Keesokan harinya, langit tampak mendung. Awan menggantung di atas kampus seperti firasat buruk yang belum sempat dituliskan. Aurelia berjalan cepat di sepanjang lorong gedung administrasi, menggenggam map berisi dokumen kelas tambahan yang katanya harus diisi mahasiswa baru. Tapi pikirannya tak sepenuhnya ada di sana.
Dia belum bisa berhenti memikirkan Leo.
Ada sesuatu yang berbeda dari pria itu. Bukan hanya karena ia adalah target misi, tapi karena setiap kalimat, setiap geraknya seperti penuh dengan kode yang tak terpecahkan. Seolah dia menyimpan lebih banyak rahasia dari yang pernah dibayangkan.
Aurelia berhenti di depan kantor dosen. Ia mengambil napas dalam-dalam, berusaha menguatkan hati, lalu mengetuk pintu.
"Masuk!" suara itu terdengar dari dalam, berat dan pelan.
Pintu terbuka. Dan di baliknya, Leo duduk di belakang meja dengan lengan tergulung seperti kemarin, mata elangnya langsung menangkap kehadiran Aurelia. Sekilas saja, tapi cukup membuat jantung gadis itu terpeleset sesaat.
"Aurelia, bukan?" tanyanya tanpa ekspresi.
"Iya, Pak. Saya diminta mengantarkan ini," jawabnya sambil menyerahkan map dokumen.
Leo mengambilnya, membuka sejenak, lalu mengangguk. "Kau termasuk cepat. Biasanya mahasiswa lain baru ingat setelah ditegur."
Aurelia hanya mengangguk. Tapi tak langsung beranjak. Matanya menatap sekeliling ruangan, mencari petunjuk… apapun yang bisa membawanya lebih dekat pada misi.
Ruangan itu bersih dan rapi. Terlalu rapi. Tidak ada foto keluarga, tidak ada dekorasi pribadi. Hanya buku-buku tebal berjajar, dan beberapa catatan tangan berbahasa asing di meja. Aurelia hampir yakin itu tulisan kode atau aksara kuno. Tapi dia belum cukup dekat untuk membaca.
"Kau ingin bertanya sesuatu lagi?" suara Leo mengembalikan fokusnya.
"Eh, tidak... maksud saya, ya. Saya cuma... penasaran."
"Penasaran?"
"Kenapa Bapak jadi dosen? Maksud saya… Bapak terlihat seperti orang yang cocok kerja di lembaga riset rahasia atau… sesuatu yang lebih ekstrem."
Leo menatapnya lama, lalu tersenyum samar. Tapi bukan senyum hangat. Lebih seperti… permainan.
"Karena menjadi dosen memberiku akses yang cukup luas… dan anonimitas yang aman."
Aurelia terdiam. Apakah itu... jawaban jujur? Atau hanya cara lain untuk mengusirnya secara halus?
Leo berdiri perlahan, berjalan mendekati rak buku di sampingnya, mengambil sebuah buku tebal berbahasa Latin.
"Kau suka membaca?"
Aurelia mengangguk pelan. "Kalau isi bukunya bisa dipahami, saya suka."
Leo menoleh padanya. "Sayangnya, hal yang paling penting dalam hidup… jarang datang dalam bentuk yang mudah dipahami."
Aurelia tidak tahu harus menjawab apa. Tapi otaknya bekerja cepat. Buku itu… judulnya familiar. Dia pernah melihat versi terjemahannya di perpustakaan pribadi Dario. Buku tentang simbol-simbol kuno dan pesan tersembunyi.
Apakah ini… petunjuk?
Leo kembali duduk dan membuka lembar-lembar bukunya. Percakapan selesai. Tapi di kepala Aurelia, permainan baru saja dimulai.
---
Malamnya, angin dingin menerpa jendela asrama. Aurelia menatap ponsel lama miliknya. Ada satu pesan dari Dario.
"Bagaimana perkembangannya? Sudah lihat tubuhnya? Apakah ada bekas simbol?"
Aurelia mendesah.
"Belum. Tapi aku mulai curiga, dia menyembunyikan sesuatu. Ruangannya bersih, tapi bukunya penuh kode dan simbol aneh."
Balasan Dario muncul hampir seketika.
"Kau harus lebih dekat dengannya, Lia. Ciptakan alasan. Pancing kepercayaan. Jangan lupa, ini demi ibumu."
Aurelia menggigit bibir bawahnya. Demi ibunya. Demi kebenaran. Demi janji yang belum pernah dia ucapkan… tapi sudah terpatri di hatinya.
Dia tidak tahu bahwa di tempat lain, Leo sedang membuka surat lama milik ayahnya. Tulisannya pudar, sebagian terbakar, tapi satu kalimat selalu dia baca berulang-ulang:
"Jika aku mati, jangan percaya siapa pun. Bahkan wanita cantik sekalipun."
Leo menatap kosong ke luar jendela. Dan samar di sudut pikirannya… wajah polos Aurelia muncul sekilas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments