"Ruby, kamu pulang ke mana?" tanya nyonya Nam tiba-tiba. Ha joon mengerang dalam hati. Ia tahu apa yang sedang direncanakan oleh ibunya itu. Pasti sang ibu akan memintanya mengantar perempuan itu. Kebanyakan tamu memang sudah berpamitan pulang.
"Di dekat Stasiun Hongik University bibi. Aku menyewa apartemen di sana." jawab Ruby sopan sambil tersenyum.
"Ah, kebetulan sekali. Ha joon juga memiliki apartemen tak jauh dari situ. Sekalian saja Ha joon yang mengantarmu pulang." seru nyonya Nam gembira. Ia sama sekali tidak melihat perubahan di wajah putranya. Kalau Ruby sih bisa lihat dengan jelas.
Gadis itu merasa tidak enak.
"Tidak usah bibi, aku bisa naik taksi kok." tolak Ruby halus.
"Tidak bisa. Kau itu anak gadis, ini sudah tengah malam. Biarkan saja Ha joon mengantarmu, kau tidak keberatan kan anakku?" nyonya Nam menatap Ha joon penuh peringatan. Mau tak mau Ha joon menganggukkan kepala. Kalau ibunya sudah begitu, ia tidak bisa melawan lagi.
"Bagaimana dengan eomma?" tanya pria itu. Seingatnya tadi ibunya bilang sopirnya sudah di suruh pulang.
"Jangan khawatir, aku bisa menelpon sopirku lagi untuk datang menjemputku. Ingat anakku, sering-seringlah berkunjung ke rumah." ujar nyonya Nam. Ha joon hanya mengangguk. Kemudian menatap sekilas ke Ruby dengan iris tajamnya.
"Ayo." ucapnya datar.
"Bibi Nam, bibi Kim, kalau begitu aku pulang ya." pamit Ruby sebelum mengekori Ha joon yang sudah berjalan keluar lebih dulu.
"Iya sayang, hati-hati yah. Jangan lupa ambil hatinya Ha joon." kata nyonya Nam sambil memainkan sebelah matanya ke Ruby. Nyonya Kim ikut tersenyum sedang Ruby malah terlihat malu. Ada-ada saja.
"Kapan kau akan bergerak dari situ?" suara khas yang terdengar tidak sabaran itu membuat Ruby buru-buru berjalan ke arahnya.
Selama perjalanan menuju lantai bawah suasana terasa begitu hening dan mencekam. Tak ada suara, dehaman atau batuk sedikit pun dari Ha joon. Ruby sendiri memilih untuk diam. Ia tidak tahu mau bicara apa. Ia hanya berdiri di belakang pria yang jauh lebih tinggi darinya itu selama mereka berada dalam lift.
"Masuk," Ha joon memberi perintah dengan nada dingin saat mereka sampai di parkiran. Mau tak mau Ruby hanya menuruti laki-laki itu.
Ruby bukanlah tipe wanita yang pendiam, jadi dia merasa sangat tidak biasa dengan keheningan yang mencekam seperti ini. Ia harus bicara. Setidaknya membuka percakapan dengan pria itu.
"Aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi di sini." gumamnya mengangkat suara. Tak ada jawaban. Ha joon hanya fokus menyetir.
"Kau banyak berubah. Kau makin tampan dengan gaya barumu." terdengar gelak tawa kecil di nada bicara Ruby. Gadis itu terkekeh pelan.
"Aku tidak menyangka seorang pria kutubuku yang tidak suka bergaul sepertimu akan menjelma seperti pangeran yang membuat banyak wanita bisa tergila-gi aahh!"
Mobil itu berhenti mendadak. Membuat Ruby kaget dan menatap Ha joon dengan mata membulat besar. Ia kesal, ingin marah, ingin berteriak, ingin memaki, tapi tidak memiliki keberanian dan langsung berubah ciut saat tatapannya bertemu dengan tatapan tajam mengintimidasi milik Ha joon. Pria ini menggenggam stir kuat-kuat.
"Hentikan ocehan murahanmu itu, aku tidak ingin bicara dengan gadis munafik sepertimu. Jangan bersikap seolah-olah kita berdua akrab, apalagi di depan ibuku." kata Ha joon dingin. Ruby tercenung.
"Apa karena kejadian dulu? Kau masih membenciku?" tanya gadis itu. Ha joon tersenyum sinis dan membuang muka.
"Jangan terlalu percaya diri. Sekarang turun. Ibuku memang menyuruhku mengantarmu pulang. Tapi tidak bilang harus sampai di depan tempat tinggalmu." ujar pria itu lagi. Ruby langsung menatap sekeliling.
Astaga, ini masih jauh dari apartemennya.
"Hei, di sini tidak ada taksi sama sekali. Bisakah kau ..."
"Kubilang turun! Memangnya ini jaman apa? Kau hidup jaman apa, tidak pernah naik taksi online?" Ruby tersentak. Ia lalu buru-buru turun dari mobil itu kemudian tak sampai hitungan tiga, mobil Ha joon sudah melaju meninggalkan dirinya yang berdiri sendirian di tengah jalan.
Ruby mendesah berat. Hatinya terasa sesak diperlakukan seperti itu. Tapi ia berusaha tegar. Tidak apa-apa. Selama pria itu tidak menurunkannya di tengah hutan saja.
Ruby tertawa hambar. Pertemuan yang dia tunggu-tunggu selama bertahun-tahun ini, nyatanya tidak sesuai dengan harapannya. Ha joon tampak sangat membenci dirinya. Ruby menghela nafas panjangnya lalu mengambil ponsel di tas tangannya dan menelpon seseorang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sampai di apartemennya, Ha joon melempar kunci mobilnya ke atas meja sofa dan membanting dirinya di sofa sambil menutup mata. Ia menarik nafas lelah. Kejadian yang ia alami hari ini membuat otaknya penuh dan merasa kelelahan. Padahal biasanya sepadat apapun pekerjaannya, ia tidak akan selelah ini.
Ha joon sadar betul penyebab utamanya bukan karena pekerjaan. Tapi pertemuan tak terduganya dengan gadis dari masa lalunya itu. Yang lelah bukan badannya, tapi pikirannya. Ia masih tidak mampu melupakan rasa sakit di hatinya.
Sakit hati yang berujung menjadi kebencian. Dan makin hari, rasa itu makin bertambah. Ia sempat ingin melupakan segala kebenciannya yang amat dalam itu pada Ruby, tapi tidak bisa. Semakin ia ingin menghilangkan perasaan itu, semakin kenangan menyakitkan di hatinya memenuhi pikirannya. Apalagi ketika melihat gadis itu tadi, sungguh ia merasa kata-kata yang amat menyakitkan yang keluar dari mulut Ruby dulu seperti baru dikatakan kemarin hari oleh gadis itu.
Gendut, tidak berguna, wajahmu seperti kotoran. Kau pikir aku ingin berteman dengan laki-laki sejelek yang tidak pantas hidup seperti kamu?! Mati saja sana!
Ha joon menggeram kesal. Ia mengusap wajahnya kasar. Kenapa mereka harus bertemu lagi sih? Kenapa gadis itu bisa muncul di depannya seperti ini, apa dia sengaja mau mengusik kehidupannya lagi? Dan ...
Ada satu hal yang pria itu itu tidak mengerti. Kalau Ruby memang sudah berhasil menyelesaikan studinya di New York, kenapa tidak pulang saja ke kampung halamannya di Indonesia?
Ha joon ingat dulu, sebelum peristiwa Ruby menghinanya habis-habisan di depan semua orang, gadis itu pernah bercerita tentang rencananya yang ingin menjadi seorang pianis hebat di kampung halamannya.
Tiba-tiba Ha joon menjadi penasaran. Apa yang dikerjakan wanita itu di Seoul? Apa dia mengembangkan permainan pianonya? Apa sekarang dirinya adalah seorang pianis profesional? Ha joon tidak menampik kalau dirinya merasa penasaran. Ia ingin tahu. Walau hatinya membenci wanita itu.
"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu lagi." gumam pria itu pada dirinya sendiri lalu tersenyum sinis.
Pikirannya terus dipenuhi dengan bayang-bayang Ruby. Satu-satunya gadis yang terlibat besar dalam perubahan hidup di masa mudanya. Ha joon tidak memungkiri dirinya berusaha menjadi pria sukses dan tampan seperti sekarang ini karena ingin membuktikan pada Ruby. Terimakasih kepada wanita itu yang telah berperan membuat dirinya sukses seperti sekarang.
Membuktikan bahwa dirinya bukanlah pria yang tidak bisa apa-apa. Bukanlah laki-laki jelek yang pantas mati. Bahwa dirinya juga bisa menjadi orang yang sukses dan berkuasa. Baguslah kalau gadis itu melihat perubahannya sekarang, biar dia tidak bersikap sombong lagi. Seperti waktu gadis itu mengolok-oloknya tanpa perasaan dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Dwi Winarni Wina
Pastilah hajoon sangat sakit hati dan membenci ruby,,kata2 ruby dulu sangat menyakiti hati hajoon....
Demi membuktikan kpd ruby hajoon telah berhasil menjadi hebat sukses menjadi ceo...
Ingat hajoon semakin membenci ruby tanpa disadari akan jatuh cinta kpd rubi benci dan cinta itu beda tipis....
Dulu waktu sekolah ruby menghina hajoon dgn kata2 sangat menyakiti gemuk dan jelek tidak pantas berteman dgnnya lbh mati aja kini dia bisa membuktikan menjadi pria sukses dan hebat....
Lama2 jgn hajoon dan ruby saling jatuh cinta dan pasti akan bucin aku tinggal tunggu aja...
lanjut thor......
semangat selalu.....
sehat selalu........
2025-04-23
3
anonim
bagi Ha joon kata-kata Ruby pasti sangat menyakitkan. Tapi sekarang ada hal yang Ha joon akui kalau kata-kata Ruby waktu itu bisa membuat dia termotifasi untuk menjadi seperti saat ini, tampan, sukses dan berkuasa pula.
Ha joon tidak mengharapkan bisa ketemu Ruby lagi. Sakit hatinya sudah merasuki darahnya menjadi kebencian yang teramat benci terhadap Ruby. Sedangkan Ruby telah bertahun-tahun berharap bisa ketemu Ha joon.
Teganya Ha joon menurunkan Ruby di jalan yang masih jauh dari apartemennya.
2025-04-23
2
Susma Wati
mungkin kata 2 dari ruby adalah motivasi terselubung yang ruby ucapkan ke Ha joon, mungkin juga ruby melihat sewaktu ha joon d buly dia tak tega , tanpa sepengetahuan ha joon ruby selalu mendapatkan kabar tentang ha joon setelah berpisah, nyatanya ruby sengaja bertemu dengan ha joon ,sabar ya ruby nanti ha joon kepikiran terus tentang ruby
2025-04-23
3