Mentari
"Tega kamu, Mas!"
Dengan berlinang air mata, aku meninggalkan toko. Rantang berisi makanan yang kubawakan untuk Purnama kulempar ke arah Mas Bayu dan kutinggalkan begitu saja. Hatiku bahkan lebih berantakan dari makanan yang tumpah tersebut.
Aku pulang ke rumah dan menceritakan semua pada Ibu dan Bapak. Betapa marahnya Bapak pada Purnama. Bapak langsung memarahi Purnama begitu anak itu pulang. "Benar-benar anak tak tahu diri kamu, Purnama! Tega sekali kamu merebut calon suami kakakmu sendiri. Apa ini yang selama ini Bapak ajarkan padamu?"
"Tega? Pak, aku lebih mencintai Mas Bayu dibanding Mbak Tari. Kami berdua saling mencintai. Kenapa aku yang harus mengalah dan menyerahkan lelaki yang kucintai pada Mbak Tari? Kenapa Mbak Tari harus memiliki semua yang aku inginkan di dunia ini? Tidak akan... aku tidak akan melepas Mas Bayu!" Untuk pertama kalinya aku melihat Purnama berani melawan Bapak.
"Dasar anak tak tahu diuntung!" Bapak yang sudah terlalu emosi mengangkat tangannya lalu melayangkannya ke wajah Purnama.
Plak!
"Bapak, jangan!" Ibu menahan Bapak yang ingin menampar Purnama untuk kedua kalinya. "Jangan, Pak. Cukup! Purnama anak kita juga!"
"Tak usah kau bela dia, Bu! Anak ini adalah adik yang jahat. Adik yang selalu iri pada apa yang Kakaknya miliki. Gara-gara dia, kita akan menanggung malu, Bu. Dia sudah menorehkan aib pada keluarga kita. Perempuan baik-baik mana yang mau menyerahkan kesuciannya pada calon kakak iparnya sendiri?" Dada Bapak terlihat naik turun karena emosi yang bergejolak dalam dirinya.
Bukannya takut melihat Bapak marah, Purnama malah semakin menyulut emosi Bapak. Sambil memegangi pipinya yang memerah sehabis ditampar Bapak, Purnama kembali membalas ucapan Bapak. "Iya, aku memang anak yang tak tahu diri. Selama ini, aku tak pernah menjadi anak yang baik di mata Bapak dan Ibu. Semuanya tentang Mbak Tari. Aku tak pernah berarti di mata kalian. Aku selalu nomor dua. Aku selalu kalah dibanding Mbak Tari. Cukup sudah, kali ini aku tak akan mau kalah lagi. Aku mencintai Mas Bayu. Aku tak akan melepas Mas Bayu dan membiarkannya menikahi Mbak Tari. Tak akan kubiarkan pernikahan mereka terjadi!"
Bapak kembali mengangkat tangannya hendak menampar Purnama namun Ibu segera memeluk Bapak dan menyuruh Purnama pergi. "Masuk kamar, Purnama! Masuk sekarang!"
Purnama menatapku dengan penuh kebencian sebelum akhirnya masuk ke dalam kamarnya, meninggalkan Ibu dan Bapak yang bertengkar hebat.
Ya Allah... dua hari lagi...
Kenapa semua ini terjadi di keluargaku? Kenapa keluarga kami yang selama ini baik-baik saja jadi begini?
.
.
.
H-1
Semua terjadi begitu cepat dan tak terduga. Suasana ramai penuh tawa canda tetangga dan saudara kini berubah menjadi sunyi. Rumahku pun terasa dingin meski acara masak memasak masih berlangsung.
"Mentari, ayo keluar! Bapak memanggilmu!" kata Ibu. Kutatap mata Ibu yang masih bengkak. Kulihat Ibu memaksakan seulas senyum di wajahnya, aku tahu hati Ibu pasti sedih.
Aku mengangguk lalu berjalan mengikuti Ibu. Kulewati kamar Purnama yang nampak tertutup rapat. Sejak pertengkaran semalam, Purnama terus mengurung diri di kamar. Ibu berkali-kali membujuknya untuk makan namun anak itu tetap tak mau keluar kamar.
Ibu mengajakku ke gubuk kecil di halaman rumah tempat Bapak biasa menghabiskan waktu menikmati kopi hangat. Kulihat Bapak sedang mengobrol akrab dengan sepasang suami istri.
"Nah, itu Mentari datang!" Bapak tersenyum lebar. Senyum yang dipaksakan menutupi hatinya yang penuh sesak. "Mentari, kamu masih ingat dengan Om Kusno dan Tante Nur tidak?"
Om Kusno adalah adik dari Pak Budi -orang tua Mas Bayu- yang juga sahabat dekat Bapak sejak masih sekolah.
Aku memaksakan senyum di wajahku. "Masih, Pak," jawabku seraya mengulurkan tangan untuk salim pada Om Kusno dan Tante Nur.
"Cantik ya, Mentari," puji Tante Nur.
"Terima kasih, Tante," jawabku.
"Ya cantik dong. Anak siapa dulu?" Bapak tertawa penuh bangga. Senyum yang dipaksakan untuk menutupi kesedihan yang ia rasakan.
"Iya deh, Mentari anakmu yang paling kau banggakan, bukan?" Om Kusno ikut tertawa bersama Bapak. "Tak terasa ya, Mentari besok akan menikah dengan Bayu. Kayaknya baru kemarin Mentari dan Senja lari-larian di sawah eh sudah mau menikah saja."
Bapak memaksakan senyum di wajahnya. Baik Bapak maupun aku tak tahu bagaimana dengan hari esok. Apakah pernikahanku dan Mas Bayu akan tetap terlaksana setelah semua kejadian kemarin?
"Bagaimana dengan Senja? Dia tidak ikut?" Bapak memilih mengalihkan percakapan.
"Ikut. Besok Senja datang bersama kami para rombongan besan...."
Benarkah? Benarkah besok akan ada rombongan besan yang datang? Benarkah pernikahanku dan Mas Bayu akan tetap terjadi? Ya Allah, mohon berikanku petunjuk. Aku pasrahkan semua pada-Mu. Berikan yang terbaik untukku dan keluargaku....
.
.
.
Hari Pernikahan
Kulirik jam di dinding kamarku. Sudah jam 9 pagi, tak ada tanda-tanda rombongan besan datang. Suara kasak-kusuk tetangga membuat aura tegang terasa di rumahku.
Kutatap wajahku di cermin, nampak cantik sehabis dirias. Seharusnya hari ini aku menjadi pengantin yang paling berbahagia namun kenapa Mas Bayu belum datang?
Mas Bayu tak membalas satu pun pesan yang kukirimkan untuknya. Permintaan maaf pun tidak ia ucapkan untukku. Bagaimana ini? Bagaimana pernikahan ini, apakah tetap terlaksana atau batal?
Hatiku terus berdoa mengharap yang terbaik meski aku tak yakin akan kekuatan doa yang kupanjatkan. Ibu masuk ke dalam kamar dengan wajah mendung, air mata menetes tanpa bisa Ibu tahan. "Tak ada yang datang, Tari. Tak ada yang datang," kata Ibu dengan suara tercekat.
"Kita tunggu saja ya, Bu."
5 menit
Pasti mereka telat...
15 menit lagi.
Mungkin mereka repot membawa barang bawaan yang banyak....
1 jam.
Tak ada yang datang....
Tetangga semakin kasak kusuk. Tak ada mempelai pria yang datang.
Ya Allah, tolong hamba-Mu. Tolong tutupi kedua orang tuaku dari rasa malu. Tolong ya Allah....
"Assalamualaikum!"
Mereka datang!
Aku berdiri dan melihat siapa yang datang dari celah pintu. Bukan Mas Bayu. Bukan rombongan besan, namun Om Kusno, Tante Nur dan lelaki berambut gondrong yang berdiri di belakang mereka.
Bapak berbicara serius dengan Om Kusno. Bapak tak bisa menahan tangisnya lalu Om Kusno memeluk Bapak sambil menepuk punggungnya, bak sahabat sejati yang mengobati luka sahabatnya.
"Mentari, ayo cepat keluar! Kamu jadi menikah!" Ibu tiba-tiba sudah di depanku. Wajah Ibu kembali cerah.
"Jadi... menikah? Dengan siapa?" tanyaku bingung. Mas Bayu tak datang, aku menikah dengan siapa?
"Senja. Meski dadakan, Senja setuju jadi suamimu. Ayo!"
Apa aku bisa protes? Apa aku bisa menolak sementara hanya ini satu-satunya jalan untuk menyelamatkan kedua orang tuaku dari rasa malu.
Ya Allah, apakah ini jalan yang kau pilihkan untukku?
Siapa yang sangka semuanya terjadi begitu cepat. Pesta pernikahan yang semula kupikir akan gagal, pada akhirnya tetap terlaksana meski dengan pengantin dadakan.
Kini, di sampingku seorang laki-laki berambut gondrong yang dikuncir dengan karet gelang warna merah sedang menjabat tangan Bapak dengan wajah serius. "Saya terima nikah dan kawinnya Mentari Dewi Anjani binti Yusuf Sudirja dengan mas kawin emas sebesar 5 gram dibayar tunai."
"Sah?"
"Sah!"
Tolong siapapun sadarkan aku dari mimpi ini. Bagaimana mungkin aku menikah dengan laki-laki menyebalkan bin ajaib ini? Tidaaaaaakkkkkkkkkkkkkkkkk!
****
Senja
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Mawar Hitam
Bayu kenaoa tak jadi datang ya.
Kesalahn Bayu dan Purnama kesalahan keduanya, tak perlu penjelasan lagi.
Hai ini Purnam berani berikan anunya setelah menikah dengan mentari pasti akan terulang kembali, ya lebih baik sekarang walau hancur anak sekali tak berkali-kali.
Tapi apalah senja orang yang baik ya...
La jut kak Mizz
2025-05-04
3
𝐓𝐔𝐍𝐆❗𝐓𝐔𝐍𝐆❗𝐓𝐔𝐍𝐆❗
bagaimana bisa aku baca sambil mengomel2 ga rela kalo anak gadisku mendadak dinikahkan sama cowok ga bener2 dikenal hanya buat menutupi malu, lbh baik Malu sesaat, biarpun Bayu yg dah dikenal tapi kelakuan macam dajal juga sih, dan bisa2nya Ampe ke bawah liat foto sambil mikir ooo kalo gini sih lumayan juga ga nyesal2 amat🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤭🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2025-05-04
0
tehNci
Mungkin Bayu bukan jodohmu, Tari. Semoga Senja, wlpn kata Mentari aneh bin menyebalkan, sikapnya itu hanya menutupi rasa sukanya pada Mentari, atau cari perhatian Mentari. semoga Senja bisa membahagiakan Mentari
2025-05-04
1