Chapter 4 - Sarapan Bersama

“Fit, buka pintunya!” Dewa mengetuk pintu kamar Fitri.

Fitri kesal dengan sikap suaminya yang aneh sekali hari ini. Padahal baru saja memejamka mata, tapi Dewa mengganggunya.

“Apaan sih?! Ganggu orang mau tidur saja kamu, Mas!” gerutu Fitri sambil membuka pintu kamarnya.

“Temani aku makan!”

Dewa langsung menarik tangan Fitri, lalu mengajaknya ke meja makan. Dengan terpaksa Fitri menuruti suaminya itu.

“Ih lepasin tangan aku!” Fitri langsung menepiskan tangan Dewa.

“Gitu ya, digandeng suaminya gak mau, tapi sama Tama mau!”

“Masalah buat kamu? Lagian selama ini kamu gak anggap aku istri? Apa salahnya?”

“Diam, duduk di sini! Aku sudah buatkan kamu cokelat hangat, temani aku makan martabak dari Tama!”

“Mnch!” Fitri berdecih kesal, dia sangat heran dengan sikap suaminya yang ngajak uring-uringan dari tadi.

Fitri duduk di depan Dewa yang sedang menikmati martabak manis rasa cokelat keju kesukaan Fitri. Hampir setiap malam Tama sering membawakan martabak manis rasa cokelat keju, kadang martabak telur spesial kalau Fitri bosan dengan martabak manis.

“Kamu mau? Ini enak loh?” tawar Dewa.

“Udah bosan, iya memang martabak itu enak, martabak kesukaan aku sama Tama,” jawab Fitri.

“Jadi dia sudah  biasa ke sini ngasih kamu ini?”

“Hmm ... hampir tiap malam.”

“Dekat sekali kamu sama dia?”

“Memang kenapa kalau dekat?”

“Gak apa-apa, aneh saja, katanya Cuma cinta aku, kok bisa sedekat itu sama sepupuku?”

“Orang yang aku cintai gak anggap aku, lalu apa aku harus terus mengemis cinta padanya? Apalagi sudah tiga tahun. Sudah expaired cintaku. Aku makin ke sini makin sadar saja sih, memang harusnya aku ini gak usah cinta sama kamu.”

“Kita perbaiki dari awal ya, Fit. Aku mau Fit belajar mencintai dan menerimamu,” ucap Dewa.

“Aku tidak janji, Mas. Karena aku tidak mau memaksakan orang untuk mencintaiku. Selama ini aku terlalu memaksakan egoku. Aku kira aku bisa dan mudah membuat kamu jatuh cinta, ternyata sangat sulit. Sudah aku mau tidur, makasih cokelat hangatnya, tapi aku sudah kenyang. Aku taruh kulkas saja, biar besok aku bawa saat kerja.”

Fitri pergi ke dapur, menaruh cokelat hangat ke dalam kulkas. Ia benar-benar sudah kenyang, lagian sudah malam, minum cokelat malam-malam menurut Fitri tidak baik. Jadi buat bekal besok saat kerja saja.

“Fit, aku serius. Please ... izinkan aku memperbaiki semuanya, izinkan aku belajar menerima dan mencintaimu. Aku sadar aku ini salah, aku salah mencintai Mama Niken. Tolong aku, Fit. Aku mau tinggal di sini sama kamu, kita perbaiki ya, Fit?”

“Aku tidak tahu, Mas. Aku tidak janji.”

“Apa kamu sudah mencintai laki-laki lain? Apa kamu mencintai Tama?”

“Tidak semudah itu melupakan orang yang aku cintai. Tapi, aku rasa memang aku harus melupakan, daripada terus berharap. Dan perlu Mas tahu, aku sama Tama murni  berteman. Dia yang bisa melupakan rasa sakit ini ketika aku memikirkan perasaan untukmu Mas. Aku memang bodoh, aku memang salah. Harusnya pernikahan ini tidak usah terjadi, meski malam itu Bapak memaksa kamu menikahiku. Aku bisa memberikan alasan pada Bapak.”

“Sebelum Mas memantapkan hati mas untuk menerimaku, lebih baik Mas merasakan apa yang selama tiga tahun ini aku rasakan, Mas. Mas tentu paham bagaimana keadaanku selama tiga tahun ini di sini. Mas harusnya tahu bagaimana aku bisa tenang dalam keadaan rumit dalam pernikahan kita ini. Aku capek pura-pura bahagia di depan orang, Mas. Aku capek!”

Dewa hanya diam mendengar penuturan Fitri. Biasanya Fitri menangis saat dia mengatakan hal itu. Tapi malam ini, Fitri terlihat tegar, tidak ada air mata yang jatuh membasahi pipinya. Dewa melihat Fitri malam ini seperti bukan Fitri yang biasanya dia lihat.

Biasanya Fitri selalu diam, dia selalu menjadi istri yang sangat patuh. Dia menjalankan tugasnya sebagai istri saat Dewa di rumah. Memasak, menyiapkan baju kerja, atau apa pun itu. Tapi sayangnya Dewa tak menghiraukan semua itu. Dewa lewatkan semua momen itu, tak menghiraukan Fitri sama sekali. Bahkan satu tahun bisa dihitung pakai jari, berapa kali Dewa pulang ke rumahnya.

“Kenapa Fitri bisa berubah seperti itu? Dia benar-benar bukan seperti Fitri yang biasanya. Aku memang salah, terlalu lama aku membuat Fitri terluka batin, hingga membuat Fitri begini,” batin Dewa.

^^^

Pagi harinya Fitri sudah bersiap untuk pergi bekerja. Dia terpaksa masak, karena dia pun butuh sarapan. Mau beli sarapan di luar, jauh sekali dari rumah, dan jarang sekali ada penjual keliling di depan rumah. Fitri menyiapkan makanan untuk Dewa juga, karena Dewa masih di rumahnya. Mana tega Fitri tidak menyiapkan sarapan untuk Dewa. Apalagi semalam Dewa Cuma makan martabak, dia pesan makanan untuk dirinya sendiri.

“Pagi, Fit? Kamu masak hari ini?” sapa Dewa yang baru saja keluar dari kamarnya, dan sudah rapi dengan pakaian kerjanya.

“Pagi juga, Mas. Iya aku masak,” jawab Fitri.

“Boleh aku ikut sarapan?” tanya Dewa.

“Ya silakan, Mas. Itu sudah aku siapkan piringnya. Minumya juga sudah aku siapkan,” jawab Fitri.

“Sepertinya masakan kamu enak.” Dewa langsung mengambil nasi beserta lauk pauknya. Pagi ini Fitri hanya masak capcay dan ayam kecap.

“First time makan masakan istri,” ucap Dewa.

“Ini bukan pertama kalinya kamu makan masakan aku, Mas. Kalau kamu makan di warung Bi Ratna juga ada masakan aku?”

“Ya mungkin ini bukan pertama kali aku makan masakan kamu, tapi ini pertama kalinya sarapan bareng berdua. Dan, rasanya beda sama yang di warung Bi Ratna. Lebih enak ini,” ucap Dewa.

Fitri hanya diam, tidak mau banyak bicara. Dia menikmati makanannya bersama dengan suaminya. Iya ini adalah pertama kalinya Fitri sarapan bareng Dewa. Satu meja bersama, di rumah mereka. Tiga tahun lamanya Fitri menunggu momen di mana Dewa mencicipi masakannya, dan pagi ini akhrinya Dewa mau makan masakannya.

“Ini enak sekali, Fit. Aku boleh minta bungkusin makanannya untuk bekal makan siang di kantor, Fit? Aku sepertinya hari ini akan sibuk, harus ketemu Papa juga siang ini. Jadi aku mungkin tidak sempat makan di luar,” pinta Dewa.

“Iya, sebentar aku ambilkan kotak bekalnya,” jawab Fitri.

Ada angin apa Dewa minta membawa bekal untuk makan siang. Untung saja Fitri cukup banyak masaknya. Selesai sarapan, Fitri menyiapkan bekal untuk Dewa. Tak lupa dia pun membawa cokelat dingin yang semalam dibuatkan oleh Dewa. Ada rasa bahagia di hati Fitri pagi ini karena Dewa mau makan masakannya. Tapi, dibalik rasa bahagianya itu masih ada sedikit rasa was-was. Fitri tidak mau menanggapi serius soal perubahan sikap Dewa. Fitri yakin ada sesuatu dibalik semua itu.

Tapi tidak untuk Dewa. Dia memang ingin memperbaiki semuanya. Dia tidak ingin merusak keharmonisan keluarganya karena dia terus menyimpan cinta untuk Mama sambungnya.

“Ini bekalnya, Mas.”

“Oke, terima kasih, yuk berangkat, aku antar kamu.”

“Aku sama Tama, Mas. Dia biasa jemput aku ke sini.”

“Oke sebentar.”

Dewa mengambil ponselnya di saku celana, entah dia mau menelefon siapa Fitri tidak tahu.

“Tam, Fitri  berangkat sama aku, jadi kamu gak perlu repot-repot menjemputnya. Tidak usah banyak protes, dia istriku, aku yang akan antar jemput dia sekarang!”

Fitri mengernyitkan keningnya, ternyata Dewa menelefon Tama, dan terdengar suara Tama yang uring-uringan di balik telefon.

“Ayok berangkat!”

“Tapi, Mas!”

“Ayo, Fitri!”

Terpopuler

Comments

❤️⃟Wᵃf ༄SN⍟𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌🦈

❤️⃟Wᵃf ༄SN⍟𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌🦈

nahhhh kann baru 1 hari aja udh klabkan gimnantuh yg 3 th hadehhh g bisa byginndeh

2025-05-01

0

Wati Sinaga

Wati Sinaga

klu nanti dewa sudah jatuh cinta jangan di sensor ya kak

2025-04-28

0

lai Juleha

lai Juleha

dewa kayanya mulai sadar

2025-06-05

0

lihat semua
Episodes
1 Chapter 1 - Sampai Kapan?
2 Chapter 2 - Lepaskan Aku
3 Chapter 3 - Kamu Tidak Masak?
4 Chapter 4 - Sarapan Bersama
5 Chapter 5 - Serba Salah
6 Chapter 6 - Berubah Dingin
7 Chapter 7 - Melampiaskan Amarah
8 Chapter 8 - Penyesalan Dewa
9 Chapter 9 - Jangan Pergi
10 Chapter 10 - Aku Mau Pulang!
11 Chapter 11 - Tanda Merah
12 Chapter 12 - Aku Tidak Akan Melepaskannya.
13 Chapter 13 - Aku Mau Satu Macam Saja
14 Chapter 14 - Mending Kesambet Demit, Daripada Kesambet Kamu!
15 Chapter 15 - Dilarang Kangen Sama Istri Orang!
16 Chapter 16 - Aku Tidak Mau Selamanya Menjadi Selir Hatimu
17 Chapter 17 - Foto Pertama
18 Chapter 18 - Sikap Aneh Dewa
19 Chapter 19 - Lepaskan Dia, Jika Tidak Bisa Membuatnya Bahagia
20 Chapter 20 -
21 Chapter 21 - Perkara Warna Lipstik
22 Chapter 22 - Tolong Jaga Jarak
23 Chapter 23 - Mencoba Memperbaiki
24 Chapter 24 - Cinta Tak Direstui
25 Chapter 25 - Harus Berakhir
26 Chapter 26 - Boleh Aku Memintanya Lagi?
27 Chapter 27 - Sopir Baru
28 Chapter 28 - Siapa Dia?
29 Chapter 29 - Penasaran
30 Chapter 30 - Kamu Bukan Istriku Lagi!
31 Chapter 31 - Takut Kehilangan
32 Chapter 32 - Kejujuran Dewa
33 Chapter 33 - Mengikhlaskan
34 Chapter 34 - Aku Mencintaimu
35 Chapter 35 - Bucin Akut
36 Chapter 36 - Apa Benar Kamu Mencintaiku?
37 Chapter 37 - Pergi Dari Sini!
38 Chapter 38 - Memaksa Dewa
39 Chapter 39 - Tidak Pernah Menyerah
40 Chapter 40 - Harus Bisa Merebut Hatimu
Episodes

Updated 40 Episodes

1
Chapter 1 - Sampai Kapan?
2
Chapter 2 - Lepaskan Aku
3
Chapter 3 - Kamu Tidak Masak?
4
Chapter 4 - Sarapan Bersama
5
Chapter 5 - Serba Salah
6
Chapter 6 - Berubah Dingin
7
Chapter 7 - Melampiaskan Amarah
8
Chapter 8 - Penyesalan Dewa
9
Chapter 9 - Jangan Pergi
10
Chapter 10 - Aku Mau Pulang!
11
Chapter 11 - Tanda Merah
12
Chapter 12 - Aku Tidak Akan Melepaskannya.
13
Chapter 13 - Aku Mau Satu Macam Saja
14
Chapter 14 - Mending Kesambet Demit, Daripada Kesambet Kamu!
15
Chapter 15 - Dilarang Kangen Sama Istri Orang!
16
Chapter 16 - Aku Tidak Mau Selamanya Menjadi Selir Hatimu
17
Chapter 17 - Foto Pertama
18
Chapter 18 - Sikap Aneh Dewa
19
Chapter 19 - Lepaskan Dia, Jika Tidak Bisa Membuatnya Bahagia
20
Chapter 20 -
21
Chapter 21 - Perkara Warna Lipstik
22
Chapter 22 - Tolong Jaga Jarak
23
Chapter 23 - Mencoba Memperbaiki
24
Chapter 24 - Cinta Tak Direstui
25
Chapter 25 - Harus Berakhir
26
Chapter 26 - Boleh Aku Memintanya Lagi?
27
Chapter 27 - Sopir Baru
28
Chapter 28 - Siapa Dia?
29
Chapter 29 - Penasaran
30
Chapter 30 - Kamu Bukan Istriku Lagi!
31
Chapter 31 - Takut Kehilangan
32
Chapter 32 - Kejujuran Dewa
33
Chapter 33 - Mengikhlaskan
34
Chapter 34 - Aku Mencintaimu
35
Chapter 35 - Bucin Akut
36
Chapter 36 - Apa Benar Kamu Mencintaiku?
37
Chapter 37 - Pergi Dari Sini!
38
Chapter 38 - Memaksa Dewa
39
Chapter 39 - Tidak Pernah Menyerah
40
Chapter 40 - Harus Bisa Merebut Hatimu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!