Keesokan harinya Mak Tirah terbangun karena tubuhnya diguncang-guncang oleh suaminya. Dengan tidak bersemangat wanita itu pun mengucek-ngucek kedua matanya lalu duduk di tepi ranjang. Karena kebanyakan menangis mata Mak Tirah terlihat membengkak.
"Emak kok tidur di sini?" tanya Pak Mardi setelah duduk di samping istrinya. Wajah pria paruh baya itu tampak sayu dan agak pucat.
"Tengah malam kemarin Emak terbangun karena mendengar suara Sari yang minta tolong, Pak. Awalnya Emak pikir hanya halusinasi, ternyata memang beneran," terang wanita berumur 42 tahun tersebut.
"Emak memberanikan diri untuk membuka pintu kamar Sari, lalu tiba-tiba saja jendela kayu itu terbuka dan Emak melihat Sari sedang berdiri di kebun," imbuh Mak Tirah dengan memberikan isyarat gerakan kepala lemah ke arah jendela.
"Sampai sekarang Emak masih belum ikhlas kehilangan Sari, Pak, apalagi dia meninggal dengan cara yang tidak wajar. Emak kasihan karena jiwanya tidak tenang, makanya dia minta tolong pada kita," tambah wanita paruh baya itu terus terang.
"Sebenarnya Bapak juga tidak ikhlas dengan kepergian Sari, Mak, tapi keadaan memaksa kita untuk menghadapi kenyataan pahit ini. Kita terus doakan saja Sari agar dia bisa tenang di alam sana," kata Pak Mardi.
"Kira-kira siapa ya Pak orang yang sudah tega membunuh Sari dengan mengirim binatang jejadian itu?" Mak Tirah sangat penasaran.
"Bapak juga tidak tahu, Mak. Lebih baik kita perbanyak doa saja agar dalangnya segera mendapat azab dari Gusti Allah," sahut pria paruh baya itu.
*
Untuk mengantisipasi peristiwa lanjutan, Bapak Kepala Desa pun mengajak para warga khususnya para kaum adam untuk mengaktifkan ronda malam lagi, yang mana tiap malamnya paling sedikit harus ada 3 orang yang melakukan ronda. Adapun pengaturan jadwalnya bersifat fleksibel, yang mana mereka bisa memilih hari yang sekiranya ada waktu longgar.
Malam ini adalah malam ke 4 pelaksanaan ronda, yang mendapat jatah untuk melakukan ronda pada malam ini adalah Seno, Doni dan Andri. Diantara ke 3 pria lajang itu yang paling muda adalah Andri karena dia masih kelas XI SMK. Andri sengaja memilih waktu ronda pada hari Jum'at karena hari Sabtu nya dia libur sekolah.
Jam 11.05, ketiga pemuda itu mulai berkeliling desa dengan Seno dan Andri membawa senter sedangkan Doni membawa kentongan yang sesekali dia pukul.
Ketika mereka sedang melintasi jalanan yang kanan kirinya adalah area tegalan, beberapa meter di depan mereka tiba-tiba menyeberanglah seorang perempuan yang perawakannya mirip seperti Sari dengan mengenakan pakaian terusan berwarna putih. Melihat penampakan sosok perempuan itu, ke 3 pemuda tersebut langsung menghentikan langkahnya.
"Mas Seno dan Mas Doni lihat juga gak?" tanya Andri dengan suara pelan, jantung pemuda itu mulai berpacu lebih cepat.
"Iya, aku juga lihat. Kayaknya kok seperti Sari," timpal Seno dengan suara yang juga pelan.
"Aku juga berpikir begitu. Jadi si Sari gentayangan karena arwahnya tidak tenang?" sela Doni.
"Bisa jadi, kematiannya kan tidak wajar," sahut Seno.
"Sambil jalan lebih baik kita baca surat-surat pendek saja agar kita tetap aman," imbuh anaknya Pak Dikun itu.
Seraya membaca surat-surat pendek dengan suara pelan, ke 3 pemuda itu pun melanjutkan perjalanannya, namun baru beberapa langkah mereka berjalan tiba-tiba saja dari arah depan muncul kabut yang bergerak agak cepat yang semakin lama semakin tebal, hingga ke 3 pemuda tersebut secara reflek saling merapatkan badan mereka sambil terus melantunkan surat-surat pendek dengan suara lebih keras dari sebelumnya.
"Mas Seno, Mas Doni, kita harus bagaimana ini? Lanjut jalan atau balik ke pos ronda?" Andri mulai ketakutan, tapi entah mengapa pemuda itu tidak mendapatkan jawaban dari ke 2 tetangganya.
"Mas Senoo! Mas Donii!" Andri memanggil ke 2 nama tetangganya dengan suara keras tapi masih tetap tidak ada jawaban, hingga tiba-tiba sepasang telinganya mendengar seperti suara kepakan sayap yang terbang berputar-putar di atas kepalanya. Karena saking tebalnya kabut, mata Andri tidak bisa melihat kepakan sayap binatang apakah itu.
Ketakutan Andri semakin bertambah ketika dia ingat cerita bapaknya yang mengatakan jika Sari meninggal karena darahnya dihisap sampai habis oleh binatang jadi-jadian. Otak pemuda itu pun langsung berpikir jangan-jangan suara kepakan sayap yang sekarang ini masih berputar-putar di atas kepalanya adalah binatang jadi-jadian yang dimaksud.
"Aaaaa!!" Andri berteriak histeris ketika persis di depan wajahnya tiba-tiba saja muncul seekor kalong besar yang tampak menyeringai hingga memperlihatkan taringnya yang tajam. Mata binatang nokturnal itu berwarna merah menyala dan wajahnya tampak beringas.
Detik berikutnya Andri pun jatuh tak sadarkan diri karena pemuda itu telah disirep oleh si kalong. Begitu korbannya sudah tidak berdaya, makhluk tersebut langsung menggigit leher kiri Andri lalu menyedot darahnya sampai habis hingga kondisi fisiknya mirip dengan Sari.
20 menit setelah kepergian si kalong, kabut pun bergerak ke arah Barat hingga suasana kembali tampak seperti semula.
"Don, Doni!" panggil Seno sesudah pemuda itu melihat temannya tersebut, dengan segera anaknya Pak Dikun itu menghampiri
"Ya ampun Seen, aku takut setengah mati. Kamu itu lo tak panggil beberapa kali kok gak nyaut-nyaut," keluh Doni dengan raut wajah tampak pucat.
"Kamu beberapa kali manggil aku? Mosok to? Kok aku gak denger sama sekali. Aku tadi juga manggil-manggil namamu lo, tapi kamu juga gak njawab sama sekali," rupanya apa yang dialami oleh Doni sama dengan yang dialami oleh Seno.
"Kok aneh yo Sen, aku jadi curiga dengan kejadian ini termasuk kabut tebal tadi. Gak biasanya lo musim panas di desa kita kabuten sampek setebal tadi," tutur Doni terus terang.
"Andri mana, Don?" Seno baru teringat dengan Andri, spontan kedua pemuda itu langsung mengedarkan pandangan mereka untuk mencari Andri.
"Ayok Don kita cari Andri sekarang," firasat Seno mulai tidak enak.
Segera saja kedua pemuda tersebut menyusuri jalanan tapi sampai di perbatasan desa sosok Andri belum ketemu juga. Karena sangat khawatir mereka berbalik arah lagi dan berjalan menuju ke pos ronda tapi nihil, Andri masih belum diketemukan.
"Piye iki, Sen?" Doni tambah panik.
"Kita pergi ke rumah Andri dulu, Don."
Segera saja kedua pemuda itu berjalan menuju ke rumah Andri dan langsung mengetuk pintu rumah, yang beberapa detik kemudian muncullah Pak Udin dari balik pintu.
"Loh Seno, Doni, ada apa? Kalian kok hanya berdua, Andri nya mana?" tanya si empunya rumah dengan masih setengah ngantuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments