***
Safira berusaha untuk tetap tersenyum, dan mengucapkan terima kasih kepada para tamu undangan yang datang. Dia merasa sedikit tidak nyaman dengan semua perhatian yang diberikan kepadanya.
Di sisi lain, Bastian tampak sangat bahagia dan percaya diri. Dia tersenyum lebar dan menyambut para tamu undangan dengan antusias, sambil memeluk pinggang Safira erat. Namun Safira merasa tidak nyaman dengan pelukan tersebut. Akan tetapi, dia tidak ingin membuat Bastian merasa kecewa. Maka dari itu dia berusaha untuk tidak menunjukkan perasaannya.
"Apa kamu lelah, Fir?" tanya Bastian sambil menatap Safira dengan tatapan lembut.
Safira hanya mengangguk, sungguh ia merasakan penekanan yang sangat luar biasa. Dia bisa melihat Nyonya Hanum yang terus memberikan tatapan penuh intimidasi kepadanya, berbeda dengan Tuan Gustav yang terlihat lebih ramah.
"Ya sudah. Ayo, aku antar kamu ke kamar!" ajak Bastian kemudian.
Safira tidak menjawab, meski dia merasa bingung kamar siapa yang dimaksud. Dan dia hanya menurut ketika pria yang sudah berstatus sebagai suaminya itu, terus menggandeng tangannya selama perjalanan menuju ke kamar mereka.
Dan begitu sampai di dalam kamar, Safira tampak tertegun melihat tempat tidur yang dipenuhi hiasan dan kelopak bunga mawar merah.
"Ini kamar kita, kamu bisa tidur di tempat yang kamu sukai. Buatlah dirimu rileks dan jangan memikirkan apapun!" ucap Bastian penuh perhatian.
"Apa tidak sebaiknya saya beristirahat di kamar saya saja, Tuan?" tanya Safira memberanikan diri.
"Tidak, kamu sekarang adalah istriku, tanggungjawabku, dan tempatmu berada bersamaku. Tolong... menurut lah, Safira!" mohon Bastian seraya meraih tangan Safira, lalu memberikan kecupan lembut, yang membuat Safira merasakan desiran halus di dadanya.
"Dan mengenai sikap Mami, kamu jangan khawatir. Aku akan melindungimu jika beliau ingin berbuat tidak baik padamu!" tegas Bastian.
"Maafkan aku, Safira. Jika aku menggunakan kesempatan ini untuk memilikimu. Maafkan aku yang egois ini. Tidakkah kamu tahu, bahwa selama ini aku begitu mengagumimu bahkan sangat mencintaimu? Dan selagi ada kesempatan, maka aku tidak akan menyia-nyiakannya." Sayangnya kalimat itu hanya mampu Bastian ucapkan di dalam hati saja.
Bastian tidak memungkiri bahwa dia memang memendam perasaan pada sekretarisnya itu sejak lama, bahkan mungkin sejak Safira menjadi karyawan magang di perusahaannya. Seorang gadis sederhana nan bersahaja dan juga pekerja keras. Akan tetapi yang namanya jatuh cinta bisa pada siapa saja bukan?
Meskipun Bastian sadar bahwa perasaannya itu salah, sebab pada saat itu dia telah bertunangan dengan Farah Dilla, gadis cantik nan ceria meskipun belum ada cinta di hatinya. Bastian memang sangat menyayangi Farah, sehingga dirinya tak bisa menolak perjodohan itu. Kedua orangtua mereka bersahabat, dan sepakat menjodohkan anak-anak mereka bahkan dari mereka masih kecil.
"Tidurlah...! Aku keluar dulu, ya. Jangan membuka pintu jika ada yang mengetuknya! Aku membawa kunci sendiri. Kamu mengerti kan?" ucap Bastian.
Safira hanya mengangguk, tanpa mengucapkan sepatah kata. Setelah memastikan bahwa Bastian benar-benar sudah pergi, ia lalu menghadap ke arah cermin. Dilepasnya kain yang menutupi sebagian wajahnya dan menatap pantulan dirinya di sana.
Safira tersenyum kecut menyadari nasib dirinya saat ini. Dia bukannya tidak tahu jika atasannya itu menyimpan perasaan untuknya. Sungguh, dia sangat mengetahuinya. Oleh sebab itu, dia selalu membentengi dirinya agar tidak terjebak dalam hubungan yang rumit.
***
Safira meremat dadanya dengan kuat, berharap bisa mengurai rasa sesak yang seakan menumpuk dalam rongga dadanya. Setetes airmata lolos dari mata indahnya.
"Ingat Fira, dirimu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI. Kamu harus membentengi hatimu, agar jangan pernah kamu berikan seutuhnya pada pria yang belum tentu akan menjadi jodohmu selamanya!" Safira mendoktrin dirinya sendiri
Ini adalah kedua kalinya ia mendapatkan penolakan bahkan penghinaan dari keluarga yang berbeda, hanya karena dirinya yatim piatu. Dan luka itu belumlah kering sepenuhnya, tetapi kini seolah tersiram dengan air garam. Terasa pedih juga sangat menyakitkan.
"Jangan pernah kamu berharap lebih, jika tidak ingin tersakiti. Kamu hanya cukup menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri yang baik, dan jangan pernah menuntut apapun. Ingatlah posisimu di mana, Safira!" Sambil memeluk dirinya sendiri, Safira menatap nanar bayangannya di cermin.
Dia pun kembali teringat akan perkataan Nyonya Hanum yang sampai kapanpun tidak akan menganggap dirinya sebagai menantu. Safira menghela nafasnya dalam-dalam, dan membuangnya kasar, ditepuk-tepuk dadanya pelan mencoba melepaskan beban mental yang terasa sangat menekan jiwanya.
Dilepasnya mahkota kecil yang menghiasi kepalanya lalu membuka hijabnya. Diambilnya handuk dan piyama dari dalam tas, entah siapa yang sudah membawanya ke kamar itu. Kemudian ia bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Tak membutuhkan waktu lama Safira keluar dari kamar mandi. Kini dia berniat untuk menunaikan sholat yang tadi belum sempat dia tunaikan. Selepas sholat, Safira kembali duduk di depan cermin, membersihkan wajahnya dari sisa make up, lalu mengoleskan serum dan krem malam di wajahnya.
Safira kemudian mendekat ke arah sofa yang berada di pojok kamar, dan merebahkan tubuhnya di sana. Sekejap saja dirinya sudah terlelap dalam mimpi, entah mimpi buruk ataukah mimpi indah.
***
Sementara itu, Bastian duduk termenung sendirian di roof top hotel dengan sebatang nikotin sebagai teman melamunnya. Teman-teman dan juga rekanan bisnisnya sudah meninggalkan acara sejak tadi.
"Apa yang kau lakukan di sini Bastian, kenapa tidak ke kamar dan menemani istrimu?" tanya Tuan Gustav Arya Winata yang tiba-tiba datang.
Pria paruh baya itu diam-diam mengamati setiap gerak-gerik putra semata wayangnya.
"Oh, Papi. Aku lagi ingin sendiri, Pi," jawab Bastian tanpa menoleh. Matanya menatap langit malam yang hanya ada cahaya redup sang rembulan, dengan pandangan menerawang jauh.
"Adakah yang mengganggu pikiranmu, Bas?" tanya sang ayah dengan hati-hati.
Bastian menarik napas berat, lalu menggeleng pelan. "Entahlah, Pi. Aku khawatir jika Mami akan melakukan sesuatu di luar kendali, melihat sikapnya yang begitu keras menolak Safira."
"Untuk urusan mamimu, biar Papi yang menangani. Kamu cukup fokus pada keluarga kecilmu. Kalau bisa jauhkan dia dari jangkauan mamimu dan bangunlah istanamu sendiri," kata Tuan Gustav.
"Mengenai Farah, Papi sudah mengerahkan orang-orang kepercayaan papi untuk mencari keberadaannya, dan membawanya pulang," sambungnya kemudian.
"Lalu bagaimana nasib Safira nantinya, Pi? Apa dia harus menjadi korban, hanya karena keegoisan kita? Aku tidak sanggup, Pi. Dia gadis yang baik, dan aku...aku tak sanggup jika harus menyakitinya." Bastian berkata dengan suara bergetar seakan ada sesuatu yang tersembunyi di dasar hatinya.
"Papi tahu, maka dari itu segeralah kembali ke kamar kalian, kasihan istrimu sendirian!" perintah Tuan Gustav.
"Baiklah, kalau begitu aku ke kamar dulu. Selamat malam, Pi." Bastian segera berlalu.
Tuan Gustav menatap putranya sambil tersenyum penuh arti, seolah mengetahui apa yang dirasakan putranya saat ini. "Papi tahu kamu mencintai sekretarismu itu, Bas. Makanya kamu begitu bersikeras menggunakan kesempatan ini untuk menikahinya."
***
Bersambung...
*
*
*
Sekali lagi pembaca yang budiman,,,
TOLONG...JIKA TIDAK SUKA CUKUP TINGGALKAN...
PLEASE...!!! JANGAN MENINGGALKAN JEJAK JELEK, YANG MEMBUAT AUTHOR MERASA DOWN.
Berkarya tidaklah mudah, jadi author sangat berterima kasih atas pengertiannya...🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
👑Queen of tears👑
kalau bicara jodoh kan rahasia fir /Facepalm/
jatuhin saja dulu, mana tau disambut Bastian kan sebelum hatimu kepentok lantai /Joyful//Joyful//Joyful/
2025-04-12
1
ora
Siap-siap di buat darah tinggi sama Nyonya Hanum nih pasti🙄😒😒🤭
2025-04-05
1
👑Queen of tears👑
karena dia gadis yang putramu suka/Smug//Tongue/
2025-04-12
1