bab 3 Menemukan Sebuah Harapan

Pagi itu, suasana di rumah keluarga Mahesa terasa lebih sunyi dari biasanya. Gaby berdiri di depan cermin, sambil mengenakan blezer. Wajahnya terlihat sedikit lelah, tapi tatapan matanya tetap tegas. Hari ini ia harus berangkat lebih pagi ke kantor. Mau tak mau, setelah kecelakaan yang menimpa Leon, kini Gaby yang harus turun tangan langsung mengurus perusahaan.

Dengan napas berat, Gaby akhirnya melangkah keluar rumah. Ia menyempatkan diri menengok sebentar ke arah kamar Leon yang pintunya tertutup rapat. "Bertahanlah, Leon," gumamnya pelan sebelum akhirnya bergegas menuju mobil.

Sesampainya di kantor, Gaby langsung disambut oleh Rafael, asisten kepercayaan Leon. "Selamat pagi, Nyonya Gaby," sapa Rafa sopan sambil berjalan mendekat.

"Pagi, Rafa. Bagaimana persiapan rapatnya?" tanya Gaby, sambil mempercepat langkahnya menuju lift.

"Semua manajer sudah berkumpul di ruang meeting, Nyonya. Mereka menunggu kedatangan Anda," lapor Rafa cepat.

Gaby mengangguk, lalu mereka berdua masuk ke dalam lift. Begitu pintu lift tertutup, Rafa tampak ragu sejenak sebelum akhirnya membuka pembicaraan.

"Beberapa hari yang lalu saya sempat menghubungi Tuan Leon Nyonya. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan," ujar Rafa perlahan, menahan nada suaranya agar terdengar sopan.

Gaby menoleh, menatap Rafa dengan serius. "Leon tidak membalas teleponmu?"

Rafa menggeleng pelan. "Tidak, Nyonya. Seperti yang sudah Anda sampaikan, kondisi Tuan Leon memang belum stabil. Saya juga mendengar tentang kejadian dengan perawat yang baru."

Gabriel menghela napas panjang. "Ya, benar. Setelah kecelakaan itu, emosinya semakin tidak terkendali. Bahkan perawat yang terakhir, suster Mery, baru sehari bekerja sudah diperlakukan kasar oleh Leon. Belum lagi, Clarissa memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Itu makin memperburuk keadaannya."

Rafa mengangguk penuh pengertian. Ia sempat ragu, namun akhirnya memberanikan diri menyampaikan apa yang menjadi kegelisahannya.

"Sebenarnya, Nyonya, selain masalah perusahaan... ada satu hal lagi yang ingin saya sampaikan."

Gaby menatap Rafael dengan penuh perhatian. "Apa itu, Rafa? Katakan saja."

Rafa tampak ragu-ragu, namun akhirnya berkata, "Beberapa malam lalu, saya tidak sengaja melihat Nona Clarissa... sedang makan malam berdua dengan Tuan davin."

Gaby langsung terbelalak mendengar ucapan itu. "Apa?!" serunya setengah berbisik. Matanya membulat tidak percaya.

Bagaimana mungkin secepat itu Clarissa sudah bersama pria lain? Terlebih lagi, Davin. Pria yang kini bersama Clarissa, adalah musuh Leon.

Gaby masih ingin bertanya lebih lanjut, namun saat itu juga pintu lift terbuka, menandakan mereka sudah sampai di lantai ruang rapat.

"Kita bicarakan lagi nanti," kata Gaby cepat, sambil melangkah keluar dari lift, diikuti Rafa.

Mereka berjalan cepat menuju ruang meeting, di mana semua manajer sudah duduk rapi menunggu. Saat Gaby memasuki ruangan, semua mata tertuju padanya. Gaby berusaha mengesampingkan pikirannya tentang Clarissa dan Davin dan memfokuskan diri pada tugasnya hari ini.

Meeting pun berjalan lancar. Gaby memimpin diskusi dengan penuh ketegasan, mendengarkan satu per satu laporan dari para manajer mengenai kemunduran yang terjadi selama sebulan terakhir. Ia juga dengan cekatan mengajukan solusi dan strategi baru untuk membangkitkan kembali performa perusahaan.

Di dalam hatinya, Gaby bersyukur karena setidaknya rapat hari ini berjalan lebih baik dari yang ia bayangkan. Tapi, pikiran tentang Clarissa dan Davin masih mengganggunya... dan ia tahu, cepat atau lambat, hal itu akan membawa masalah baru bagi Leon yang sedang terluka.

 ---

Setelah rapat selesai, Gaby memutuskan untuk langsung menuju rumah sakit. Hari ini adalah jadwal pemeriksaan rutin Leon, sesuatu yang sudah direncanakan sejak minggu lalu. Meski lelah setelah rapat panjang, Gaby tetap bersemangat. Ia berharap ada kemajuan dalam kondisi putranya.

Namun, begitu baru saja tiba di parkiran rumah sakit, ponsel Gaby berdering. Tertera nama "Bibi Eli" di layar.

Gaby segera mengangkat telepon itu. "Halo, Bibi Eli?" sapanya.

Dari seberang, terdengar suara Bibi Eli yang terdengar cemas. "Nyonya Gaby.. maaf mengganggu. Tapi saya harus memberitahu, Tuan Leon menolak untuk datang ke rumah sakit. Dia... dia menolak keras pemeriksaan hari ini."

Gaby terdiam sejenak, hatinya terasa berat. "Tapi bukankah kita sudah sepakat bertemu di rumah sakit hari ini?" tanyanya, berusaha tetap tenang.

"Iya, nyonya. Tapi Tuan Leon benar-benar tidak mau. Dia bahkan mengunci diri di kamar dan tidak mau bicara dengan siapa pun," jawab Bibi Eli dengan suara penuh kekhawatiran.

Gaby menghela napas panjang. Ia memutuskan untuk duduk di kursi koridor rumah sakit, mencoba menenangkan pikirannya. Matanya menerawang jauh, pikirannya dipenuhi kekhawatiran dan kelelahan.

"Apa lagi yang harus aku lakukan untuk membuat Leon mau berjuang untuk dirinya sendiri?" pikir Gaby lirih dalam hati. Meskipun lelah dan hatinya nyaris putus asa, Gaby menolak menyerah. Leon adalah putranya. Dan ia bertekad akan melakukan apa pun agar Leon bisa sembuh.

Saat ia tenggelam dalam lamunannya, suara gaduh kecil dari ujung koridor menarik perhatian Gaby. Ia menoleh dan melihat seorang gadis muda berpakaian perawat sedang berusaha menyuapi seorang pasien lansia yang tampak keras kepala.

Pasien itu menggeleng keras, menolak suapan yang diberikan. Bahkan sebagian makanan sampai tercecer di lantai.

Namun, gadis itu tetap sabar. Senyum lembut tak pernah lepas dari wajahnya. Dengan sabar, ia membersihkan makanan yang tumpah, lalu kembali mencoba menyuapi pasien tersebut.

"Ayo, Pak. Sedikit saja makannya, ya? Kalau Bapak tidak makan, Bapak nggak akan cepat sembuh," ucap gadis itu dengan suara lembut, penuh kesabaran.

Si pasien tetap membuang muka, menolak makan.

Gadis itu tertawa kecil, lalu melanjutkan, "Kan Bapak sendiri yang bilang bosan terus-terusan di rumah sakit? Kalau Bapak mau cepat pulang, ya harus mau makan, lalu minum obat. Setuju, ya?"

Pasien itu mendengus kecil, namun kali ini, saat sendok kembali diarahkan ke mulutnya, ia akhirnya membuka mulut, meski dengan malas.

Gaby yang memperhatikan dari kejauhan, tanpa sadar tersenyum kecil. Ada ketulusan dan keteguhan yang terpancar dari gadis itu, sesuatu yang jarang ia lihat belakangan ini di antara perawat-perawat lain.

Saat gadis itu menoleh, mata mereka bertemu. Sang gadis melemparkan senyum hangat ke arahnya, dan Gaby pun membalas dengan anggukan kecil.

Di dalam hatinya, Gaby mulai membentuk sebuah pemikiran: "Andai gadis itu mau menjadi perawat untuk Leon, mungkin dia bisa membuat putraku berubah pikiran."

Sementara itu, si pasien kembali berulah, kali ini mencoba menjatuhkan sendok. Namun gadis itu dengan cekatan menangkap sendok tersebut sebelum jatuh ke lantai.

"Nah, Bapak ini... Kalau begini terus, nanti tambah lama di rumah sakit, loh!" celetuk gadis itu sambil tertawa kecil. "Bapak harus kuat, ya. Kita sepakat, habis makan langsung minum obat, terus cepat pulang! Setuju?"

Pasien itu akhirnya mengangguk pasrah, membuat gadis itu tersenyum puas.

Setelah sesi makan selesai, gadis itu membantu pasien kembali ke dalam kamar. Ia merapikan meja kecil yang berantakan, lalu berjalan keluar dari ruang rawat, tampak akan kembali ke ruang perawat.

Gaby yang sedari tadi memperhatikan, segera berdiri dan tanpa berpikir panjang, ia menyusul gadis itu.

"Aku harus bicara dengannya," pikir Gaby mantap. "Aku harus minta dia merawat Leon."

Ada harapan baru yang mulai tumbuh di hati Gaby saat ia mempercepat langkahnya, mengejar sosok perawat muda itu yang berjalan santai di depan matanya.

Episodes
1 bab 1 Luka Yang Bertambah
2 Bab 2 Dinding Keputusasaan
3 bab 3 Menemukan Sebuah Harapan
4 Bab 4 Menerima Tawaran
5 Bab 5 Awal Perjalanan Baru
6 Bab 6 Pertama Kali Merawat Tuan Muda
7 Bab 7 Gaya yang Norak
8 Bab 8 Memakai kan Pakaian
9 Bab 9 Selamat Malam
10 Bab 10 Pergi ke Taman
11 Bab 11 Membelikan Baju
12 Bab 12 Membawa pesanan
13 Bab 13 Marah
14 Bab 14 Tidak Akan Pergi
15 Bab 15 Mulai Bangkit
16 Bab 16 Maaf yang Terucap
17 Bab 17 Kembali Memulai
18 Bab 18 Kembali
19 Bab 19 Biarkan Saja
20 Bab 20 Kepikiran
21 Bab 21 Perasaan yang Tak Biasa
22 Bab 22 Tidak Terima
23 Bab 23 Penasaran
24 Bab 24 Pembelaan
25 Bab 25 Gara-gara Bersin
26 Bab 26 Ada Rasa Manis-manisnya
27 Bab 27 Pemberi Harapan Palsu
28 Bab 28 Tertawa Bersama
29 Bab 29 Ancaman
30 Bab 30 Penyelamatan
31 Bab 31 Dekapan Hangat
32 Bab 32 Diusir
33 Bab 33 Firasat
34 34 Kabar Buruk
35 Bab 35 Perpisahan yang Tak Diinginkan
36 Bab 36 Tetap Tegar
37 Bab 37 Tidak Sesuai Rencana
38 Bab 38 Sakitnya Disini
39 Bab 39 Persyaratan
40 Bab 40 persiapan
41 41 Fitting
42 Bab 42 Kembali Membuat Rencana
43 Bab 43 Pagi Yang tak Biasa
44 Bab 44 Dirumah pun Bisa
45 Bab 45 Alamat Palsu
46 Bab 46 Gugup
47 Bab 47 Menyatakan Cinta
48 Bab 48 Tidak Diizinkan Masuk
49 Bab 49 Awal yang Baru
50 Bab 50 Mandi Bersama
51 Bab 51 Kekanak-kanakan
52 Bab 52 Berteman
53 Bab 53 Tidak Boleh
54 Bab 54 Sepasang Mata
55 Bab 55 Terpesona
56 Bab 56 Berbagai Rasa
57 Bab 57 Terapi
58 Bab 58 khawatir
59 Bab 59 Hanya Dengan Senyuman
60 Bab 60 Sudah Tidak Berguna
61 Bab 61 Ingin Merebut
62 Bab 62 Memilih Parfum
63 Bab 63 Masih Ingat
64 Bab 64 Kembali Bertemu
65 Bab 65 Penasaran
66 Bab 66 Jatuh
67 Bab 67 Bertahan
68 Bab 68 Ambisi
Episodes

Updated 68 Episodes

1
bab 1 Luka Yang Bertambah
2
Bab 2 Dinding Keputusasaan
3
bab 3 Menemukan Sebuah Harapan
4
Bab 4 Menerima Tawaran
5
Bab 5 Awal Perjalanan Baru
6
Bab 6 Pertama Kali Merawat Tuan Muda
7
Bab 7 Gaya yang Norak
8
Bab 8 Memakai kan Pakaian
9
Bab 9 Selamat Malam
10
Bab 10 Pergi ke Taman
11
Bab 11 Membelikan Baju
12
Bab 12 Membawa pesanan
13
Bab 13 Marah
14
Bab 14 Tidak Akan Pergi
15
Bab 15 Mulai Bangkit
16
Bab 16 Maaf yang Terucap
17
Bab 17 Kembali Memulai
18
Bab 18 Kembali
19
Bab 19 Biarkan Saja
20
Bab 20 Kepikiran
21
Bab 21 Perasaan yang Tak Biasa
22
Bab 22 Tidak Terima
23
Bab 23 Penasaran
24
Bab 24 Pembelaan
25
Bab 25 Gara-gara Bersin
26
Bab 26 Ada Rasa Manis-manisnya
27
Bab 27 Pemberi Harapan Palsu
28
Bab 28 Tertawa Bersama
29
Bab 29 Ancaman
30
Bab 30 Penyelamatan
31
Bab 31 Dekapan Hangat
32
Bab 32 Diusir
33
Bab 33 Firasat
34
34 Kabar Buruk
35
Bab 35 Perpisahan yang Tak Diinginkan
36
Bab 36 Tetap Tegar
37
Bab 37 Tidak Sesuai Rencana
38
Bab 38 Sakitnya Disini
39
Bab 39 Persyaratan
40
Bab 40 persiapan
41
41 Fitting
42
Bab 42 Kembali Membuat Rencana
43
Bab 43 Pagi Yang tak Biasa
44
Bab 44 Dirumah pun Bisa
45
Bab 45 Alamat Palsu
46
Bab 46 Gugup
47
Bab 47 Menyatakan Cinta
48
Bab 48 Tidak Diizinkan Masuk
49
Bab 49 Awal yang Baru
50
Bab 50 Mandi Bersama
51
Bab 51 Kekanak-kanakan
52
Bab 52 Berteman
53
Bab 53 Tidak Boleh
54
Bab 54 Sepasang Mata
55
Bab 55 Terpesona
56
Bab 56 Berbagai Rasa
57
Bab 57 Terapi
58
Bab 58 khawatir
59
Bab 59 Hanya Dengan Senyuman
60
Bab 60 Sudah Tidak Berguna
61
Bab 61 Ingin Merebut
62
Bab 62 Memilih Parfum
63
Bab 63 Masih Ingat
64
Bab 64 Kembali Bertemu
65
Bab 65 Penasaran
66
Bab 66 Jatuh
67
Bab 67 Bertahan
68
Bab 68 Ambisi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!