Bab 2 Darah Yang Tak Termaafkan

Suara bel alarm kantor polisi berbunyi nyaring… TIIIIN!!! TIIIIN!!! TIIIIN!!!

Tengah malam itu, keheningan kantor polisi Kota Arcadia dipecah oleh dering bel darurat yang memekakkan telinga. Para petugas yang sebelumnya terlelap dalam lelahnya tugas, tiba-tiba dihantui oleh rasa cemas. Seisi kantor bergolak, rasa resah melanda hati setiap pejabat tinggi. Tidak butuh waktu lama bagi kabar mengerikan tentang sebuah pembantaian yang begitu brutal mengalir seperti arus yang tak terbendung, menghantam keras fondasi ketenangan kota dan menggoyahkan sendi pemerintahan yang ada.

Lima siswa dan dua belas anggota geng ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan. Bahkan para polisi yang sudah terbiasa menghadapi kejahatan pun merasa mual melihat pemandangan di lokasi kejadian.

Suara langkah tergesa-gesa di koridor… TAP TAP TAP! Suara lembaran berkas dilempar ke meja… BRUK!

"Ini gila… ini benar-benar di luar batas!" Kepala Polisi membanting berkas laporan di hadapan para bawahannya. "Semua cuti dibatalkan! Kita harus menangkap pelakunya secepat mungkin!"

Walikota dan direktur kepolisian mengadakan rapat darurat semalaman. Tekanan yang mereka rasakan luar biasa. Jika kasus ini tidak segera diselesaikan, jabatan mereka bisa tamat.

Namun, mereka segera mendapat titik terang. Dalam waktu kurang dari dua jam, seluruh bukti mengarah pada satu nama.

"Kenzo."

Suara lembaran kertas ditarik cepat… SWISH! Suara ketukan pena ke meja… TOK TOK TOK!

"Kenzo, laki-laki, 18 tahun, siswa kelas tiga di SMA No. 2 Kota Arcadia. Berprestasi tinggi, pengawas kelas, tetapi memiliki sifat pemberontak dan agresif. Tidak memiliki riwayat gangguan mental."

"Tanggal 5 Juni 2002, pacarnya, Selena, diculik oleh Reno dan lima siswa lainnya dari sekolah yang sama. Mereka menyerahkannya kepada Celos, pemimpin Geng Macan Hitam, dengan imbalan lima juta Malam itu, Selena diperkosa beramai-ramai hingga tewas oleh Celos dan dua belas anggota gengnya. Diduga kuat ini adalah pembunuhan balas dendam!"

Suasana ruangan rapat mencekam. Tak ada yang berbicara. Semua orang tahu… kasus ini sudah terpecahkan.

"Siapkan pasukan!" perintah Kepala kepolisian. "Tangkap dia, hidup atau mati!"

Suara sepatu bot berbaris… DUK DUK DUK! Suara sirene polisi meraung di jalanan… NEE-NOOO NEE-NOOO!

Tiga ratus polisi dari berbagai unit—pasukan khusus, tim anti huru-hara, dan detektif kriminal—dikerahkan untuk memburu Kenzo. Mereka menyisir seluruh kota, menggeledah setiap sudut gelap.

Hingga akhirnya, saat fajar menyingsing, seseorang menemukannya.

Di sebuah pemakaman di pinggiran kota, di depan sebuah makam yang masih baru, seorang pemuda berlutut diam.

Air matanya jatuh tanpa suara.

Suara angin berembus pelan… WHOOOSH… WHOOOSH…! Suara lilin bergetar… FLICKER… FLICKER…!

Di hadapannya, lima lilin merah hampir padam. Di samping setiap lilin… ada satu kepala manusia yang masih berlumuran darah.

Di tanah, dua karakter besar tertulis dengan jari-jari manusia—

"Kebencian."

Suara napas tercekat… HIK!

Para polisi yang menyaksikan pemandangan itu menelan ludah. Tak ada yang berani berkata-kata.

Kenzo tidak melawan saat borgol dikunci di pergelangan tangannya.

Suara klik borgol… CLICKK!

Ia hanya menatap ke makam di hadapannya.

Tatapan kosong… tetapi ada api yang masih menyala di dalamnya.

Dalam hitungan jam, berita penangkapannya tersebar ke seluruh kota dan provinsi. Kasus ini menjadi perbincangan hangat di seluruh negeri.

Sebagian orang menangis iba.

Sebagian mengutuknya sebagai monster.

Sebagian lagi… bertepuk tangan.

Lima hari kemudian, pengadilan terbuka digelar. Kenzo menolak membela diri.

Ia seharusnya dihukum mati di tempat. Namun, entah mengapa, hakim menjatuhkan hukuman mati yang ditangguhkan selama dua tahun.

Keputusan itu menimbulkan kontroversi besar.

Namun bagi Kenzo, hukuman apa pun tak ada artinya lagi.

Hatinya telah mati.

Dan kebenciannya… masih belum padam.

Suara guntur menggelegar di kejauhan… GRRRRRUUUMMMBBBLLL!

Suara rantai besi bergemerincing… CINK CINK CINK! Suara langkah berat di koridor penjara… TAP TAP TAP!

Diborgol di tangan dan kaki, Kenzo melangkah masuk ke dalam penjara tanpa ekspresi. Tatapannya kosong, seolah jiwanya telah tertinggal di pemakaman tempat ia menyerahkan dendamnya kepada malam.

Sejak vonis dijatuhkan, tidak ada banding, tidak ada protes. Bahkan orang tua dari lima siswa yang terbunuh pun diam saja. Seakan semuanya telah mencapai titik akhir yang tak perlu dipertanyakan lagi.

Hanya setelah bersujud sepuluh kali di hadapan orang tuanya yang menangis, Kenzo dibawa pergi.

Suara pintu besi terbuka… KREEEKKK! Suara borgol dikunci… CLICKK!

Duduk di dalam mobil tahanan, ia tak berkata sepatah kata pun. Perjalanan seharusnya hanya dua jam, tetapi entah mengapa, mobil itu terus melaju, bergelombang melewati jalan-jalan berbatu hingga mencapai gunung-gunung sunyi yang diselimuti kabut.

Setelah pos demi pos pemeriksaan, gerbang demi gerbang terbuka, mereka akhirnya tiba di sebuah penjara besar yang tersembunyi jauh dari kota.

Di sana, tanpa banyak basa-basi, prosedur standar dijalankan—penggeledahan tubuh, pemeriksaan fisik, pemotongan rambut, mandi air dingin, berganti pakaian, dan makan makanan tahanan yang hambar.

Nomor tahanan: 7702.

Dua jam kemudian, di bawah pengawalan dua sipir bersenjata, Kenzo dikirim ke sel No. 105—sel kolektif yang dihuni oleh sebelas narapidana lain.

Suara jeruji besi terbuka… KREEEK! Suara langkah masuk… TAP TAP!

"Bangun, semuanya. Cepat!" suara keras sipir memerintahkan.

Di dalam sel, para tahanan mulai bangkit dari tempat tidur mereka, menguap, dan mengamati pemuda baru yang baru saja masuk.

Seorang pria gemuk berwajah bulat menyeringai licik, menatap Kenzo dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Heh, lihat ini. Anak kecil masuk penjara! Apa rambutnya sudah tumbuh semua?"

Seorang pria botak di sebelahnya tertawa kasar. "Hati-hati, bocah-bocah zaman sekarang kelihatannya polos, tapi bisa jadi mereka lebih bengis dari kita. Hahaha!"

Tahanan lain ikut tertawa.

Suara tongkat besi dipukul ke ranjang… BANG!

"Dengar baik-baik!" suara sipir menggema, "Mulai hari ini, tahanan bernama—Kenzo—akan tinggal di sel kalian. Sekarang jumlah kalian sudah penuh, dua belas orang. Bersikaplah baik, jangan membuat masalah! Dan kau, Johnny…" Sipir menunjuk pria gemuk tadi. "Jangan cari gara-gara lagi! Kalau kau macam-macam, aku kirim kau ke sel isolasi! Mengerti?"

Johnny, si pria gemuk, hanya mengangkat bahu malas. "Dimengerti, Bos."

Suara langkah sipir pergi… TAP TAP TAP… Suara pintu sel tertutup rapat… BANG!

Kenzo tidak peduli dengan kegaduhan di sekelilingnya. Tanpa berkata apa-apa, ia berjalan menuju tempat tidur kosong di sudut sel. Namun, baru saja melangkah dua langkah, Johnny menghadangnya.

Pria gemuk itu melingkari Kenzo seperti pemangsa mengamati mangsanya.

Lalu, tiba-tiba—

Suara ludah… PLEH!

Ludah hangat dan kental mendarat tepat di wajah Kenzo.

Ledakan tawa memenuhi sel.

Tahanan lain menepuk-nepuk ranjang besi, tertawa puas melihat bocah baru yang dipermalukan.

Di tengah sorak sorai itu, Kenzo tetap diam.

Namun, sesuatu dalam matanya berubah.

Sesuatu yang dalam, dingin, dan berbahaya.

Suara angin berdesir… WHOOSH! WHOOSH!

Suara napas berat… HUH… HUH… Gelak tawa kasar memenuhi ruangan… HAHAHA!

Johnny, si kucing gunung, menyeringai puas. “Wah, sombong sekali kau, bocah! Masuk ke sini tanpa membungkuk atau memberi upeti? Kalau begini caranya, bagaimana aku bisa mempertahankan wilayahku di gedung Timur?”

Kenzo tetap diam, bahkan tidak menoleh, dan terus berjalan menuju ranjangnya.

Namun, pria botak di dekatnya, yang sejak tadi ikut menertawakan, tiba-tiba mengayunkan tinjunya ke perut bagian bawah Kenzo.

Suara pukulan keras… DUGG! Suara napas tercekat… GHK!

Kenzo terhuyung mundur enam langkah, menghantam pagar tempat tidur dengan keras. Darah segar mengalir dari sudut bibirnya.

Tahanan lain meledak dalam tawa liar.

“Haha! Bocah ini pikir dia bisa jadi raja di sini?”

“Ini penjara, Bung! Kau berada di wilayah Saudara Johnny! Kalau mau selamat, bersujudlah dan merangkak di bawah selangkangannya! Hahaha!”

Kenzo menyeka dahak dan darah di wajahnya. Tatapannya dingin, tanpa emosi.

"Aku tidak ingin mencari masalah. Sebaiknya kalian juga tidak main-main denganku."

Suasana mendadak hening.

Suara langkah berat… TAP TAP… Hembusan napas dalam… HAAH…

Johnny menatap Kenzo dengan mata menyipit. Cahaya berkilat di sorot matanya, lalu dia mendengus dan mengangkat tangan, memberi isyarat kepada yang lain untuk tidak bertindak.

“Baiklah, bocah. Aku akan memberimu jalan.”

Johnny melirik bocah itu, yang mengangguk dan berjalan menuju pagar besi, pura-pura menghirup udara segar.

Saat Kenzo berbaring di ranjang, Johnny melangkah mendekat, menatapnya dengan senyum licik.

Lalu—

Suara gesekan ikat pinggang… SREK! Suara air mengalir… SSST!

“HAHAHA! Saudara Johnny sedang memberimu air suci, bocah!”

Tahanan lain tertawa terbahak-bahak melihat Johnny buang air kecil di tempat tidur Kenzo.

Namun kali ini, tak ada kemarahan di wajah Kenzo. Tak ada ekspresi. Hanya keheningan.

Kemudian, perlahan, ia duduk dan menatap Johnny dengan dingin.

“Sudah kubilang,” suaranya serak, “Jangan macam-macam denganku.”

Sejenak, tubuh Johnny merinding. Namun, ia menepis rasa takutnya dengan tawa kasar.

“Kau mencari mati…”

Suara langkah cepat… DUK! Suara tinju diayunkan… WHOOSH!

Tinju besar Johnny meluncur ke wajah Kenzo dengan kekuatan penuh.

Namun, sebelum tinju itu mencapai target—

Suara tangan mencengkeram… CREEKK!

Kenzo bergerak.

Dalam sekejap mata, kepalanya sedikit miring, dan tangannya mencengkeram tinju Johnny dengan kuat.

“Jangan main-main denganku.”

Kali ini, kata-kata itu adalah vonis.

Suara tulang diremukkan… KRAK!

Kenzo menarik tangan Johnny ke belakang, sementara tangan kanannya berubah seolah menjadi bilah tajam yang menyayat tulang rusuk pria gemuk itu dengan kecepatan mengerikan.

Suara tulang patah… RETAK!

Johnny membelalak. Ia terhuyung mundur.

Suara tubuh jatuh ke lantai… DUKK!

Darah mengalir dari mulutnya. Tubuhnya kejang-kejang sesaat, lalu diam selamanya.

Tulang rusuk yang patah telah menembus jantungnya.

Hening.

Sangat hening.

Suara napas tercekat… HHH!

Semua orang mundur, menatap Kenzo dengan ketakutan yang membeku.

Tak ada yang berani bicara.

Tak ada yang berani bergerak.

Di dalam sel yang penuh dengan penjahat keji, malam itu, seorang bocah delapan belas tahun mengukuhkan posisinya.

Sebagai pemangsa teratas!

Episodes
1 Bab 1 Malam Pembalasan
2 Bab 2 Darah Yang Tak Termaafkan
3 Bab 3 Jangan Main-main
4 Bab 4 Sarapan Di Neraka
5 Bab 5 Penguasa Sementara
6 Bab 6 Kenzo Vs Max
7 Bab 7 Pertarungan
8 Bab 8 Duel Berdarah Di Penjara
9 Bab 9 Sumpah Darah Kenzo
10 Bab 10 Kedatangan Fiona
11 Bab 11 Merekrut Anggota Darah Elang
12 Bab 12 Kerusuhan Di Kafetaria
13 Bab 13 Kekalahan Kaneo
14 Bab 14 Menantang Gedung Singa Perkasa
15 Bab 15 Bekerjasama
16 Bab 16 Sebuah Rencana
17 Bab 17 Bentrokan Antar Kelompok
18 Bab 18 Si Rubah Abadi
19 Bab 19 Axel Yang Menyusul Pangeran Kael
20 Bab 20 Kesempatan Untuk Daren
21 Bab 21 Kaito
22 Bab 22 Perjanjian Kontrak
23 Bab 23 Menyeleksi Narapidana Hukuman Mati
24 Bab 24 Daren Dan Belly Yang Berlutut!
25 Bab 25 Nathan Sang Psikopat
26 Bab 26 Mengganti Nama Atas Perintah Kaito
27 Bab 27 Pergi Ke Kuburan Selena
28 Bab 28 Fiona Kakak Ipar!
29 Bab 29 Berjanji Akan Menikahi
30 Bab 30 Menerima Kartu Emas Dari Fiona
31 Bab 31 Sarang Beracun
32 Bab 32 Distrik Timur telah selesai
33 Bab 33 Pantas Di Juluki Mantan Penguasa
34 Bab 34 Bolly
35 Bab 35 Wujud Penyiksaan Yang Sebenarnya!
36 Bab 36 Penyiksaan Bolly
37 Bab 37 Mulai Bergerak
38 Bab 38 Target Pertama
39 Bab 39 Direktur Henry
40 Bab 40 Kesin, orang ketiga dalam struktur komando Geng Macan Hitam
41 Bab 41 Masha Pemimpin Geng Macan Hitam Saat Ini?
42 Bab 42 Yurisdiksi Geng Macan Hitam
43 Bab 43 SMA No. 3 Arcadia Dan SMP Century
44 Bab 44 Empat Saudara Saja Bisa Menghabisimu
45 Bab 45 Bertaruh
46 Bab 46 Pertemuan
47 Bab 47 Hotel Ocean Yang Berdarah
48 Bab 48 No. 4 Yang Sedikit Mengeluh
49 Bab 49 Menyerah Atau Melawan?
50 Bab 50 Dua Gadis Kecil
51 Bab 51 Kekacauan Di Kota Arcadia
52 Bab 52 Dua Kakak Ipar Baru?
53 Bab 53 Aku Kalah
54 Bab 54 Dua Penyihir
55 Bab 55 Nona Yulan
56 Bab 56 Para Pejabat
57 Bab 57 Ingin Menyingkirkannya
58 Bab 58 Puncak Jalan Raja
59 Bab 59 Bersatu
60 Bab 60 Selamatkan Kami
61 Bab 61 Pertunjukan?
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Bab 1 Malam Pembalasan
2
Bab 2 Darah Yang Tak Termaafkan
3
Bab 3 Jangan Main-main
4
Bab 4 Sarapan Di Neraka
5
Bab 5 Penguasa Sementara
6
Bab 6 Kenzo Vs Max
7
Bab 7 Pertarungan
8
Bab 8 Duel Berdarah Di Penjara
9
Bab 9 Sumpah Darah Kenzo
10
Bab 10 Kedatangan Fiona
11
Bab 11 Merekrut Anggota Darah Elang
12
Bab 12 Kerusuhan Di Kafetaria
13
Bab 13 Kekalahan Kaneo
14
Bab 14 Menantang Gedung Singa Perkasa
15
Bab 15 Bekerjasama
16
Bab 16 Sebuah Rencana
17
Bab 17 Bentrokan Antar Kelompok
18
Bab 18 Si Rubah Abadi
19
Bab 19 Axel Yang Menyusul Pangeran Kael
20
Bab 20 Kesempatan Untuk Daren
21
Bab 21 Kaito
22
Bab 22 Perjanjian Kontrak
23
Bab 23 Menyeleksi Narapidana Hukuman Mati
24
Bab 24 Daren Dan Belly Yang Berlutut!
25
Bab 25 Nathan Sang Psikopat
26
Bab 26 Mengganti Nama Atas Perintah Kaito
27
Bab 27 Pergi Ke Kuburan Selena
28
Bab 28 Fiona Kakak Ipar!
29
Bab 29 Berjanji Akan Menikahi
30
Bab 30 Menerima Kartu Emas Dari Fiona
31
Bab 31 Sarang Beracun
32
Bab 32 Distrik Timur telah selesai
33
Bab 33 Pantas Di Juluki Mantan Penguasa
34
Bab 34 Bolly
35
Bab 35 Wujud Penyiksaan Yang Sebenarnya!
36
Bab 36 Penyiksaan Bolly
37
Bab 37 Mulai Bergerak
38
Bab 38 Target Pertama
39
Bab 39 Direktur Henry
40
Bab 40 Kesin, orang ketiga dalam struktur komando Geng Macan Hitam
41
Bab 41 Masha Pemimpin Geng Macan Hitam Saat Ini?
42
Bab 42 Yurisdiksi Geng Macan Hitam
43
Bab 43 SMA No. 3 Arcadia Dan SMP Century
44
Bab 44 Empat Saudara Saja Bisa Menghabisimu
45
Bab 45 Bertaruh
46
Bab 46 Pertemuan
47
Bab 47 Hotel Ocean Yang Berdarah
48
Bab 48 No. 4 Yang Sedikit Mengeluh
49
Bab 49 Menyerah Atau Melawan?
50
Bab 50 Dua Gadis Kecil
51
Bab 51 Kekacauan Di Kota Arcadia
52
Bab 52 Dua Kakak Ipar Baru?
53
Bab 53 Aku Kalah
54
Bab 54 Dua Penyihir
55
Bab 55 Nona Yulan
56
Bab 56 Para Pejabat
57
Bab 57 Ingin Menyingkirkannya
58
Bab 58 Puncak Jalan Raja
59
Bab 59 Bersatu
60
Bab 60 Selamatkan Kami
61
Bab 61 Pertunjukan?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!