Pagi ini tampak cerah dan terasa menyenangkan.
Meskipun, ada sedikit perasaan risau tentang mimpi semalam, mimpi yang sama yang sering Ika alami.
Didalam mobil, yang melaju dengan kecepatan sedang. Rahartika mengutak-atik ponsel legend miliknya.
Sebuah ponsel dengan tampilan tiga huruf satu angka, pada setiap tombol keyboardnya.
Dengan bentuk badan yang mengembang dan melebar pada bagian tengah hingga bawah, sehingga nampak imut dan month*k menurut gadis tersebut.
Entah, ia sedang memainkan apa di sana.
Yang jelas pada raut wajah itu, tampak keseriusan, serta beberapa kali, tersungging senyum imut nan cantik.
Setiap tindakannya telah memancing pertanyaan, dari seseorang yang sedari tadi, mencuri lihat melalui kaca spion mobil.
"Non...jangan cemas, tidak akan ada penjahat yang akan nyelonong masuk kedalam mobil non he..he..he.." Canda pria tersebut, sambil cengengesan melihat sesekali kearah sang nona, melalui mata ajaib ketiga.
Pria itu sengaja mengejek Rahartika.
Dengan kata lain, ia berkata. ''Jangan membawa batu(hp legend) untuk persiapan, sebagai senjata pemukul untuk melempar orang jahat, yang akan masuk kedalam mobil.
"Heemmz...pak Diman yang baik hati anda salah. Ini...saya persiapkan, jika ada seseorang yang teledor, serta ceroboh berkendara....tinggal timpuk, bugkk..., heemmzzz..pasti mantap deh." Jawabnya cengengesan, menyambung candaan sang sopir.
Pria di depan kemudi seketika kehilangan senyuman, ketika mendengar gadis itu berucap sambil menunjukan ponselnya kedepan, serta menggoyang-goyangkanya sejenak.
"Waaah..jangan non, kalau saya sakit, siapa coba yang akan mengantar jemput nona nanti?." Jawab pak Diman, dengan nada melas yang di buat-buat.
"Lagian kalau saya sakit, kasian kucing-kucing tetangga pada kelaparan non, gak tega saya lihatnya." Tambahnya lagi.
"Wuuuuiiihh...ternyata pak Diman berjiwa sosial ya. Hebat...hebat ...saya salut pak." Ucap Rahartika kagum, sambil mengacungkan jempol kiri ke depan.
Pria yang di panggil Diman tersebut, memahami arah pikiran majikan kecilnya, dan tersenyum puas.
"Terimakasih non atas pujiannya...he he he.'' Pak Diman masih cengengesan.
''Tapi masalahnya, bukan saya lho non yang ngasih makan kucing-kucing itu.''
''Malahan kalau ada kucing, saya sebisa mungkin menghindar." Lanjut pak Diman.
"Lhaa..truss...?????." Sahut Rahartika reflek, ia belum bisa menebak teka-teki sang sopir.
"Hehe ..karena jika saya sakit, para tetangga akan memakai uang jatah makan si kucing, untuk membeli buah-buahan, sebagai hantaran saat mereka datang menjenguk saya nona ..ha..ha..ha.." Ucap pak Diman dengan diselingi tawa bangga, yang menggoda sang majikan kecilnya tersebut.
Seolah ia tengah berkata, bahwa kali ini dirinya telah berhasil menang, mengerjai sang majikan.
Akan tetapi, tawa itu segera terhenti ketika ia melihat ekspresi tenang Rahartika.
"Ck..ck..ck...'' Jawab gadis itu, sambil menggelengkan kepala pelan, seolah menyesalkan tindakan sang sopir.
''Sayang sekali ...heeehhhh.'' kembali menghela nafas kasar.
''Sungguh sayang sekali pak Diman heeemmmzzzsss..."
Rahartika mengulangi perkataannya lagi, dengan nada yang dibuat buat seolah ia kecewa.
"Memangnya kenapa non?, apa yang begitu membuat nona Ika menyesal dengan kebahagiaan saya?." Tanya pak Diman, sembari menghentikan mobil di depan pintu gerbang sekolah.
''Tidak mungkin aku kalah kali ini.'' Tambahnya dalam diam.
Karena ia tahu kebiasaan sang nona, yang suka bercanda main kata-kata.
Ia ingin membalas setiap kekalahan, dalam perang candaan yang sering mereka lakukan, saat mengisi kekosongan dalam perjalanan.
Pak Diman tak ingin, menjadi pihak orang yang selalu kalah, dalam argumen candaan mereka.
"Sayang sekali... karena saya sebenarnya ingin membantu pak Diman, supaya mendapatkan alasan, agar bapak bisa bertemu dan dirawat oleh suster Melia yang cantik.''
