Mendapat Teguran

Diterima sebagai ibu susu, Amira mendapat hak-hak yang sama seperti pekerja lainnya. Baru kali ini ia menyadari bahwa orang kaya bisa punya lebih dari satu asisten rumah tangga. Bukan cuma dua atau tiga, tapi sampai puluhan jumlahnya. Ia jadi teringat masa lalunya, saat masih bersama mantan suaminya, Ardi, sebelum ekonomi pria itu membaik.

Dulu, ketika mereka masih pacaran, Ardi hanyalah seorang office boy di sebuah perusahaan manufaktur. Ardi sering bercerita tentang pekerjaannya. Di tempat ia bekerja, jumlah OB-nya mencapai tiga yayasan. Dari satu yayasan tempat Ardi bernaung saja, ada dua puluh orang. Kalau dihitung total, jumlahnya luar biasa banyak.

Kini, Amira menemukan kenyataan serupa--tapi bukan di kantor, melainkan di sebuah rumah. Ya, rumah! Sebuah hunian pribadi bisa punya staf sebanyak itu. Tapi, setelah melihat sendiri betapa megahnya rumah ini, Amira bisa memakluminya. Rumahnya seperti istana di negeri dongeng. Luasnya bukan main. Berkilau, dan tak habis-habis lorongnya. Bayangkan kalau satu orang harus mengepel seluruh lantai, bisa pingsan di tengah jalan.

Di rumah ini, para pekerja punya tugas masing-masing: ada yang khusus mengurus pakaian, ada yang menangani dapur, bagian kebersihan, taman, bahkan pekerjaan-pekerjaan lain yang Amira sendiri tak sempat hapal satu per satu.

Luar biasa.

Meskipun Amira terkagum-kagum dengan kemegahan rumah dan banyaknya staf, di sudut hatinya ia tak bisa menahan diri untuk berpikir, "Boros sekali." Bayangkan saja, untuk urusan bayi saja sudah ada dua orang yang bertugas: satu menangani makan dan kebersihan si tuan kecil, dan satu lagi khusus berjaga saat tidur. Sekarang ditambah dirinya sebagai ibu susu.

Tiga orang untuk satu bayi? gumam Amira dalam hati. Rasanya berlebihan. Tapi, ya... suka-suka crazy rich lah. Barangkali, ini bentuk penghargaan terhadap peran seorang ibu yang ternyata sangat melelahkan. Mungkin karena itu, tugas-tugas yang biasanya ditanggung satu orang dibagi ke beberapa tangan.

Kalau dipikir-pikir, enak juga ya ibunya. Ia bisa menjalani karir tanpa harus khawatir dengan urusan bayi yang menyita tenaga dan waktu. Amira mengangguk-angguk kecil. Masuk akal.

Namun, satu hal masih mengganjal di pikirannya. Kalau begitu, kenapa harus ada ibu susu juga? Kenapa tidak disusui langsung oleh ibunya?

Amira segera mengenyahkan pikirannya sendiri. Ada banyak alasan yang bisa menjelaskan itu. Mungkin karena urusan karir. Mungkin juga sang ibu mengalami kendala secara fisik, seperti hormon yang tidak cukup untuk memproduksi ASI. Atau juga mungkin ini jalan dari Tuhan untuk Amira bisa melanjutkan hidup.

Amira tidak ingin terlalu jauh menebak. Yang jelas, tugasnya kini sudah diatur. Dan ia akan melaksanakannya sebaik mungkin.

Seragam sudah ia terima beserta nametag. ATM juga sudah ia pegang bersamaan tanda tangan kontrak. Bukankah udah seharusnya ia berkontribusi dengan baik.

"Bukankah begitu nak?" Hasil bayangannya sendiri ia tanya pada si Tuan Kecil. Yang ditanya cengo, terus nyengir, habis itu kembali melahap susunya. Amira geli sendiri jadinya, sembari gemas pada bayi yang telah perlahan menghapus lara dihati akibat rindu dengan Galen.

"Ah, iya. Namamu siapa ya Nak? Kenapa di dalam peraturan tertulis kami tidak diperkenankan untuk tahu namamu?"

Hening.

"Bagaimana kalau bibi memberimu nama khusus diantara kita. Heri. Oh tidak, jangan itu. Hng... Agus?" Amira menggeleng, kemudian fia mencetus lagi. "Walid?"

Tiba-tiba Amira tertawa kecil, geli sendiri dengan ocehannya. Tuan Kecil pun ikut terkekeh, atau mungkin hanya kebetulan tertawa di saat yang pas.

...****...

Selesai dengan tugasnya, Amira keluar dari kamar bayi untuk berniat melihat-lihat sekitar. Barangkali ada yang bisa dibantu. Meski sadar semua orang pasti sudah bekerja sesuai jobdesknya, tapi tak ada salahnya menawarkan bantuan. Lagipula, itu bisa jadi cara membunuh waktu yang terasa lambat berjalan.

Baru beberapa langkah, seorang pria dari dapur menghampirinya. Adi namanya. Wajahnya ramah.

"Nona Amira, diminta ke ruang makan, ya. Sudah disiapkan menu khusus untuk Nona. Katanya harus dijaga asupan gizinya, biar ASI-nya tetap bagus."

Amira tertegun sejenak, lalu mengangguk pelan. "Oh… iya, iya. Terima kasih, Mas."

Ia mengira makanannya akan sama seperti pegawai lain, tak ada yang istimewa. Tapi ternyata tidak. Di ruang makan, tersedia makanan bernutrisi lengkap, terancang khusus untuk menjaga stamina dan kualitas ASI-nya. Porsi cukup, rasa pun tak main-main. Sungguh perhatian yang tak pernah ia duga.

Namun, manusia tak selalu positif thinking ketika melihat sesuatu. Ada saja mata yang tak senang, ada saja hati yang menyimpan iri. Tatapan sinis itu datang diam-diam. Dia memperhatikan Amira dengan tajam.

Tuh kan. Pegawai itu belum apa-apa sudah dapat privilege.

Tak sampai menunggu Amira selesai makan, sosok yang sejak tadi memperhatikannya dari kejauhan memilih pergi. Membawa serta iri dengki, seraya terus mendumal dalam hati.

Sementara itu, Amira baru saja menyuap suapan terakhir dari makanan khusus yang disiapkan untuknya. Belum sempat ia menaruh sendok, suara notifikasi dari ponsel internal fasilitas rumah itu menyedot perhatian. Sebuah pesan singkat muncul di layar.

Segera ke ruangan Pak Genta.

Tanpa berpikir panjang, ia membereskan nampan dan bergegas menuju lantai atas, menduga ini hanya perihal administratif, mungkin tanda tangan berkas atau pelengkapan data sebagai pekerja baru.

Namun begitu memasuki ruang kerja Pak Genta yang selalu sunyi dan tertata rapi itu, hawa berbeda langsung menyelimuti.

"Nona Amira, ke depannya, mohon hindari mengganti nama Tuan Kecil menjadi Heri, Agus... atau bahkan Walid."

Amira sontak kaget. Seketika pikirannya terlempar pada buku peraturan yang sempat ia baca sepintas. Ada satu bagian yang kini terngiang jelas di benaknya tentang area-area vital yang berada di bawah sistem rekam otomatis.

Dan kamar Tuan Kecil termasuk dalam daftar itu.

Seketika, Amira merasakan gelombang malu dan sesal menyergap dirinya. Ia baru menyadari bahwa meskipun ruang laktasi atau ruang menyusui memang dibebaskan dari pantauan visual demi menjaga privasi, tetap ada perangkat perekam suara yang aktif selama ia berada di sana.

Semua suara candaan kecilnya terekam. Bukan hanya terdengar, tapi mungkin juga dievaluasi.

Dan kini, teguran itu datang sebagai bentuk pengingat bahwa dunia tempatnya bekerja bukanlah ruang privat. Banyak sistem yang dibangun demi keamanan yang ketat.

"Maaf, Pak. Sa-ya sesungguhnya hanya bercanda. Saya berjanji akan lebih berhati-hati dan tidak mengulanginya lagi."

"Saya tahu Nona hanya bergurau, dan saya pun mengerti itu. Namun, Tuan Arga tidak menyukainya."

Tuan Arga? Itu pasti ayahnya Tuan Kecil. Haduh bagaimana ini?

"Sekali lagi saya minta ma'af." Amira menunduk dalam.

"Jadikan ini pelajaran. Sekarang Nona Amira silahkan kembali beraktivitas."

"Baik Pak, terimakasih atas kebijaksanaannya."

Amira pun keluar dari ruangan Pak Genta sembari menepuk-nepuk dahinya, ingin menghilangkan rasa malu yang membakar di wajah. Saat matanya menyapu sekeliling, ternyata banyak pasang mata menghujam dirinya dalam beragam ekspresi.

.

.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Cicih Sophiana

Cicih Sophiana

wkwkwk knp walid Mira...
nanti ni kah batin loh🤭😁

2025-06-21

1

Rere 💫

Rere 💫

Kena kan wkwkw mana Walid lagi /Grin//Facepalm/

2025-05-05

1

nowitsrain

nowitsrain

🙈🙈 Tuan muda itu, main asal kasih nama aja.

2025-05-05

1

lihat semua
Episodes
1 Awal Mula
2 Keputusan Berani Yang Diambil Amira
3 Interview
4 Mendapat Teguran
5 Ada-ada Aja
6 Sebuah Hukuman
7 Kondisi Rumah Ardi Setelah Ditinggal Amira
8 Calon Mantu Keluarga Ardi
9 Hiling Dulu
10 Ternyata
11 Pecat Saja Dia
12 Pemberhentian Kerja
13 Naik Jabatan?
14 Seperti Tidak Asing
15 Jangan Bergosip!
16 Nama Tuan Kecil
17 Benda Jatuh Yang Terabaikan
18 Salah Lagi Aja
19 Arga dan Amira Ketika Hanya Berdua
20 Ternyata Begitu
21 Arga Kasih Tahu Sesuatu
22 Flashback
23 Usaha Gladys Mengubah Cara Berfikir Amira
24 Kepergian Gladys
25 Arga Mulai Mantau Amira
26 Waktu Ardi Selingkuh
27 Takdir Tuhan Lebih Dulu Datang
28 Flashback Berakhir
29 Tamu Agung
30 Yuhuuuu, Coba Bawa Buku Catatan Amira Kesini
31 Satu Persatu
32 Ibu
33 Berterima Kasihlah Dengan Benar
34 Draft
35 Amira Tercekat
36 Ada Apa Lagi Nih?
37 Sedang Uji Perasaan
38 Beraninya Kamu
39 Tugas Berat
40 Usaha Gladys Gagal
41 Buana Dan Gladys Kerjasama
42 Amira Mau Ngomong
43 Informasi Dari Amira
44 Tidak Sampai Hati Menolak Lamarannya
45 Pesta Pernikahan
46 Kongko Malam
47 Tidak Ada Yang Luput
48 Apakah Suamiku Orang Jahat?
49 Sedikit Demi Sedikit, Amira Tahu
50 Cerita Mia
51 Hukuman Untuk Amira
52 Mau Pergi Periksa
53 Pesan Suara
54 Kabar Terbaru Arga
55 Mas, Ini Aku Amira!
56 Mulai Pengobatan
57 Pergerakan Amira
58 Ketemu Titik Terang
59 Situasi Genting
60 Pengorbanan Berakhir
61 Menuju Akhir
62 Akhir Cerita
Episodes

Updated 62 Episodes

1
Awal Mula
2
Keputusan Berani Yang Diambil Amira
3
Interview
4
Mendapat Teguran
5
Ada-ada Aja
6
Sebuah Hukuman
7
Kondisi Rumah Ardi Setelah Ditinggal Amira
8
Calon Mantu Keluarga Ardi
9
Hiling Dulu
10
Ternyata
11
Pecat Saja Dia
12
Pemberhentian Kerja
13
Naik Jabatan?
14
Seperti Tidak Asing
15
Jangan Bergosip!
16
Nama Tuan Kecil
17
Benda Jatuh Yang Terabaikan
18
Salah Lagi Aja
19
Arga dan Amira Ketika Hanya Berdua
20
Ternyata Begitu
21
Arga Kasih Tahu Sesuatu
22
Flashback
23
Usaha Gladys Mengubah Cara Berfikir Amira
24
Kepergian Gladys
25
Arga Mulai Mantau Amira
26
Waktu Ardi Selingkuh
27
Takdir Tuhan Lebih Dulu Datang
28
Flashback Berakhir
29
Tamu Agung
30
Yuhuuuu, Coba Bawa Buku Catatan Amira Kesini
31
Satu Persatu
32
Ibu
33
Berterima Kasihlah Dengan Benar
34
Draft
35
Amira Tercekat
36
Ada Apa Lagi Nih?
37
Sedang Uji Perasaan
38
Beraninya Kamu
39
Tugas Berat
40
Usaha Gladys Gagal
41
Buana Dan Gladys Kerjasama
42
Amira Mau Ngomong
43
Informasi Dari Amira
44
Tidak Sampai Hati Menolak Lamarannya
45
Pesta Pernikahan
46
Kongko Malam
47
Tidak Ada Yang Luput
48
Apakah Suamiku Orang Jahat?
49
Sedikit Demi Sedikit, Amira Tahu
50
Cerita Mia
51
Hukuman Untuk Amira
52
Mau Pergi Periksa
53
Pesan Suara
54
Kabar Terbaru Arga
55
Mas, Ini Aku Amira!
56
Mulai Pengobatan
57
Pergerakan Amira
58
Ketemu Titik Terang
59
Situasi Genting
60
Pengorbanan Berakhir
61
Menuju Akhir
62
Akhir Cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!