Bab 3. Bertemu Sekar Arum

Merasa keselamatan hidupnya di masa depan terancam. Nala segera melepaskan dirinya dari Jenderal Mahesa.

"Maafkan aku, aku tidak sengaja..." ucapannya tertahan ketika melihat Galuh Parwati memandangnya dengan tidak senang.

'Aduh, dia melotot. Kayaknya salah paham' batin Nala.

Nala bahkan langsung mengambil jarak sejauh-jauhnya dari Jenderal Mahesa yang bahkan menatapnya dengan bingung, dan ada sedikit rasa sedih di mata pria tampan itu.

"Tuan putri, maafkan saya. Saya tidak sengaja. Jika tidak terjadi apa-apa, saya akan pergi!" kata jenderal Mahesa yang langsung berpamitan pada Sekar Nala dan langsung pergi.

Galuh Parwati jelas melihat itu, dan dia tampak tambah kesal saja dan semakin tidak senang.

'Dia bahkan tidak memandangku sama sekali. Dia bahkan berpamitan pada Kanjeng ayu Sekar Nala, ternyata ibu benar. Sekar Nala ini wanita yang licik!' batin Galuh Parwati sedih bercampur emosi.

"Lastri, kita pergi dari sini!" ucap Galuh Parwati kesal.

"Heh, tunggu! kamu salah paham, adik ipar..."

Nala ingin mengejar Galuh Parwati, tapi di tahan oleh Welas.

"Tuan putri, jangan seperti ini! Tuan putri tidak boleh berteriak-teriak begini di luar istana tuan putri. Itu melanggar aturan!" Welas mencoba memperingatkan majikannya.

Tapi Nala pikir, dia adalah tuan putri. Masa iya berteriak saja di hukum.

"Memangnya ada yang berani menghukumku?" tanya Nala.

"Selain yang mulia Prabu, tentu saja ada ratu dan selir agung juga pangeran Arga Yudha Kertajaya yang bisa menghukum tuan putri" jawab Welas.

Sumi yang mengikuti dari belakang mengangguk cepat saat Nala melihat ke arahnya.

"Apa hukumannya?" tanya Nala.

"Jika berteriak-teriak, itu sama melanggar etika. Tuan putri akan di cambuk 20 kali!"

"Hahhh.. emppt"

Nala segera menutup mulutnya yang tadi berteriak dengan kedua tangannya. Dia mengatupkan bibirnya dengan sangat rapat.

'Mengerikan! di cambuk 20 kali. Hais, pasti akan mengelupas semua kulitku. Ya ampun, menjadi putri benar-benar tidak mudah!' batinnya lagi.

Setelah acara mandi yang berantakan itu. Akhirnya Nala juga harus tetap pergi ke istana kenanga untuk bertemu dengan Ratu Sekar Arum.

Saat penjaga istana mempersilahkan Nala untuk masuk. Nala berbalik memanggil Sumi.

"Sumi, sini!" kata Nala sambil melambaikan tangannya pada Sumi.

"Iya tuan putri"

"Hei, bagaimana mengatakan salam saat bertemu dengan Ratu, contohkan juga aku harus berlutut atau tidak?" tanya Nala.

Dia benar-benar lupa bagian itu. Dia tidak terlalu memperhatikan bacaan salam dan perintilan lainnya.

Sementara Sumi yang mendengar tuan putri Sekar Nala bicara seperti itu bukannya mencontohkan, malah heran.

"Tuan putri, bagaimana mungkin anda tidak tahu cara memberi salam?" tanya Sumi bingung.

"Hais, katakan dan contohkan. Jangan banyak tanya!" kata Nala buru-buru.

Mendengar itu, Sumi yang memang sangat patuh, dan memang semua pelayan atau abdi dalem kerajaan itu memang selalu patuh pada majikannya. Mereka sudah disumpah, dan mereka lebih baik menyerahkan nyawanya daripada berkhianat. Orang jaman dulu sangat setia pada majikan. Karena memang taruhannya nyawa kalau berkhianat.

"Begini tuan putri..." Sumi segera berlutut lalu menyatukan kedua tangannya, setelah itu kedua tangan itu di letakkan sejajar dengan wajah, hingga ujung ibu jari menyentuh tengah antara kedua alis mata, "Sembah pangabekti Gusti Ratu" lanjutnya.

Nala langsung mengangguk paham.

"Oke, aku akan lakukan itu!" kata Nala berbalik.

"Tapi, tuan putri. Kalau tuan putri biasanya hanya melakukan itu sambil berdiri dan sedikit menunduk. Kalau kami para pelayan dan penjaga harus berlutut!" jelas Sumi lagi.

Nala kembali mengangguk paham. Dia tersenyum pada Sumi.

"Hah, untung kamu beritahu. Terimakasih ya" kata Nala yang langsung masuk ke ruangan pribadi dari ratu Sekar Arum.

Sumi sampai tertegun, mulutnya ternganga lebar. Mungkin burung gereja bisa masuk ke sana, karena memang cukup lebar.

"Sumi, sadar! sing eling" Welas menepuk bahu Sumi.

Plakkk

"Piye iki piye!" pekik Sumi kaget.

"Apa sing piye?" tanya Welas.

"Mbak welas, mengagetkan saja. Itu tadi aku salah dengar tidak ya?" tanya Sumi masih terheran-heran.

"Ada apa toh?" tanya Welas penasaran. Apa yang sebenarnya membuat Sumi kaget seperti itu.

"Tuan putri tadi berterimakasih padaku. Lima tahun aku bersama tuan putri. Belum pernah mendengar dia mengucapkan terimakasih pada siapapun. Perasaanku saja, atau aku seperti merasa tuan putri berbeda ya mbak Welas..."

"Husst, jangan bicara sembarangan Sumi. Ayo berdiri yang benar, tundukkan kepalamu, kalau ada orang yang berpangkat lewat. Bisa di hukum kita"

Sumi segera mengangguk paham. Dan dia pun berdiri lebih mepet ke arah dinding lalu menundukkan kepalanya.

Pelayan seperti Sumi dan Welas ini, kalau tidak di ajak bicara, atau di suruh mengangkat kepalanya, memang harus menunduk di luar istana majikan mereka.

Nala yang sudah sampai di ruangan pribadi Ratu. Dimana luasnya berkali-kali lipat dari ruangannya. Dan memang sangat megah, dengan banyak sekali barang berharga. Melihat seorang wanita yang tengah duduk dengan santai ala-ala ratu di film kolosal. Sikapnya anggun, tapi juga angkuh.

"Sembah pangabekti Gusti Ratu" sapa Nala.

Dia mengucapkan kata itu selembut mungkin.

"Kamu sudah datang? Sekar Nala, kemarilah!" kata Sekar Arum.

Ratu yang merupakan bibi Sekar Nala. Namun hubungan mereka sebenarnya tidak seperti yang terlihat di luar. Orang-orang menganggap Sekar Arum sangat menyayangi Sekar Nala. Karena itu dia tidak menghukum atas semua kekacauan yang di buat Sekar Nala. Padahal, Sekar Nala hanya salah satu pionnya untuk sampai pada kekuasaan.

Nala yang memang tidak mungkin cari masalah dengan Ratu kerajaan ini. Mendekat, seperti yang di perintahkan oleh Sekar Arum.

"Mirah, berikan hadiahku pada keponakan kesayanganku" kata Ratu Sekar Arum kemudian.

Salah satu wanita tua dengan kemben yang sama seperti yang di pakai oleh Sumi dan Welas. Hanya saja bawahan kainnya berbeda motif mendekati Nala dan memberikan sebuah cepuk. Sebuah wadah yang berbentuk bulat tabung, pendek dan berukir dengan sangat unik.

Nala segera menerima benda itu.

"Aku dengar kamu sudah tidur dengan pangeran Arga Yudha Kertajaya. Artinya dia sudah mulai tinggal di istanamu kan? maka jangan lupa untuk menaburkan apa yang ada di dalam wadah itu ke makanannya dan minumannya setiap malam. Mengerti Sekar Nala?"

'Wah, kejahatan ini sudah di mulai rupanya. Ini adalah racun yang akan membunuh pangeran Arga Yudha Kertajaya perlahan. Ya ampun, Ratu ini jahat sekali' batin Nala.

"Sekar Nala!" panggil sang ratu karena Nala terbengong sesaat.

"Maaf Gusti Ratu, iya aku paham" kata Nala berpura-pura.

Sekar Arum tersenyum.

"Bagus! pergilah! kamu tahu apa yang harus kamu katakan saat pangeran Arga Yudha Kertajaya bertanya padamu kenapa kemari kan?" tanya Sekar Arum lagi.

"Tahu Gusti Ratu, aku tahu" jawab Nala dengan datar.

Kalau tidak salah, memang seperti itu cara bicara Sekar Nala yang asli. Dia sedikit mengingatnya dari ingatan yang sempat hadir beberapa waktu yang lalu.

"Keluarlah"

Nala memberikan hormat lagi. Lalu keluar dari ruangan pribadi itu.

Nala melihat cepuk yang di berikan oleh Sekar Arum tadi.

"Heh, ingin aku meracuni suamiku, lalu menjadikan aku janda yang harus dipenjara dan akhirnya di bunuh Ratih Jayengwati, tidak mungkin lahyau!" gumamnya sambil membuang serbuk yang ada di dalam cepuk itu ke salah satu pot yang tanamannya sudah kering di dekat dia berdiri.

***

Bersambung...

Terpopuler

Comments

🍏A↪(Jabar)📍

🍏A↪(Jabar)📍

pion mungkin bukan poin?🤔

2025-04-19

2

🍏A↪(Jabar)📍

🍏A↪(Jabar)📍

*tuan putri not ruan

2025-04-19

2

🍏A↪(Jabar)📍

🍏A↪(Jabar)📍

kamu= kami

2025-04-19

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!