''Perawat yang bapak bilang aduhai itu lho, hehehehe.''
''Tapi, karena hari ini aku sedang tidak senang, nggk jadi deh... babay ..pak Diman." Ucap Rahartika, menggoda sang sopir.
"Non..please non..timpuk gih kepala saya non." Ujar pria itu reflek, sambil memasang muka memelas nya, serta dengan nada agak keras.
Karena gadis tersebut tidak menghiraukannya, dan tetap melangkahkan kaki berjalan memasuki pintu gerbang sekolah.
Pria yang berkerja sebagai supir kelurga Rahmawan itu tersenyum, dengan mata yang masih menatap punggung Rahartika.
Bahkan hingga tubuhnya tak lagi terlihat, menghilang dibalik pagar tinggi halaman sekolahan.
Hati pak Diman menghangat, dengan senyuman terukir pada wajah tenang miliknya, bibir itu bergumam lirih. "Terimakasih nona anda begitu baik, dan tak pernah membeda-bedakan seseorang, melalui harta dan kedudukan, saya bahagia bisa melayani keluarga anda.''
........
Sementara itu, bagi seorang gadis yang baru memasuki pintu gerbang tersebut, seolah ia kembali tiba di halaman rumah sendiri.
Karena gedung sekolah, adalah halaman rumah kedua baginya.
Dimana, disana ia menemukan saudara-saudara yang banyak, serta memperoleh perhatian, kehangatan dari orang tua keduanya.
Ditempat itu, ia juga banyak menorehkan kisah hidup, kebahagian berkumpul banyak sahabat, kebahagiaan memperoleh pujian atas kesuksesan, serta prestasi dan apresiasi dari sahabat serta semua guru.
Mungkin karena hal inilah, ia selalu semangat dan giat belajar, baik di rumah maupun di sekolah.
Gadis itu, benar-benar menikmati setiap momen.
Karena ia sadar, bahwa setiap detik waktu yang ia nikmati dan lalui saat ini, tidak akan pernah terulang kembali. Dan Rahartika, tak ingin memiliki suatu penyesalan di kemudian hari.
Di lain tempat namun, dengan waktu yang hampir bersamaan.
Seorang lelaki muda berusia 26 tahun, tengah sibuk memeriksa lembaran laporan yang bertumpuk dimeja kerjanya.
Hari ini tepat satu tahun, pemuda tersebut ikut berkerja sebagai menejer pemasaran, disebuah perusahaan ternama di kota tempat tinggalnya.
Sebenarnya perusahaan itu, adalah salah satu dari delapan perusahaan yang dimiliki oleh keluarga besarnya, keluarga besar Wijaya diningrat.
Pemuda tersebut, memulai kariernya dari nol.
Dengan kata lain, ia masuk ke perusahan melalui jalur persaingan adil, dengan para calon pekerja lainnya.
Tidak melalui koneksi, atau sistim kekeluargaan.
Dengan kemampuan, serta darah pembisnis yang mengalir didalam tubuhnya, ia berhasil masuk sebagai kandidat pemenang, serta menyisihkan puluhan yang lain.
Meski ia bisa meminta bantuan sang ayah. Akan tetapi, pemuda itu ingin melihat dan mengenal diri sendiri, serta mengetahui batas kemampuanya.
*^* (Rasya jayaningrat\=> tampan, tinggi, tegas merupakan putra ke-2, dari keluarga terpandang pembisnis sukses Jaya diningrat.
Lajang dan enggan berpacaran, tidak suka bermain wanita layaknya teman-teman seusianya.
Di kagumi banyak wanita muda, baik dari orang biasa, dan putri para konglomerat, serta digadang-gadang sebagai calon menantu impian tingkat sejagad.)*^*
Hp legend kesayangan Rahartika.
Kembali disekolah Rahartika
Siang ini, disekolah tempat Rahartika menuntut ilmu, terdengar meriah dengan sorak-sorai para siswa yang merasa senang.
Karena mereka dipulangkan lebih awal, dari jadwal yang semestinya (pukul tiga sore).
Saat ini jam di dinding tampak tampan, dan indah bagi semua murid. Dengan jarum panjang mengarah pada angka 3, dan sang pendek menunjuk angka 12, benda bulat besar itu sangat mempesona.
Terlihat di halaman sekolah tersebut, seorang siswa tengah berlari-lari kecil, mengejar seorang siswi cantik, yang berjalan santai menuju gerbang sekolah.
"Hei...Ika ..apa kamu sudah dijemput ?" Tanya pemuda dengan ramah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
coco
nice kk
2021-07-09
1
🌻Ruby Kejora
Hai.. Q mamoir lg thor
2021-03-04
0
ZEN KAMIL
Tampan, Tinggi...Siip...
2021-01-09
1