#2

“Kak. Pasien atas nama Reza William di ruang mana ya? Jam besuknya masih belum abis, kan?” Sora memberondong seorang staf pusat informasi dengan sejumlah pertanyaan.

“Tunggu ya…” Kata wanita dengan name tag ‘Dinda’ itu.

Tak sampai satu menit, Dinda akhirnya memberi Sora jawaban.

“Pasien atas nama Reza William baru pulang tadi pagi, Kak”

“Oh, sudah pulang, ya? Ya sudah Kak. Makasih ya.” Sora berbalik dan berjalan dengan malas seperti daun tertiup angin.

‘Apa mending ke rumahnya aja? Apa gimana? Ck. Lagian dihubungin gak bisa-bisa.’ Sora berbicara sendiri dalam pikirannya.

Akhirnya, Sora kembali menancap gas sedan miliknya mengikuti map di ponselnya. Sebelum tiba di tujuan, Sora menyempatkan diri mampir ke sebuah toko buah dan minta dibuatkan satu bingkisan parsel.

Ia kembali menyusuri jalanan dan kali ini perjalanannya ditemani sekeranjang buah-buahan segar.

Sampai di dekat titik akhir perjalanan, Ia sempat ragu karena itu baru pertama baginya ke sana. Sora hanya pernah diberi tahu oleh Reza bahwa Reza tinggal di daerah Sunrise Garden, tak jauh dari sebuah toserba. Hanya itu informasi yang Ia ketahui tentang tempat tinggal Reza selama hampir tiga tahun lamanya mereka menjalin hubungan.

Setelah bertanya pada beberapa orang yang Ia temui, Sora akhirnya menghentikan mobilnya di tepi jalan karena rumah-rumah di sana tak memiliki halaman yang cukup untuk memarkir mobil.

Tak jauh dari tempat Sora memarkir mobil, Ia melihat beberapa anak laki-laki tengah bermain bola dengan menggunakan sandal sebagai gawang. Usia mereka sekitar delapan sampai sepuluh tahunan.

Sora menghampiri seorang anak dengan pakaian yang sablonannya tampak memudar. Sora ingat Ia pernah melihat anak itu pada sebuah foto yang pernah Reza tunjukkan.

“Dek. Kamu adiknya Reza, kan?” Sora menampilkan raut wajah seramah yang Ia bisa.

Anak itu tak langsung menjawab pertanyaan Sora. Ia memindai Sora dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Situ kenal abang saya?” anak itu menatap Sora curiga.

“Iya. Kenalin, saya Sora. Pacarnya Reza. Nama kamu siapa?” Sora mengulurkan tangan.

‘Ciieeee…’

‘Eaaa…’

Tanpa Sora duga, anak-anak lain yang berada di sekitarnya menyorakinya karena ucapannya barusan.

“Berisik lu!” anak kecil itu melotot pada teman-temannya yang lain sambil mengangkat tinju ke udara. Sorakan itu seketika berganti menjadi gelak tawa.

“Situ beneran pacarnya abang saya? Kok kayak bukan...” anak itu mendelik, “terus situ kok cepet banget sembuhnya? Abang saya masih pada diperban.” Anak itu bersidekap. Ia bahkan tak memberi tahu namanya pada Sora.

Sementara itu, Sora sama sekali tak mengerti ucapan anak itu barusan. Wajahnya memancarkan sebuah tanda tanya.

“Maksudnya?” tanya Sora.

“Abang saya jatoh dari motor kan sama pacarnya. Ya mereka pada luka-luka lah. Pada dibawa ke rumah sakit.” Anak itu menjelaskan dengan ketus.

“Masa sih?” Sora masih tak percaya dengan apa yang Ia dengar.

“Ck. Dibilangin juga... Jangan ngaku-ngaku deh!” Anak itu melengos dari hadapan Sora.

Sora kembali memasuki sedan putih itu dengan sejuta pertanyaan dalam benaknya. Tiba-tiba saja Ia teringat Agnes. Rasanya Sora ingin menumpahkan semua beban isi kepalanya pada Agnes.

Sora kembali menancap gas dan mengendarai mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Hingga ketika dirinya berhenti karena lampu merah, Ia baru teringat untuk menghubungi Agnes. Sora terlalu bersemangat ingin menemui Agnes tanpa bertanya kesediannya terlebih dulu.

Setelah beberapa kali mencoba, Sora akhirnya bisa terhubung dengan Agnes.

“Halo?”

“Nes. Kamu di rumah, kan?” tanya Sora segera setelah Ia mendengar suara Agnes.

“Heem, kenapa?” tanya Agnes polos.

“Aku bentar lagi nyampe rumah kamu. Aku mau-“

“Hah? Bukannya kamu masih di Bali? Kok tiba-tiba mau ke rumah aku?” Agnes seperti terkejut setengah mati mendengar ucapan Sora.

“Yah… Nanggung, Nes. Aku udah masuk gang rumah kamu.” Dan memang, kali ini kanan kiri jalanan yang dilalui Sora sudah berupa jajaran perumahan.

“Puter balik lagi aja. Jangan ke rumahku!” Nada suara Agnes meninggi.

“Nes… Aku butuh kamu… Emang kamu kenapa? Di rumah kamu ada apa? Lagi ada acara?” Sora justru terdengar memelas pada sahabatnya itu.

“Berisik. Kalo lo berani ke rumah gue, gue anggep kita gak pernah temenan, Ra” ancam Agnes.

“Kok kamu gitu, sih?” Sora merasa heran dengan gelagat Agnes, namun keheranan itu berubah menjadi rasa penasaran yang tinggi.

“Bodo amat! Pokoknya lu jangan berani-berani dateng ke rumah gua!” Sambungan telpon itu kemudian Agnes putuskan begitu saja.

“Dih. Dia kesambet apaan sih? Apa dia lagi dapet?” Sora mengerlingkan matanya. Ia memilih untuk tak mendengarkan Agnes dan tetap melanjutkan niatnya.

Hingga dirinya tiba di rumah Agnes, semua terlihat biasa, tak ada yang aneh.

“Agnes…” suara Sora menggema di luar gerbang besi yang hanya setinggi lehernya.

“Agnes…”

Baru setelah dua kali panggilan, seorang wanita paruh baya terlihat keluar dari balik pintu dan berjalan menghampiri Sora. Wanita itu membuka pintu gerbang dengan hanya menggesernya sedikit selebar tubuhnya.

Sora mengulurkan tangan dengan maksud memberi salam. Untungnya, uluran tangan Sora diterima dengan ramah oleh wanita itu.

“Eh, Sora? Ngapain ke sini? Agnes kan masih di RS.” Ucap wanita itu yang ternyata adalah Ibu Agnes.

“Oh Iya… Aduh Bu, Aku kebiasaan nih suka langsung ngarah ke sini.” Padahal saat itu Sora baru tahu bahwa Agnes berada di rumah sakit.

Ibu Agnes sedikit tertawa mendengar ucapan Sora, “tapi kamu gak lupa alamat Rumah Sakit Graha K, kan? Gak lupa nomor kamar Agnes, kan?” Ibu Sora kembali tertawa.

Sora hanya ikut tertawa mendengar ucapan Ibu Agnes. Dalam hatinya, yang Ia ingat bahwa Rumah Sakit Graha K adalah rumah sakit tempat Reza dirawat.

“Ya jelas masih inget dong, Bu. Kalo gitu saya pamit ya. Mari, Bu” Sora mengakhiri perbincangan itu.

Lalu, bukannya menuju rumah sakit. Sora justru mengemudikan sedan putih itu kembali menuju rumah Reza. Hampir satu jam lamanya sora mengemudi untuk kembali sampai di sana.

Meski hari semakin sore, anak-anak tadi masih saja terlihat asyik bermain kejar-kejaran sambil tertawa riang. Tiba-tiba kesenangan mereka terhenti ketika melihat Sora kembali berjalan menghampiri mereka.

Seorang anak tampak menunjuk-nunjuk Sora sambil berbisik pada temannya. Namun Sora tak peduli. Ia langsung menghampiri adik Reza yang bahkan namanya saja tak Ia ketahui

“Dek. Sini deh, Kakak mau nanya…” Sora menatap anak itu dengan lembut.

“Apaan?” Ketus anak itu.

Kemudian, Sora menggulir layar ponselnya dan menunjukkan sebuah foto pada anak itu.

“Pacar abang kamu yang ini?” Sora masih bisa mengembangkan senyum.

Tatapan anak itu melebar ketika menatap layar ponsel Sora.

“Ho’oh. Yang jatoh waktu jalan sama abang saya yang itu. Gimana sih?! Katanya situ pacar kakak saya, tapi mukanya beda sama di foto. Ngaku-ngaku mulu!” Anak itu melengos setelah meninggalkan kalimat yang menyesakkan dada Sora.

Dengan nafas tercekat. Sora kembali ke arah mobilnya terparkir. Ia membuka pintu bagian penumpang dan mengambil parsel buah yang terlanjur Ia beli.

Langkah gontainya menuntunnya menuju pintu rumah pria yang Ia rindukan.

“Misi… Reza...” Sora memanggil salah satu penghuni rumah itu.

Pintu itu pun beberapa kali diketuknya hingga seseorang dari dalam sana membuka pintu.

Seorang wanita yang agak gemuk muncul dari balik pintu dan kini berdiri di ambang pintu. Wajahnya terlihat letih.

“Siapa kamu?” wanita itu terdengar lesu.

“Saya Sora. Pacarnya Reza.” Sora mengulurkan tangannya.

Raut wajah letih wanita itu hilang ketika Sora berkata demikian. Sorot mata wanita itu seperti memancarkan api yang menyala-nyala.

“Ooh… Jadi Kamu ini pacarnya Reza? Asal kamu tahu ya! Kamu tuh bawa sial mulu buat anak saya! Kemaren kecopetan, sekarang kecelakaan, besok apa lagi? Kamu bikin anak saya sial kayak gimana lagi?!” Sambil menunjuk-nunjuk ke arah Sora, wanita itu tiba-tiba menyerang Sora dengan tuduhan yang jelas terasa aneh bagi Sora.

“A-anu… Maaf Bu. Saya sama Reza udah sebulan ini gak ketemu-“

“HALAH!!! JANGAN BOHONG KAMU?! KALO BUKAN KETEMU KAMU, TERUS KETEMU SIAPA? Orang Reza bilang mau ketemu pacarnya!” Wanita itu menyilangkan tangan di dada.

Sora terkesiap. Ia tak tahu harus menjawab apa, tak tahu harus bagaimana mengambil sikap.

“POKOKNYA, SAYA GAK BAKAL BIARIN ANAK SAYA DEKET-DEKET KAMU LAGI! SAYA SUMPAHIN GAK BAKAL ADA COWOK YANG MAU SAMA CEWEK PEMBAWA SIAL KAYAK KAMU!” Akhir dari serangkaian ucapan pedas wanita itu tak kalah mengerikan.

Sora tak tahan dengan ucapan tanpa filter dari wanita itu. Saat itu juga, Ia bertekad mengakhiri hubungannya dengan Reza. Sedikit terbesit dalam pikirannya jika wanita di hadapannya menjadi mertuanya kelak.

“Lho, Bu? Kok ngedoanya gitu? Saya baik-baik lho ke sini, mau jenguk Reza. Saya bela-belain bawa ini-“ ucapan Sora terpotong oleh suara pintu yang ditutup dengan keras oleh wanita itu.

Sora terperangah. Ia hanya merasa sikap Ibu Reza terlalu berlebihan. Ia merasa dirinya tak pantas mendapat caci maki dan sumpah serapah yang bertubi-tubi itu.

“Udah lah. Gua kayak gak ada cowok laen aja.” Sora beringsut meninggalkan tempat itu.

Parsel buah itu Ia berikan pada anak-anak yang rupanya masih terus asik bermain bahkan ketika senja akan tenggelam.

“Kili bikin kitimi kimi, tiris kitimi siipi?” Sora mengoceh dengan rasa kesal yang menggunung, “anak lu tuh selingkuh! Kesel bangat gua!” Sora memukul kemudi mobil yang tak bersalah itu.

Dengan amarah yang menggebu-gebu, Sora mengetik pesan singkat pada kontak bernama ‘My R’ yang hingga detik itu masih saja belum membalas pesan-pesannya.

‘Za. Gua capek.. Udah cukup tiga taun gua backstreet sama lo, gua gak bakal nyariin lu lagi, Thank u buat semuanya’

“Cukup buat bikin kesabaran gua abis,” ucapan itu tak ditulis oleh Sora dalam pesan teksnya.

Sora membiarkan pundaknya lemas dan tertunduk bertumpu pada kemudi mobil. Perasaanya campur aduk. Ia gusar karena Reza seolah menghilang dan lenyap ditelan bumi, Ia kecewa karena Agnes tega mengkhianati dirinya, dan Sora juga merasa kesal atas sumpah serapah Ibu Reza. Padahal sejatinya Ia adalah korban dari semua kegaduhan yang terjadi.

Tangis Sora akhirnya pecah. Puncak dari semua kekalutan yang menggunung memenuhi hati Sora adalah air mata yang membanjiri wajahnya.

#

Hallo temen-temen readers! Sampai tahap ini masih seputar kisah Sora yang lagi patah hati. Mari berdoa bersama-sama supaya Sora cepat move on dan tidak galau berkepanjangan. Terima kasih semuanya yang sudah mampir dan ikut menyemangati Sora.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!