Udara menjadi lebih dingin. Bahkan sangat dingin hingga Sora merasa tulang-tulangnya seperti tertusuk jarum es.
Kedua mata Sora masih terpejam ketika Ia merasa bagian betisnya berdenyut seperti akan menyatu kembali.
‘Jadi gua beneran meninggal?’ Sora bertanya dalam pikirannya.
Pasalnya, hampir seluruh rasa sakit di tubuhnya telah hilang.
‘Kalo gua gak meninggal, harusnya badan gua masih pada sakit!’ Sora masih bergelut dengan pikirannya.
Sora bahkan merasa bahunya telah jauh lebih baik walaupun pohon besar itu membatasi gerakannya.
‘Eh bentar. Kok gua masih bisa nyentuh nih pohon?’ Sora berusaha membuka kedua matanya. Ia mengerjap menyesuaikan pandangannya dengan keadaan di sana.
Saat itu, hal yang pertama Sora sadari adalah Ia masih berada di hutan yang gelap karena langit malam tertutupi awan tebal.
Dengan penglihatannya yang masih buram itu, Sora seperti melihat seseorang yang berlutut tepat di sampingnya. Dari posturnya yang tegap, sosok itu pastilah seorang pria.
Namun, pakaian yang membalut sosok itu terlihat tak biasa. Sosok itu menggunakan pakaian dengan warna hitam yang mendominasi. Pakaiannya mirip seperti jubah lengkap dengan tudung yang cukup besar sehingga Sora tak bisa melihat rupa sosok itu.
‘Oh… Ternyata gua lagi didatengin malaikat maut…’ Sora telah benar-benar pasrah.
Sora menjadi penasaran dengan apa yang dilakukan ‘malaikat maut’ itu. Kenapa Ia hanya berjongkok di situ dan tak segera membawanya ke akhirat.
Ia berusaha mengangkat kepalanya dan pandangannya melihat sesuatu yang membuat degup jantungnya terpacu dengan cepat. Ia melihat kedua telapak tangan makhluk itu hanya berjarak beberapa senti saja di atas kakinya.
“Huwaa….!” Sora berteriak ketika melihat apa yang sosok itu lakukan.
Sosok itu juga tampak terkejut melihat Sora terbangun dan berteriak. Ia sempat tersentak namun masih tetap melanjutkan aksinya.
“S-siapa kamu?! Kamu mau apain Saya? Cabul ya kamu?!” Sora ingin bangkit dan ingin sekali mendorong tubuh sosok itu, namun Ia tak bisa. Selain karena geraknya masih terbatas oleh pohon besar itu, Sora juga merasa sosok itu seperti dilindungi oleh dinding ajaib yang tidak terlihat. Ia bahkan tak bisa menyentuh jubah yang menjuntai di dekat lengannya.
“Jangan gerak dulu. Yang ini bentar lagi sembuh.” Ucap sosok itu dengan tenang.
Entah bagaimana dan apa yang terjadi pada Sora, tubuhnya mendadak kaku dan tak bisa Ia gerakkan. Tubuhnya seolah lebih menuruti ucapan sosok itu daripada perintah dari otaknya sendiri.
Isi kepala Sora sudah tak karuan. Sejujurnya, berada di hutan yang gelap tak pernah masuk dalam rencananya. Belum lagi sekarang Ia terbaring dengan tubuh penuh luka di tempat sepi yang sepertinya tak pernah dilewati manusia.
Lalu, sosok itu. Kehadiran sosok itu membuat bulu kuduk Sora merinding. Jika diingat-ingat lagi, babi hutan yang mengamuk tak lebih menyeramkan dibanding sosok itu.
Dulu ketika ada babi mengamuk di depan tenda, Sora masih bisa kabur dan melarikan diri. Sekarang tubuhnya bahkan tak bisa digerakkan sama sekali sehingga hilanglah harapan untuknya pergi dari tempat itu.
“Diem dulu. Nanti abis ini baru yang satunya.” Kata sosok itu.
Ia masih saja mengangkat tangannya di atas kaki Sora.
Setelah beberapa lama terus berlutut sambil mengangkat tangannya di atas kaki Sora, sosok itu terlihat kehilangan keseimbangannya. Benar, Ia terlihat oleng hingga nyaris terjengkang. Untungnya, lengannya refleks menopang tubuhnya hingga sosok itu tak sampai ambruk di tanah.
Saat itulah tudung yang dikenakan sosok itu tersibak dengan sempurna memperlihatkan apa yang sejak tadi terus berada dalam lindungannya.
Sosok itu memiliki rambut panjang berwarna putih dan sedikit berkilau seperti silver. Potongan rambut bagian depannya tampak berlayer namun tetap nyaman dilihat seperti habis perawatan di salon profesional.
Iris matanya berwarna biru terang, menghadirkan ilusi seolah bola mata indah itu bercahaya dalam gelapnya malam. Untuk sesaat, Sora merasa sosok itu adalah jelmaan dari salah satu karakter fiksi kesukaannya, hanya kurang penutup mata saja.
Dan satu lagi yang mencolok perhatian adalah, sosok itu memiliki telinga yang cukup lebar dan meruncing ke atas, lengkap dengan aksesoris--atau apapun itu, yang terlihat berkilauan.
“Aduh…” sosok itu mengaduh sambil berusaha mengatur keseimbangannya kembali.
‘Lah? Dia orang? Ngapain dandanannya begitu? Lagi cosplay?! Tapi ngapain dia malem-malem di sini? Apa jangan-jangan dia siluman?!’
Sora benar-benar ingin kabur saat itu juga setelah pertanyaan liar yang mengerikan semakin berkembang dalam pikirannya. Namun tubuhnya masih kaku, benar-benar tak bisa Ia gerakkan.
Dalam diam yang terasa janggal itu, Sora perlahan menyadari bahwa sesuatu telah terjadi pada tubuhnya.
‘Bentar. Waktu gua jatoh kan badan gua kegores akar ama rumput, harusnya sekarang perih dong? Kan lecet? Terus, bahu gua? Betis gua? Pada sembuh?’
Saat pikirannya mulai dipenuhi banyak pertanyaan, tiba-tiba saja sosok itu kembali kehilangan keseimbangannya. Bahkan kali ini sosok itu terjatuh dan mendarat tepat di sebelah Sora.
Sosok itu kini kehilangan kesadarannya namun Sora telah benar-benar pulih. Luka-luka di sekujur tubuhnya sembuh tak berbekas sama sekali. Dan tubuhnya kembali terasa normal, tidak lagi kaku.
“Ishh… Aduh, aduh, aduh…” Sora meringis kesakitan ketika Ia mencubit punggung lengannya, “gua gak mimpi! Gua sembuh!” Sora tampak bingung namun segaris senyum juga muncul dari sudut bibirnya.
Gadis itu kemudian mencoba bangkit dan Ia benar-benar bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Ia berjingkrak kegirangan dan pikirannya telah terbang lebih dulu menuju rumahnya.
Namun, kegirangan Sora terhenti ketika Ia menyadari ada satu lagi sosok yang terus memperhatikannya. Seekor burung yang luar biasa besar tengah menatapnya sambil memiringkan kepalanya.
Sosok burung raksasa itu justru terlihat keheranan melihat tingkah laku Sora.
“Huwaaaa….! Apa itu?! Gilaa…. Gua—gua…” Sora tak bisa berpikir dengan tenang.
Tiba-tiba saja pandangan Sora tertuju pada sosok pria yang tak sadarkan diri tadi.
“Heh… Bangun…” Sora mengguncang bahu pria berambut putih itu.
Rasa terkejutnya yang tadi masih belum lenyap, kali ini Sora kembali melihat sesuatu yang membuat bulu kuduknya kembali berdiri.
Rambut putih pria itu perlahan semakin menjadi pendek dan warnanya berubah menjadi hitam. Potongan rambut pria itu akhirnya terlihat rapi seperti kebanyakan pria yang Sora temui di kantornya.
Kedua mata Sora terbelalak menyaksikan keanehan pria itu. Sora terduduk sambil memegangi kepalanya.
“Lu sebenernya apaan sih? Kenapa gua di sini? Kenapa malem ini bukan babi hutan aja yang nongol…” Dalam hatinya Sora merasa takut akan apa yang telah Ia saksikan. Namun, dirinya juga tak berani meninggalkan tempat itu.
Ia memilih untuk duduk sambil memeluk lututnya menunggu pria itu sadar. Dan jika dipikir-pikir lagi, burung raksasa itu juga hanya berdiam di tempatnya dan tak ada tanda-tanda akan menyerang Sora.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments