"Yuna, mau makan siang bareng, gak?" ajak rekan kerja Yuna sesama staff perusahaan.
"Boleh," jawab Yuna sambil menghentikan pekerjaannya.
"Tapi kali ini kita mau makan di Restoran Zuji, katanya Pak Bos mau mentraktir kita makan," bisik teman yang lain.
"Beneran? Kalau ditraktir aku lebih tidak akan menolak," Yuna terkekeh diikuti dengan gelak tawa teman-temannya.
"Kalian semua, hari ini karena adalah hari spesial saya, jadi kalian saya traktir makan siang di luar, ada yang mau ikut? Yuna, kamu ikut juga, ya." Seorang manajer perusahaan pun menyapa di bagian staff pemasaran di mana Yuna berada.
"Wah, Pak Rangga baik sekali, ngomong-ngomong hari spesial apakah sampai mau mentraktir kita semua?" Salah satu staff bertanya dengan mata yang berbinar melihat kewibawaan Rangga.
"Hari ini merupakan hari jadi saya, saya ingin merayakannya bersama kalian, tentunya dengan Yuna juga." Ia pun melirik dan tersenyum ke arah Yuna. Dalam waktu yang sama sudah dua kali dia menyebut nama Yuna. Namun, Yuna bahkan sama sekali tak menggubrisnya, ia tahu, pria bernama Rangga ini selalu berusaha untuk mendekatinya, tapi sayangnya Yuna sama sekali tak tertarik.
"Yuna, Pak Rangga memberimu kode, tuh. Kamu kok diam saja?" sahut teman Yuna.
"Ah, kita kan semua rekan kerja, kalau memang kalian semua pergi saya juga pastinya pergi, tapi, Pak. Inikan hari ulang tahun Anda, apakah layak jika Anda yang keluar uang, seharusnya kan kita yang memberikan Anda hadiah," jawab Yuna dengan raut wajah yang kecut.
"Tidak apa-apa, saya juga tidak butuh hadiah saat ini, bisa merayakannya bersama kalian, saya juga senang," kata Rangga sambil tersenyum menatap Yuna, sama sekali tak berniat untuk mengalihkan pandangannya dari wanita itu, wanita yang sudah bersuami.
"Ah, Pak Rangga baik sekali." Wanita yang lain tampak luluh pada Rangga.
"Ck, pria ini pasti hanya ingin cari alasan agar ingin menunjukkan kekuasaannya padamu," bisik Sani sahabat dekat Yuna.
"Hush, jangan ngomong sembarangan di depan dia, kau mau dia mendengar dan memberimu hukuman?" tegur Yuna sambil menyikut tangan Sani.
"Kalau begitu ayo kita pergi, di luar sudah saya sediakan beberapa mobil, kita berangkat bersama-sama, tadi juga sudah izin pada Pak Bimo dan beliau mengizinkan."
"Yey, hari ini kita makan enak," sahut mereka gembira dan mereka pun keluar dari perusahaan.
Namun, saat Yuna keluar, ia melihat Samuel yang sedang menunggu di sana. "Samuel, sedang apa dia di sini?" gumam Yuna.
"Sepertinya dia menunggumu, Yuna," bisik Sani.
"Kamu pergilah terlebih dahulu, aku ingin menghampirinya sebentar," kata Yuna sambil melangkah pergi mendekati suaminya.
"Sam, kamu kenapa bisa ada di sini?" tanya Yuna.
"Aku menunggumu. Makan siang sama aku mau tidak? Sudah lama kan kita tidak makan diluar." Samuel tersenyum cerah, kini ia tidak perlu takut lagi kehabisan uang, waktunya memberikan apa yang diinginkan oleh istrinya itu.
"Kamu punya uangnya? Daripada menghabiskan uang makan di luar, lebih baik kamu gunakan untuk yang bermanfaat saja." Yuna menolak. Ia selalu memiliki pola pikir yang seperti itu, kehidupan mereka sangat pas-pasan, sebisa mungkin uang yang keuar harus untuk sesuatu yang lebih berguna. Untuk apa makan diluar jika masih bisa makan dirumah.
"Kamu tidak perlu pusingkan soal uangnya, aku ada uang lebih, sudah lama aku tidak memgajakmu makan diluar, sekali-sekali tidak apa, kan?" jawab Samuel.
"Ya, Yuna. Kenapa masih belum masuk ke mobil? Kita sudah mau berangkat, semua orang sedang menunggu." Rangga datang menghampiri mereka.
"Hm, maaf, Pak. Saya akan segera ke sana."
"Sam, kamu pulang saja, ya. lebih baik simpan uangnya untuk tabungan, jangan habiskan begitu saja, nanti kita juga yang susah kalau sedang perlu uang," lanjut Yuna sambil menatap Samuel.
"Kamu bukannya suami Yuna, ya? Sudah lama tidak pernah melihatmu datang ke sini, apa kamu masih memakai motor listrik ini? Kamu masih belum sanggup beli mobil? setidaknya janganlah membuat Yuna kepanasan saat kalian jalan berdua," tukas Rangga dengan nada sindir.
"Itu bukan urusanmu," timpal Samuel tak peduli.
"Sam, jangan tidak sopan, dia bosku," bisik Yuna tak enak hati.
"Pak, maafkan Samuel ya, dia tidak bermaksud, kok." Yuna berpindah menatap Rangga memohon pengampunan untuk suaminya.
Karena aku memandangmu, maka aku tidak akan mempermasalahkannya. Ayo, kita berangkat, kasian yang lain menunggu lama," ajak Rangga. Dan Yuna mengangguk.
"Tidak bisa, Yuna akan makan denganku, mau pergi silahkan, tapi tidak dengan Yuna," cegah Samuel dengan sigap menarik pergelangan tangan Yuna.
"Sam, please." Yuna mengerutkan alis, berharap agar Samuel jangan mencari masalah dengan bosnya, jika tidak, pekerjaan dia sekarang bisa menjadi taruhannya.
"Oh, mau makan juga? Kalau begitu makan bersama kami saja, tidak ada salahnya, kan? Lebih ramai akan lebih baik, bukan begitu, Yuna?" Rangga pun semakin memancing.
"Ah, tapi apa boleh, Pak? Samuel kan bukan karyawan perusahaan, bagaimana jika teman-teman yang lain tidak suka dan protes?" Yuna semakin merasa tak enak hati.
"Why? Kenapa mereka harus protes? Bukankah aku yang akan mentraktir? Mereka tidak berhak protes, bukan?" Dengan santainya Rangga bicara tanpa memikirkan apakah Samuel senang dengan ajakannya ataukah tidak.
"Sam, lebih baik ikut saja, ya," pinta Yuna sedikit berbisik.
Samuel melirik tajam ke arah Rangga, sebenarnya tidak terima, tetapi ia tidak tega melihat istrinya yang tertekan seperti itu.
"Kenapa? Apakah merasa tidak enak hati? Ataukah takut bersaing dengan orang yang lebih baik diatasmu?" ledek Rangga.
Samuel menyunggingkan bibir merasa geli dengan wajah munafik Rangga, lalu berkata, "Kau tidak pantas menjadi sainganku." Lalu ia pun menarik Yuna masuk ke dalam mobil di mana mereka akan berangkat ke restoran yang dituju, meninggalkan Rangga yang masih mematung di tempatnya.
"Sial, si miskin yang tak tahu diri, beraninya bersikap tak sopan, lihat saja bagaimana aku memberikanmu pelajaran," gumam Rangga sembari mengepalkan tangan dan menggertakkan gigi begitu geram.
~~
Setibanya mereka di sebuah restoran mewah, masing-masing saling memesan makanan yang mereka inginkan.
"Perhatian-perhatian, hari ini adalah kebebasan kalian, kalian bebas memesan apa saja, pesan apa pun yang kalian mau, aku akan membayar semuanya," ucap Rangga dengan suara lantang membanggakan diri, lalu melirik ke arah Samuel seakan mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang tak boleh diprovokasi.
Samuel tak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Rangga, ia masih fokus menatap buku pesanan memilah apa yang ingin ia pesan.
"Oh, ya. Kecuali satu orang, karena dia adalah seorang lelaki, aku takut ia merasa direndahkan karena aku membayarkan makanannya, jadi kuberi kesempatan padanya untuk membayar makananya sendiri." Sambil tersenyum penuh ledekan terhadap Samuel.
Seketika semuanya menatap Samuel secara bersamaan, hal itu tentu saja membuat Yuna merasa kurang suka dengan tatapan mereka, apalagi mengenai ucapan Rangga barusan. Rangga sudah berjanji akan mentraktir mereka semua termasuk Samuel, sekarang malah mengatakan tidak ingin traktir, bukankah itu adalah pelanggaran janji? Jika tahu begitu, Yuna tak akan membiarkan Samuel ikut, makanan di restoran itu tentunya sangat mahal, ia pikir di mana Samuel akan mendapatkan uang untuk bayar makanan tersebut?
Samuel menatap lekat ke arah netra Yuna, terlihat sebuah kekhawatiran di mata itu, Samuel menghela napas dalam lalu meraih tangan Yuna dengan lembut, sembari berkata, "Jangan khawatir, ini bukan masalah besar." Sangat terasa telapak tangan Yuna berkeringat karena terlalu gugup, jika Samuel tak mampu membayar tagihan makanan, bukankah itu akan mempermalukan Samuel di depan semua rekan kerjanya?
Saat semua makanan tiba, mereka manyantapnya dengan lahap, setelah selesai pun, mereka tampak begitu senang dapat menikmati makanan mewah yang sangat jarang bisa mereka cicip.
"Tuan, ini tagihannya, silahkan pilih metode pembayarannya, bisa trandsfer atau menggunakan kartu Anda langsung." Salah satu pelayan menghampiri Rangga dengan sebuah kertas berisikan jumlah tagihan yang harus dibayar oleh Rangga.
Rangga melihatnya, masih dengan raut wajah yang begitu menyombongkan diri. Saat kertas itu tepat di depan matanya, mata itu pun terbelalak lebar membentuk bulan sempurna.
"Apa ini tidak salah? Bukankah hanya ada sedikit makanan yang mereka pesan? Dan juga, makanan yang dipesan oleh pria itu, tidak termasuk dalam tagihanku, kenapa bisa sebanyak ini?" protes Rangga yang tak menyangka dengan jumlah tagihannya.
"Maaf, Tuan. Ini benar-benar jumlah yang memang harus Anda bayar, kami tidak memasukkan pesanan pria itu ke dalam pesanan Anda, pesanan beliau dihitung dalam bill yang terpisah," jawab sang pelayan dengan sopan.
"Tapi jumlahnya tidak masuk akal, mana ada makanan sampai segini jumlahnya." Rangga masih tak menyerah.
"Sebenarnya yang memberatkan tagihannya bukan dari makanan, Tuan. Tapi dari sebotol wine edisi terbatas yang ada di tempat kami, total wine yang mereka pesan ada 12 botol, sementara perbotolnya seharga 80 Juta, total keseluruhan harga winenya adalah 960 Juta ditambah semua makanan yang mereka pesan adalah makanan terbaik di restoran kami, berjumlah 50 Juta, jadi keseluruhannya berjumlah 1 Milliar 10 Juta, Anda bisa searching sendiri jika tak percaya dengan harga wine tersebut," ucap pelayan itu menjelaskan, tanpa mengurangi kesopanannya sedikit pun.
Rangga memijit alisnya kebingungan dan pusing, bagaimana ia harus membayarnya? Satu Milliar sama saja membuatnya bangkrut dalam sehari, bahkan tabungan dikartunya saja tidak cukup, tapi jika ia jujur bahwa tak sanggup bayar, bukankah itu sama saja mempermalukan diri sendiri di hadapan mereka semua? Terutama di hadapan Yuna dan Samuel, apalagi dari tadi ia selalu menyombongkan diri begitu bangga, sekarang ia bagaikan kotoran hewan yang diinjak, tidak dapat bangun lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Nina Nina
suka banget,,,,,
2022-12-26
0
dian
mahal ye Thor,,,,gila..gak bisa mkan aku klw Uda semahal it..🤣🤣🤣🤣
2022-12-01
1
Rajo kaciak
mampus kamu
2022-06-05
0