Lisa sibuk bekerja di ruang administrasi dengan perasaan tak nyaman. Masih kepikiran dengan insiden kopi tadi pagi. Makin tak nyaman karena Laura–sekretaris Pak David bolak balik meneleponnya hanya untuk mengantarkan berkas ke ruangan direktur utama. Membuat Lisa beberapa kali harus bertatap muka dengan bos besar perusahaan itu.
Lisa awalnya hanya merasa kalau dirinya terlalu over thinking mengenai efek pelet yang salah nyasar targetnya. Namun, cara sang direktur utama melihatnya saat ia mengantar berkas, menunjukkan kalau pelet sukmo kenongo milik Nyi Sekar tetap bekerja meskipun tidak ditujukan pada orang tersebut.
Tentu saja hal itu membuat Lisa semakin gelisah dan merasa was-was. Suasana kantor yang seharusnya nyaman dan menyenangkan pun dirasa Lisa menyiksa. Ia ingin hari segera berakhir, hingga ia bisa menenggelamkan dirinya di tumpukan bantal sambil meluapkan sedih dan kecewa.
Bagaimana tidak sedih dan kecewa? Seharian penuh Reza tidak membalas pesannya, juga tidak mau mengangkat telepon sama sekali. Memang benar kalau Reza sedang ada site visit hari ini, tapi masa iya tidak ada waktu semenit saja untuk menyapanya balik? Masa iya tidak ada waktu istirahat sedikit pun?
Apa sudah sebeku itu hubungan mereka hingga Lisa diabaikan begitu rupa? Bukankah seharusnya Reza bicara kalau tidak lagi menginginkan ikatan mereka berlanjut? Ia pun pasti bisa menjelaskan duduk perkaranya pada orang tua jika Reza memang ingin berpisah.
Lisa merasa sangat frustasi memikirkan hal itu, hingga saat jam pulang kantor tiba, ia tanpa basa-basi lagi langsung ngeloyor menuju lift, mendahului seluruh pegawai yang ada di perusahaan.
Begitu pintu lift terbuka, Lisa langsung masuk tanpa memperdulikan siapa yang ada di dalam. Lagi pula itu lift karyawan, dan mustahil para bos keluar kantor jam segini. Mereka orang sibuk, selalu molor jam kerjanya, dan pulang lebih lambat dari karyawan biasa seperti Lisa.
“Lisa?!”
Kontan saja Lisa langsung menoleh setelah selesai menekan tombol lantai yang diinginkannya. Ia kaget setengah mampus saat menyadari yang ada di belakangnya adalah orang yang sedang ingin dihindarinya.
“Eh … se-selamat sore, Pak!”
Berdua di dalam lift dengan direktur utama perusahaan harusnya tidak masalah. Lisa tinggal menjaga sopan santun dan etika saat diajak bicara. Lagi pula ia tidak korupsi waktu, ia pulang tepat jam kantor berakhir.
“Mau pulang?” David mengeluh dalam hati. Ini adalah jam bubaran kantor, jadi pertanyaan macam apa itu tadi? Ia yang sedari siang merasa kepikiran dengan pegawai administrasi satu ini sebentar-sebentar jadi melihat CCTV untuk mengintip kegiatan Lisa.
David menyadari satu hal, bahwa Lisa juga sedang gelisah. Wajahnya tampak muram setiap kali habis mengecek gawai. Sepertinya Lisa sedang menunggu kabar dari seseorang atau memang ingin jam kerja segera berakhir.
David juga melihat Lisa sudah membereskan semua pekerjaan dan mematikan komputer lima menit sebelum jam kerja selesai. Lisa bahkan sudah mencangklong tasnya sebelum bel berbunyi, sehingga David sengaja pulang lebih awal dan bertaruh soal keberuntungan akan bertemu Lisa di lobi. Siapa sangka malah mereka terjebak dalam satu lift?
“Mau pulang, Lisa?” tanya David sekali lagi karena Lisa hanya mengangguk samar.
“Iya, Pak!” jawab Lisa garing. Senyumnya pun sangat kaku dan tidak natural saat diulas.
“Kamu suka jazz tidak?” tanya David tiba-tiba. Ia lalu nyengir sambil menggaruk kepalanya. Astaga, apa tidak ada hal lain yang terbersit di kepalanya selain pertanyaan itu?
Lisa ikut nyengir, bingung mau jawab apa. “Jazz? Musik apa mobil yang dimaksud bapak?”
“Musik. Akhir pekan ini ada konser jazz, dan saya punya dua tiket VIP. Apa kamu tertarik untuk pergi menonton konser itu … bersama saya?” David sebenarnya kikuk, tapi tetap bisa menjaga wibawanya dengan bersikap formal.
Lisa berusaha kuat untuk menatap mata sekaligus melihat ekspresi serius bosnya. Ia tak ingin menjawab, tapi berdoa agar lift segera terbuka sehingga bisa kabur dari awkward moment tersebut.
“Ehm, saya belum tahu, Pak! Soalnya…,” Lisa menjeda kalimat sejenak, memikirkan alasan untuk menolak ide nonton bersama bos besar.
Akan tetapi, David segera membuat keputusan penting di saat yang tepat. Seperti ciri khasnya ketika sedang bekerja. “Oke, fix ya, Lisa? Nanti malem tiketnya saya kirim via email.”
“Ta-tapi, Pak?” protes Lisa gugup, speechless sekaligus jengkel. “Tapi saya belum bilang mau, Pak!”
“Pakai outfit yang nyaman, Lisa! Acaranya sekitar dua jam. Saya sendiri suka wanita dengan tampilan classy, tapi kalau kamu mau tampil beda silahkan, yang penting elegan! By the way konser jazz ini lumayan penting untuk saya, karena berhubungan dengan relasi bisnis perusahaan kita!”
“Baik, Pak!” kata Lisa pasrah. Ia tak mungkin bisa menolak karena acara nonton konser jazz bersama bos ternyata bagian dari pekerjaan. Walaupun Lisa sendiri merasa sangsi.
Bersamaan dengan jawaban Lisa, pintu lift terbuka. David keluar lebih dulu dengan langkah panjang-panjang. Tapi sebelum itu, si direktur utama perusahaan menyempatkan tersenyum pada Lisa. Tipis, tapi manis.
“Mati aku,” gumam Lisa dengan wajah memerah. Tanpa sadar, ia membalas dengan tersenyum tulus pada bosnya.
Kemudian, dengan penuh kegusaran, Lisa menghubungi Nina dengan ponselnya, dan menunggu sahabatnya itu di dekat lobi selama beberapa menit.
Nina langsung menghampiri saat melihat Lisa yang berdiri mondar-mandir seperti orang stress. “Ada apa?”
Lisa menceritakan semua obrolannya dengan si bos tanpa ditambah atau dikurangi. “Gimana ini, Nin?”
Bukannya bersimpati, Nina serta merta ngakak mendengar berita panas itu. “Jazz VIP? Selera kencannya oke banget nggak sih Pak David ini? Ternyata … efek air pemikat dari Nyi Sekar beneran ampuh ya, Lis? Nggak bayangin kalau Reza yang minum, pasti udah nempelin kamu kemana-mana!”
“Nin, ini masalah gawat banget loh, tapi kamu malah ketawa-ketawa nggak jelas? Bangke lah!” umpat Lisa kesal.
“Iya, iya sorry.” sahut Nina cepat.
“Pak David ngajak aku kencan itu bukan karena cinta, dia itu nggak sadar kalau lagi kena pelet! Aku nggak mau ini berlanjut, Nin! Tolong buatkan janji dengan Nyi Sekar! Aku izin nggak masuk kerja nggak papa deh, yang penting masalah ini cepat kelar!”
Melihat raut Lisa yang semakin suram dan runyam, Nina menahan ketawanya. Tapi ia tak bisa untuk tidak memprovokasi sahabatnya itu. “Jangan-jangan abis nonton jazz, kamu diajak dinner, trus dilamar, Lis!”
“Nina!” bentak Lisa dengan suara tertahan. Matanya sampai berkaca-kaca saking jengkelnya. “Please jangan ngaco! Aku bener-bener takut, Nin. Takut masalah ini membesar dan membuat Reza makin ilfeel sama aku!”
Bersambung,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
𝐕⃝⃟🏴☠️𝐀⃝🥀ɴᴏνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐
Jangan jangan.. 🤔 mas Rezanya juga udah kena pelet toge pasar 🤔
2025-05-04
6
Bunda ammar🥰🥰
wkwkkw lumayan nih buat para jomblo yg pernah di tolak kayanya nyi sekar solusinya ya...ampuhhh bnerrr🤗🤗🤗
2025-05-04
3
𝐋α 𝐒єησяιтα🇵🇸🇮🇩
wkwkwkwk umur tak bisa membohongi yak, cara David ngetreat, ngomong sama Liss juga udah berbeda, old kituu wkwkwkwk.
Lis, semangat berjuang menghindari David, dan semangat memperjuangkan Reza yak
2025-05-04
3