Reinkarnasi Dewa Perang
di sebuah gang kumuh dengan sampah berserakan dimana-mana, namun walau begitu tak sedikit orang yang yang duduk disana. orang-orang yang tak memiliki pekerjaan dan hanya menunggu pemberian orang, singkatnya para pengemis. dan entah kenapa sepertinya aku juga bagian dari mereka. sepertinya aku bereinkarnasi di kerajaan manusia dalam tubuh random dan sayangnya kurang beruntung.
Tubuh seorang anak manusia dengan perkiraan umur 15 tahun. tubuhnya kurus kering, tak banyak daging yang menempel di tubuhnya. melihat sisi lain aku menyadari kalau aku laki-laki. untunglah, karena setahuku hidup perempuan cukup sulit di dunia ini.
Seseorang mendekatiku dan mencengkram bajuku. orang itu cukup besar dan berisi melihat dirinya juga ada di daerah kumuh. dia menariknya ke atas membuat aku melayang.
"aku kira kau mati tadi karena tak menjawabku, karena kau tidak bawa uang setoran aku harus banyak memukulmu sekarang".
"jangan sampai dia lumpuh, kau bisa menahan diri kan". temannya yang bersandar di tembok bangunan melipat tangan sedang terkekeh melihat keadaanku.
"yah... inilah yang kusuka, kekerasan" ucapku tersenyum.
"huh, apa otakmu bergeser setelah kutendang sebelumnya. kalau begitu biar kuperbaiki otakmu dengan tinjuku ini".
pria itu Melayangkan pukulan kuat kearah wajahku. aku dengan sigap mencengkram tangannya yang mengangkatku dengan kedua tangan lalu berayun menepis pukulan dengan lutut kiri sekaligus melukai tangannya. sendi yang bergeser terdengar hingga temannya yang bersandar mengangkat alis tak percaya dengan apa yang terjadi.
"argh.... " pria tadi meringis memegangi pergelangan tangannya yang sudah bengkok.
"yang benar saja, itu hanya bengkok dan kau sudah menangis" ucapku kecewa.
pria yang bersandar di tembok mendekatiku dengan membawa pisau. melihatnya senyumku kembali. apa yang harus kulakukan ya.... ada berbagai macam cara yang terpikirkan di kepalaku, tapi aku akan memilih cara paling klasik.
Pisau ditusukkan, aku cukup berputar ke samping sekalian melancarkan serangan. dua jariku berhasil mencolok matanya membuatnya menjerit. pisau yang jatuh segara aku ambil.
"sekarang jawab pertanyaanku, siapa namaku?". aku berjongkok menyamakan tinggiku dengan pria yang terluka tangannya.
"bukankah.. ". tau kalau itu bukanlah jawaban aku menancapkan pisau di tangan kanannya yg masih sehat. pria itu meringis kesakitan tapi takut untuk berbuat apa-apa.
"siapa namaku? " tanyaku kembali.
"ragas".
"itu nama yang jelek, tapi ya sudah lah. berapa umurku dan dimana aku tinggal".
"maaf tapi aku tak tau berapa umurmu, kami bahkan tak tau orang tuamu, karena kau pengemis tentu saja tak punya tempat tinggal. tapi kau biasa tinggal di tempat kami geng mata sipit dengan pengemis lainnya" hanya itu yang aku tau".
"berikan tanganmu yang patah...! " perintahku. pria itu ketakutan dan hanya bisa menurut.
menggenggamnya dengan kedua tangan aku memutarnya kembali dengan cepat, tulang yang salah kini telah kembali. pria itu menjerit kesakitan menahan sakit.
"seharusnya tanganmu sudah membaik, antar aku ke tempat geng mata sipit".
"pisaunya.. " aku membiarkan pisaunya masih menancap di tangan kanannya.
"jangan dicabut nanti kau bisa mati karena pendarahan, cabut nanti saja kalau sudah ada perban atau ramuan penyembuh".
"oke, lewat sini".
...****************...
terlihat dari luar ada sebuah bar yang sudah bobrok masih berdiri. kebanyakan krang hanya lewat, itu pun dengan enggan seakan ada sesuatu yang kotor disana.
Namun walau diluar terlihat bobrok, tapi di dalamnya cukup ramai. beberapa orang sedang makan berpesta dengan daging dan beberapa makan di lantai dengan beberapa roti yang terlihat tak layak lagi untuk dimakan. ruangannya kotor dengan bekas makanan berserakan di lantai kayu. melihat ini saja aku langsung tau mana yang pengemis dan mana yang punya kuasa.
Aku melangkah santai ditemani dua pria yang menyerangku sebelumnya. yang satu memegangi tangannya kesakitan karena ada pisau menancap yang belum dicabut, dan yang satu memegangi wajahnya yang bersimbah darah karena matanya terluka, disitu dia beruntung karena tidak buta.
suara di bar seketika terdiam. semuanya menatapku yang sedang melangkah ke tengah ruangan. setelah mendapat tempat yang cukup luas aku menatap pria kesakitan di belakangku.
"dimana bosnya..? " tanyaku.
"ada di depanmu".
Seorang pria melangkah mendekat. dia memiliki tubuh paling besar diantara semua yang ada di sini.
"apa maksudnya ini ragas..!? ". matanya yang sipit melotot merah, suasana menjadi tegang. tapi aku hanya melangkah kesamping sambil menjawab santai, mengambil garpu besi di meja yang aku lewati.
"tidak ada maksud lain, aku hanya ingin mengambil geng ini darimu dan membuatnya lebih besar".
"sepertinya otakmu sudah bergeser karena sering dipukuli, pedangku..!".
"sepertinya ada yang mengatakan itu juga sebelumnya dan berakhir babak belur, mungkin kau juga akan mengalami hal yang sama". pria yang aku patahkan tangannya merinding mendengarnya.
salah seorang datang memberikan pedang besar milik pemimpin geng. dengan sigap meja dan kursi di sekitar diseret menjauh oleh orang-orang.
"brengsek, aku akan memotong tangan dan kaki mu dulu agar kau mati tersiksa".
Pemimpin geng mengayunkan pedang besar ke samping, aku melompat menghindar sambil menusuk garpu di pergelangan tangannya. marah dengan serangan kecilku dia mengamuk mengayunkan pedang berkali-kali. namun tak ada satupun ayunan pedangnya yang mengenaiku, dan setiap kali dia mengayunkan pedangnya aku menusukkan garpu ke pergelangan tangan. kuncinya adalah menjaga jarak tetap dekat dan fokus pada jalur pedangnya.
Normalnya aneh melawan pedang besar dengan garpu, namun jika kau memiliki kunci pentingnya pertarungan apapun dapat dimenangkan.
Pedang pemimpin geng terjatuh karena dia tak lagi mampu menahan pedang. tangannya bersimbah darah. ia mundur perlahan menatapku.
"siapa kau, kau bukan ragas".
"apa yang kau katakan, aku ragas salah satu dari kalian. tapi aku memang bukan ragas yang dulu kalian kenal". aku membuang garpu dan mengambil pedang besar yang jatuh dengan satu tangan.
Semua orang terkejut melihatnya. dan seketika itu mereka yakin aku adalah pengguna manna.
"kau... pengguna manna" ucap pemimpin geng.
"sebenarnya bukan hanya itu, tapi gak penting bagimu sih".
Adegan selanjutnya adalah aku memotong pemimpin geng, membelahnya jadi dua.
hanya terdengar langkah kaki, tak ada satupun yang berani angkat suara. aku mengambil kursi ke tengah dan berdiri di atasnya. semua orang di bar bobrok ini menatapku. ketika semua tatapan menjadi satu titik aku mulai bicara.
"namaku ragas. mulai sekarang aku adalah pemimpin geng ini. nama geng kita adalah hembusan angin. aku berharap nama geng kita akan dikenal di seluruh belahan dunia".
"keluar dari geng berarti mati tapi aku menjanjikan kita akan hidup bangga. Kita tidak akan lagi mengemis, kita akan merampok, menjual, dan berburu. kita akan hidup dengan bangga atas nama geng hembusan angin. untuk itu semua aku akan membuat peraturan inti geng kita.".
"untuk kedepannya kita akan menjalani banyak misi jadi aku ingin kalian mengikutiku tanpa banyak bertanya. aturan pertama, geng hembusan angin, aku adalah hukum".
"aku akan menganggap kalian seperti bawahanku jadi kalian semua jangan ragu untuk mengatakan apapun, bahkan jika itu ancaman sebuah negara atau seorang dewa sekalipun. aturan kedua, geng hembusan angin, masalah kalian adalah masalahku dan masalahku bukan masalah kalian".
"sebagai pemimpin geng aku tidak ingin kehilangan kalian, baik di masa kini maupun dimasa depan nanti. aturan ketiga, nyawa lebih penting dari misi".
"aku akan mengadakan pelatihan rutin setiap hari, dan mengajarkan kalian cara menggunakan manna dan menjadi kuat agar kita tak akan kalah dari siapapun. aturan keempat, menjadi lemah adalah sebuah aib".
"aku tak melarang kalian untuk jadi jahat ataupun jadi baik, asalkan kalian bisa hidup dengan bangga tanpa penyesalan. aturan kelima, hiduplah dengan bangga".
"besok pagi aku ingin kalian semua berkumpul disini, semuanya tanpa terkecuali, untuk sekarang aku ada urusan penting". turun dari kursi aku melangkah ke luar bar dan meninggalkan mereka yang masih terdiam.
...****************...
setelah ragas keluar, bar kembali menjadi berisik lagi.
"apa-apaan itu.., mendengar kata-katanya aku merinding".
"apa benar dia ragas".
"sialan apa yang harus kita lakukan".
"bukankah harusnya pengguna manna pergi ke ibukota, kenapa malah dia ingin jadi ketua geng kecil".
"apakah kita benar-benar akan mati jika kita pergi begitu saja".
Banyak dari mereka memiliki pemikiran sendiri dengan ragas. bocah yang mereka kenal penakut dan lemah, kini telah menjadi pengguna manna dan pemberani. tapi walaupun pemikiran mereka tentang ragas berbeda-beda, tapi ada satu pemikiran yang sama di semua orang. tak ada satupun yang ingin keluar geng hembusan angin.
ada banyak alasan dari mereka kenapa ingin menetap.
Takut dengan apa yang akan ragas lakukan jika keluar dari geng.
kagum dengan kelakuan dan perkataan ragas sehingga ingin selalu mengikutinya.
Ingin menjadi pengguna manna dan menjadi kuat.
Bahkan ada yang memiliki dendam dan menetap agar dapat kesempatan untuk membunuhnya.
Dan masih banyak lagi yang lainnya.
...****************...
aku duduk bersila di cabang pohon yg cukup lebar. tubuhku masih merasakan nyeri karena menggunakan manna pada tubuh yang sangat rapuh.
Setiap makhluk hidup memiliki penyimpanan manna, dan manna yang disimpan berbeda jenis, ini hampir sama dengan golongan darah.
ada satu jenis manna yang paling murni, itu adalah manna yang digunakan oleh monster dan dewa. ini adalah manna paling lemah karena masih dalam bentuk asal. tapi jika dilatih, manna ini tak memiliki batasan.
"argh.. ". aku memuntahkan darah menahan rasa sakit yang luar biasa di perutku.
"ternyata sakit banget, untung gak pingsan".
Sesaat yang lalu, aku baru saja menghancurkan penyimpanan mannaku dalam tubuh dan membangunnya kembali untuk menyimpan manna murni. normalnya menghancurkan penyimpanan manna adalah tindakan gila, tapi untuk masa depan nanti aku membutuhkan manna murni.
aku bersandar di pohon sambil memikirkan apa yang harus aku lakukan sekarang. hidup manusia hanya sebentar, paling lama mungkin bisa 300 tahun jika aku sedikit mengutak-atik tubuhku dengan sihir. memang ada beberapa cara untuk menjadi abadi, tapi aku ingin mencoba dulu hidup sebagai manusia. akan lebih bagus jika aku punya keluarga.
kebanyakan dewa hanya memiliki satu sampai dua emosi, tapi aku yang dulu bahkan tidak punya itu. hidup menjadi bocah ini aku mempelajari beberapa emosi.
aku marah ketika seorang pria mengangkat tubuhku dengan tangan kiri. aku senang ketika aku berhasil melakukan sesuatu. aku takut ketika pedang berayun, tanpa sadar aku memikirkan jika pedang mengenaiku aku akan mati dan menghilang. emosi-emosi inilah yang aku inginkan. seandainya diriku yang dulu memiliki emosi..., entah apa yang aku lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments