Pagi hari, Aleena bangun saat mencium bau harum dari dapur. Dia membuka mata dengan perlahan, menyesuaikan cahaya sinar matahari yang cerah namun lembut. Pandangan Aleena tertuju pada sofa yang ditempati Axel semalam, tetapi dia tidak menemukan keberadaan Axel. Setelah mencuci muka, Aleena menuju dapur untuk mencari Axel.
Saat memasuki dapur, Aleena melihat Axel sedang sibuk menyiapkan sarapan. "Sudah bangun?" tanya Axel tanpa menoleh, suaranya dingin namun tidak kasar.
Aleena terkejut karena Axel sudah mengetahuinya, padahal dia ingin menyaksikan Axel dari jauh. Aleena duduk di kursi meja makan, menunggu Axel menyajikan sarapan untuknya.
Saat Axel selesai menyiapkan sarapan, dia menyajikannya di depan Aleena dengan gerakan yang efisien. "Makanlah," katanya singkat, namun matanya menunjukkan sedikit kehangatan.
Aleena makan dengan lahapnya, sementara Axel memandangnya dengan ekspresi dingin namun tersenyum kecil di sudut bibirnya. Meskipun Axel tidak banyak bicara, Aleena bisa merasakan bahwa Axel peduli padanya.
Kenapa Om tersenyum?" tanya Aleena sambil terus makan.
Axel tidak menjawab, tetapi senyumnya semakin melebar. Dia menikmati melihat Aleena makan dengan lahapnya, seolah-olah tidak ada yang bisa mengganggu kesenangan Aleena saat ini.
Setelah selesai makan, Axel membersihkan meja dan mencuci piring, sementara Aleena duduk santai di kursi, menikmati suasana pagi yang tenang. "Kamu mau pergi ke mana hari ini?" tanya Axel sambil mencuci piring, suaranya masih dingin namun menunjukkan ketertarikan.
"Aku ada janji dengan Chika," jawab Aleena sambil tersenyum.
Axel mengangguk dan melanjutkan pekerjaannya, Aleena bisa merasakan bahwa Axel peduli padanya, meskipun dengan cara yang unik.
"Om, kenapa Om baik banget, sih," kata Aleena sambil tersenyum.
Axel menoleh ke arah Aleena dengan ekspresi dingin yang khas, tetapi matanya menunjukkan sedikit kehangatan. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya," jawabnya singkat.
Aleena tersenyum dan mengangguk, merasa bahwa Axel memang memiliki sisi penyayang yang tersembunyi di balik ekspresi dinginnya.
Setelah membereskan dapur, Axel bergegas mengenakan pakaian kantornya. Dalam waktu singkat, dia sudah selesai dengan setelan kerja lengkap. Saat keluar menuju ruang tamu, dia melihat Aleena duduk santai sambil menonton TV.
Tiba-tiba, Marcel masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. "Biasakan ketuk pintu," tegur Axel dengan tatapan tajam. Marcel hanya terkekeh dan menjawab, "Maaf, Bos. Udah terbiasa."
Axel melototkan mata ke arah Marcel, tetapi Marcel tidak terpengaruh. "Nona, ini untukmu," kata Marcel sambil menyerahkan beberapa paper bag yang berisi pakaian wanita beserta dalamnya.
Aleena mengintip sekilas isi paper bag-nya dan langsung kegirangan. "Ini untukku?" tanya Aleena memastikan. Marcel mengangguk dan tersenyum.
Axel menjelaskan, "Tidak mungkin kamu mengenakan pakaianku terus." Aleena mengangguk mengiyakan dan tersenyum.
Setelah itu, Axel berpamitan pada Aleena untuk berangkat kerja. "Aku pergi dulu," katanya singkat. Aleena pun mengangguk.
"Om, bolehkan saya tinggal disini untuk beberapa saat?" Aleena berencana menumpang di apartemen Axel untuk beberapa hari, sebelum mendapatkan tempat tinggal.
"Boleh, sesukamu," jawab Axel singkat dan jelas.
"Terima kasih, Om memang baik sekali," seru Aleena kegirangan lalu memeluk Axel dengan erat. Menyalurkan rasa terima kasihnya. Bersyukur masih ada orang baik yang mau menampungnya. Aleena yang terlalu bahagia tidak menyadari perubahan wajah Axel.
Siapa yang tidak tegang. Kalah benda kenyal yang hanya di balut kaos, menempel sempurna di dadanya. Sang adik kecil pun lebih peka dari pada tuannya. "Hmm, apa kamu tidak ingin aku pergi?" suara Axel yang tercekat, namun masih dengan nada selembut mungkin.
Aleena yang baru tersadar dengan apa yang dia lakukan. Mengutuk dirinya dalam hati, atas prilakunya yang konyol. Malu sudah pasti, tapi dia berusaha menutupinya. "Ah, tidak kok," jawabnya dengan sedikit terbata.
"Kalau begitu, aku pergi dulu," pamit Axel sambil mengacak-acak rambut Aleena. Sedangkan Aleena hanya mengangguk mengiyakan sambil melambaikan tangan. Axel membalas lambaian tangannya dengan tersenyum tipis sambil mengangguk.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Siang hari, Aleena berangkat ke kampus karena memang dia mempunyai jadwal mata kuliah siang. Setelah belajar, dia dan Chika memutuskan bermain di mall dan makan siang di sana. Sebelum bermain, mereka makan siang terlebih dahulu di mall itu.
Tidak membutuhkan waktu lama, mereka menghabiskan makanannya. Kini saatnya Aleena membayar tagihannya. Tapi, disaat dia ingin membayar menggunakan kartu ATM-nya, ternyata tidak bisa. Kartunya ter-blokir.
Aleena merasa sedih dan kecewa. "Aneh, kartuku kok ter-blokir sih?" katanya pada Chika. Chika hanya menggelengkan kepala dan menyarankan Aleena untuk menggunakan uang cash yang dia miliki.
Untungnya, Aleena masih mempunyai uang cash yang cukup untuk membayar tagihan mereka. Setelah membayar, Aleena merasa semakin sedih. Dia menyadari bahwa Ayahnya sengaja memblokir kartu ATM-nya.
"Aku merasa Ayah tidak peduli lagi padaku," kata Aleena dengan suara yang bergetar. Chika memandang Aleena dengan simpati dan mencoba untuk menghiburnya.
"Aku ada di sini untukmu, Al. Kamu tidak sendirian," kata Chika sambil memeluk Aleena. Aleena merasa sedikit lebih baik dengan kehadiran Chika, tapi dia masih merasa sedih dan kecewa dengan sikap Ayahnya.
Aleena berharap bahwa suatu hari nanti Ayahnya akan memahami dan memaafkannya. Tapi, untuk sekarang, dia harus fokus pada kehidupannya dan mencari solusi untuk masalah yang dihadapinya.
"Al, kamu menyembunyikan sesuatu dari ku?" Chika penasaran dengan Aleena. Kenapa kartunya tiba-tiba di blokir. Dan pasti ada penyebabnya. Aleena akhirnya menceritakan semuanya, termasuk dia yang tinggal di apartemen bersama Axel.
"Apaan, sih? Kamu bukannya sedih mendengar ceritaku, kok malah senang kegirangan begitu," protes Aleena.
Chika tersenyum dan menggoda Aleena. "Tujuan hidup kita kan memang untuk bersenang-senang. Ya, nikmati saja."
Aleena menggelengkan kepala. "Dasar, ya. Otak Udang," ledekan Aleena. Sedangkan Chika tertawa.
"Pokoknya sekarang kamu harus bantuin aku cari kerja." pinta Aleena dengan sedikit paksaan.
"Kerja?" tanya Chika yang tidak percaya. "Nona manis kayak kamu, bisanya kerja apa?" Chika meremehkan kemampuan Aleena.
Aleena tersenyum pahit. "Ya, kerja apa aja. Asalkan jangan godain om-om lagi."
Aleena sudah bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran Chika. Chika tertawa dan mengangkat bahu. "Kamu memang harus cari kerja yang serius. Bukan main-main lagi."
Aleena mengangguk. "Aku tahu. Aku butuh pekerjaan yang bisa membuatku mandiri dan tidak bergantung pada Ayah lagi." Ujar Aleena penuh semangat dan Chika mengangguk setuju dan berjanji untuk membantu Aleena mencari pekerjaan yang sesuai.
Mereka akhirnya tidak jadi bermain di mall itu. Mereka memutuskan kembali ke apartemen untuk mencari-cari lowongan kerja melalui media sosial. Dan disinilah mereka di ruang tamu apartemen. Chika yang sedang sibuk mencari lowongan kerja melalui ponselnya. Sedangkan Aleena lagi asyik menonton. Sungguh sangat menyebalkan di mata Chika. Tapi, namanya sahabat, Chika tau betul jika Aleena memang orangnya tidak mau terlalu ambil pusing.
"Enak, ya. Bisa menonton dengan santainya, ketawa-ketawa tidak jelas lagi." sindir Chika yang masih di abaikan Aleena.
"Ah, mending kita nonton drakor yang romantis," Chika memberi saran Aleena. "Kalau menonton itu, kita bisa jadi baper, tidak seperti orang gila gitu," sindir Chika pada Aleena yang sedang menonton film kartun.
"Baiklah," setuju Aleena lalu mencari aplikasi yang ada di dalam TV besar itu. Namun, sayang mereka tidak bisa menonton, karna aplikasi tempat mereka ingin menonton drama Korea belum terbayarkan. "Ah, sial." sesal Aleena.
"Bagaimana kalau kamu menelpon Om tampan mu itu, lalu memintanya membayarnya," Chika memberi saran.
"Masalahnya..."
"Apa lagi masalahnya? Bukannya hidupmu memang sudah di penuhi masalah. Jadi, jangan buat masalah lagi," sela Chika.
"Kamu masalahnya, orang belum selesai bicara. Tapi, kamu suka nyelonong tidak jelas," oceh Aleena sambil menggerutu.
"Lah, aku lagi yang di salahin. Yang punya masalahkan kamu, aku hanya menemani kamu membuat masalah baru,"
Perdebatan mereka pun berlanjut hingga mereka lelah berargumen, tenggorokan kering dan suara mereka sudah parau. Akhirnya, mereka memutuskan untuk meninggalkan rencana menonton dan beralih ke kegiatan yang lebih menarik, yaitu memasak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments