rud.
"dengan manna aku menggeser sedikit usus dan organ penting lainnya disitu, jadi hanya kulit, daging dan sedikit tulang yang ditembus. kau tau..manusia itu cukup tangguh jika tanpa bagian vital".
"waw.., membuat musuh mengincar celah itu padahal itu jebakan, hebat". mata rud berbinar mendengar penjelasanku. yah.. dia adalah anak kecil yang seumuran denganku. dia yang paling berbakat dalam mewujudkan aura dengan manna. dia paling suka dengan aura berbentuk cakar. entah terinspirasi dari apa.
"nanti aku akan mengajarimu rud, itu jika kau bisa menghentikan kebiasaanmu maju tanpa pikir panjang". mendengarnya rud menurunkan bahu kecewa. itu kebiasaan dia yang sangat sulit dihilangkan.
"aku hampir kehabisan manna, miri cobalah cabut pedang sambil menutup luka depan dan belakang".
"tapi aku juga hampir kehabisan manna gara-gara menyembuhkan dua orang yang maju tanpa peduli luka". dia menatap alpen dan rud dengan sinis. mereka membuang muka lari dari tatapannya.
"kalau kau bisa melakukannya aku akan mengajari teknik baru yang khusus untukmu". aku memberinya motivasi.
"benarkah, kalau begitu aku akan berusaha".
miri mulai menyembuhkan sambil menarik pedang di perutku. bandit-bandit yang menyerah dan melihatku meringis.
"jadi apa yang akan kita lakukan dengan para bandit dan orang-orang yang yang mereka sekap?".
"Pertama-tama mari kita ikat mereka dulu dan membawa mereka dan semua orang yang mereka perbudak keluar. aku ingin menjelaskan beberapa hal pada mereka".
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments