KONTRAK PERNIKAHAN

"Bagaimana jika kita menikah?" Hadwin memecah keheningan antara dirinya dan Briela. Spontan dan tanpa aba-aba.

Mulut Briela menganga, baru saja Briela membayangkan perihal hubungannya dengan Hadwin di masa lalu yang jauh dari kata dekat namun, tiba-tiba saja Hadwin mengucapkan kalimat yang mengejutkan namun juga terdengar konyol.

"Menikah?" Briela mengonfirmasi apakah ia salah dengar. Namun otaknya yang berputar tiba-tiba mendapat gagasan aneh. "Tunggu! Kau berbicara begitu bukan karena kita bermalam di kamar hotel yang sama, bukan?"

"Lagipula kita tidak melakukan apapun."

"Hei— Ayolah! Aku tidak sekolot itu," sahut Hadwin.

Briela menaikan kedua sudut alisnya secara bergantian, wanita itu menatap Hadwin dengan rasa curiga.

"Hentikan! Apapun itu— yang ada di dalam pikiranmu, aku tidak seperti itu." Hadwin memasang wajah serius.

"Aku akan menjelaskannya, oke! Jadi ubah ekspresimu itu!" Hadwin menarik napas dalam, ia butuh ketenangan sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Pertama aku akan meminta maaf dulu, karena sudah mencuri dengar obrolanmu dengan Jennifer."

"Apa?" Briela menyela.

"Aku tidak bermaksud, oke. Dan semalam kamu mengucapkannya dengan cukup keras, jadi aku tidak memiliki pilihan lain selain mendengar obrolan kalian."

"Kau bisa melakukan hal lain selain mendengar obrolan kami, bukan?"

"Hei— Ayolah! Bukan itu intinya. Dan aku rasa mungkin semua orang yang ada di sana juga mendengarnya. Bukan hanya aku Kau tidak bisa menyalahkan aku soal itu, oke!"

"Hm, oke baiklah, anggap saja aku yang salah semalam! Lalu selanjutnya?" Briela menunggu Hadwin melanjutkan ucapannya yang teralihkan oleh topik lain.

Hadwin bernapas lega, "Yang kedua, aku mengajakmu menikah karena dari yang aku dengar sepertinya kau sangat tidak menyukai Arthur Davis."

"Hei— apa pedulimu? Lagipula sepertinya alasanmu yang sebenarnya bukan itu." Briela menyilangkan kedua tangannya di dada. Menatap Hadwin dengan alisnya yang terangkat sebelah.

Hadwin menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. Memakai jam tangannya dengan tenang, lalu kembali berbicara. "Baiklah. Aku tahu alasan ayahmu mengatur perjodohan untukmu tidak lain karena perusahaan— "

Briela tersulut emosi. "Hei— Kau tidak ada hubungannya dengan urusan keluarga kami. Jadi, jika kau berbuat begini karena menolongku. Aku tidak bisa menoleransinya."

Dada Briela naik turun menahan amarah. "Aku sangat berterima kasih untuk bantuanmu. Tanpa Kau minta pun aku akan membalas kebaikanmu suatu saat nanti. Tapi— pernikahan? Jangan berlebihan!" Briela tersenyum smirk.

"Jangan dulu terbawa emosi! Aku bahkan belum selesai dengan kalimatku," ucap Hadwin dengan nadanya yang masih tenang.

"Perihal krisis perusahaanmu, Kau tidak perlu memikirkannya lagi jika kita menikah. Aku juga butuh bantuanmu dengan pernikahan itu. Aku butuh pengantin agar tidak lagi di desak menikah oleh keluargaku. Aku rasa sepertinya kita sama-sama saling diuntungkan dengan hal itu."

"Desakan keluargamu— apa hubungannya denganku? Lalu apa bedanya menikah denganmu dibandingkan dengan Arthur. Aku rasa sama saja." Briela menatap Hadwin dengan sengit, tatapan matanya benar-benar dipenuhi api amarah yang berkilat.

"Tentu saja berbeda, Briela. Kita sudah saling mengenal."

"Kita bahkan tidak dekat. Jika Kau lupa." Briela lagi-lagi menyela Hadwin.

Hadwin tersenyum kecil, "Maka, kita bisa saling mengenal di kemudian hari."

"Aku juga bisa melakukan itu dengan Arthur." Briela menyahut cepat.

"Oke. Kalau begitu bagaimana tentang fakta bahwa aku adalah CEO sekaligus pemilik Infinity Solution."

"Perusahaan media terbesar di negara kita?" Briela kembali menganga.

"Ya," ucap Hadwin bangga. "Dan aku rasa perusahaanmu akan lebih efektif jika melakukan merger dengan Infinity Solution dibandingkan dengan Davis Group yang berkembang di bidang transportasi."

Briela menutup mulutnya, matanya berkedip beberapa kali. Tawaran Hadwin tentu saja menggiurkan. Tetapi siapa yang akan percaya keduanya akan sama-sama diuntungkan jika pernikahan terjadi di antara keduanya.

"Hei— Jangan mempermainkanku, Hadwin! Aku rasa sudah cukup bercandamu."

"Kau tidak percaya, aku memang pemilik Infinity Solution?" Hadwin merogoh kartu nama miliknya dari balik saku jas yang tersampir di punggung sofa.

"Bukan itu, maksudku perihal pernikahan ... " Briela menjeda kalimatnya. Hadwin menunggu dengan penasaran. "Hanya aku yang di untungkan jika itu benar terjadi. Lagipula siapa yang akan percaya Kau akan menikahi wanita dari perusahaan kecil yang bahkan hampir bangkrut. Kau tidak akan mendapat apapun dari pernikahan itu." Briela tersenyum kecut.

"Aku sudah mengatakan alasannya di awal. Aku hanya butuh seorang istri dan Kau butuh penyelamat bagi perusahaanmu. Tentu saja kita sama-sama diuntungkan, bukan?"

"Pikirkanlah baik-baik. Atau jika kau mau kita bisa menandatangani kontrak pernikahan," lanjut Hadwin.

Briela tampak tertarik, wanita itu menatap Hadwin yang tampak sibuk ia mengeluarkan laptopnya, lalu menunjukkannya pada Briela.

Sebuah e-contract yang ditulis rapi terpampang jelas di layar laptop. Briela memperhatikannya dengan saksama.

Poin pertama tertulis perihal keuntungan yang akan di peroleh Zoya & co. Yang tentu saja terbagi menjadi beberapa poin kecil lainnya.

Poin ke dua tertulis jika Infinity Solution murni hanya membantu Zoya & co tanpa menginginkan keuntungan apapun jika Zoya & co sudah kembali normal. Tidak akan ada akuisisi dalam proses penyaluran dana.

Dan yang terakhir tertulis jika Hadwin Lewis hanya menginginkan Briela Turner menjadi istri tanpa ada embel-embel lain di belakangnya. Tentu saja tetap tertulis segala fasilitas dan aset pribadi yang akan Hadwin berikan pada Briela selain urusan perusahaan.

Briela mengernyit. "Hanya ini saja yang tertulis di kontrak?"

"Hm, tentu saja. Jika ada hal lain yang Kau inginkan, kita bisa menambahkan poinnya pada bagian milikmu."

"Tidak— Bukan itu. Poin milikku tentu saja lebih dari cukup. Tetapi milikmu? Bukankah itu rasanya tidak adil?" tanya Briela lirih. Ya, tentu saja Briela sadar jika tidak ada apapun yang bisa ia berikan pada Hadwin. Tetapi setidaknya jika Hadwin menuliskannya, Briela akan berusaha mengabulkan itu.

Hadwin tampak berpikir, ia menggigit bibir bawahnya. Mungkin itu sudah kebiasaan namun jika orang yang tidak tahu pasti akan mengira jika Hadwin sedang mengeluarkan jurus menggodanya.

"Hm, baiklah aku sudah memutuskan." Hadwin tampak sibuk dengan laptopnya, jari tangannya yang panjang menari-nari di atas keyboard dengan lincah.

Hadwin menyodorkan laptopnya pada Briela, menunjukkan layar laptopnya pada wanita yang duduk di sampingnya.

Briela menatap fokus pada layar, ia kembali membaca poin-poin yang ada di sana. Tentu saja tidak ada perubahan besar terjadi, hanya saja pada poin terakhir Briela mendapati tambahan poin kecil ditulis di sana.

Briela Turner harus berperan sebagai istri yang baik di hadapan semua orang jika pernikahan benar-benar terjadi.

Briela menatap Hadwin, ia tidak percaya hanya itu yang diinginkan pria itu. Tentu saja itu hal yang sangat mudah bagi Briela. Namun, tetap saja Briela merasa aneh dengan hal itu.

"Aku akan memikirkannya. Kau boleh mengirimkannya lewat surel." Briela menyerahkan laptop itu kembali pada pemiliknya. "Tapi, izinkan aku bertanya? Bukankah ada banyak wanita yang menginginkanmu? Mengapa tidak memilih salah satu dari mereka? Mengapa harus aku?"

Hadwin menatap lekat wajah Briela. Ia terdiam cukup lama.

Apa nih yang jadi alasan Hadwin memilih Briela? Stay terus, ya! Biar tahu kelanjutannya.

Terpopuler

Comments

🔵❤️⃟Wᵃf⧗⃟ᷢʷঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

🔵❤️⃟Wᵃf⧗⃟ᷢʷঔৣ⃝𝐊ꪶꪖ𝘳ꪖ❦꧂

ku baca sampai sini duyu

2025-04-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!