Transaksi

Clara berjalan lunglai menuju parkiran. Tubuhnya nyaris remuk karena kelelahan, pikirannya pun tak kalah kacau. Kejadian siang tadi terus berputar di kepalanya. Tak mungkin dua pria itu membiarkannya begitu saja. Mereka pasti akan mencarinya, menuntut ganti rugi. Tapi dari mana dia harus mencari uang?

Saat waktu pulang tiba, para karyawan berbondong-bondong meninggalkan kafe. Clara ikut melangkah pelan ke arah sepeda motornya. Ia mengaduk isi tas, mencari kunci, saat suara klakson membuyarkan konsentrasinya.

Sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Jendelanya perlahan turun, memperlihatkan sosok pria tampan yang tersenyum hangat.

“Clara,” sapanya dengan suara ramah dan nada akrab.

Clara mengangkat wajah. “Selamat malam, Pak Dion,” jawabnya sopan.

“Ayo, aku antar,” ucap Dion seraya turun dan membukakan pintu mobilnya.

Clara menggeleng cepat. “Tidak, Pak. Terima kasih. Saya naik motor saja.”

Sambil tergesa, ia menyalakan motor. “Maaf, saya pamit dulu,” katanya singkat, lalu langsung tancap gas—begitu cepat hingga helmnya tertinggal.

Dion hanya bisa menatap punggung Clara yang menjauh, hatinya diliputi rasa kecewa yang disembunyikan. Ia tahu Clara sengaja menjaga jarak. Bukan karena malu pada rekan kerja, tapi karena gadis itu memang tak menaruh hati padanya.

Dari kejauhan, Hana yang baru keluar menahan tawa melihat Clara kabur seperti dikejar setan. Ia tahu betul betapa Dion menyukai gadis itu, dan betapa Clara tak peduli.

“Lihat perempuan itu,” cibir Ayu dari samping Hana. “Sok jual mahal. Padahal jelas-jelas menikmati perhatian Pak Dion.”

Hana melirik sekilas, lalu mendesis dingin, “Sebaiknya diam, kalau tak tahu apa-apa.”

Tanpa menunggu balasan, Hana melangkah menuju motor jemputannya. Ayu menatap punggung Hana dengan mata menyala. Clara mungkin musuhnya, tapi Hana… adalah duri yang akan ia cabut segera.

---

Setengah Jam Kemudian

Clara akhirnya tiba di depan sebuah rumah besar nan mewah. Rumah itu tak pernah benar-benar jadi rumah baginya. Tempat itu hanya bangunan kosong yang dipenuhi kenangan pahit dan luka lama. Di dalamnya, tinggal ayah kandungnya bersama ibu dan saudara tiri yang bagai musuh dalam selimut.

Ia menarik napas panjang, mengumpulkan sisa-sisa keteguhan hati sebelum melangkah ke dalam pekarangan. Tapi sebelum sempat membuka pintu, suara nyaring menyambutnya.

“Ja lang baru pulang.”

Clara menoleh. Di ambang pintu, Sera berdiri dengan tangan terlipat dan senyum mengejek di wajahnya. Clara hanya melirik sekilas, lalu berlalu tanpa sepatah kata pun. Ia sudah terlalu sering mendengar makian semacam itu.

Namun Sera tak pernah bisa tenang jika tak menyulut api.

“Kau tuli, hah?” ejeknya sambil mengulurkan kaki tepat saat Clara melintas.

Tubuh Clara oleng, nyaris terjerembap, tapi ia berhasil menyeimbangkan diri tepat waktu. “Awww—”

“Ups. Maaf,” kata Sera manis, tertawa kecil seperti anak kecil yang tak sengaja menjatuhkan mainan.

Clara mendengus. Matanya menyala. Ia berbalik cepat dan mengangkat tangan—nyaris menampar.

Tapi sebelum tangan itu mendarat, suara keras dari lantai atas menghentikan segalanya.

“Clara! Apa-apaan kau ini?!”

Anton, ayahnya, berdiri di anak tangga atas, menatap dengan wajah marah. Sera langsung berlindung di balik tubuh ayahnya, tangis pura-pura mengalir deras.

“Papa…” suaranya lirih namun licik. “Aku cuma khawatir karena Clara pulang malam… tapi dia malah mau memukulku…”

Anton membelalak, kemarahan mengaburkan akalnya. “Kau ini benar-benar anak tak tahu diri!”

Tangannya terangkat, siap menampar.

Clara berdiri tegak, matanya berkilat. “Pukul saja! Bunuh sekalian! Aku lelah, Pa. Aku ingin mati saja… biar bisa bertemu Mama! Lebih baik mati daripada hidup di neraka seperti ini!”

Air matanya meledak bersama kata-kata. Ia memegangi dadanya yang terasa seperti diremuk perlahan, luka yang selama ini ia kubur kini meledak dalam satu letupan emosi.

Anton terdiam. Tangan yang siap menghantam itu menggantung di udara. Sorot matanya kosong. Jauh di dalam hatinya, ia mencintai Clara—tapi bisikan Elisa dan Sera selama bertahun-tahun telah mengubah perasaannya, menciptakan kebencian yang tak beralasan.

Clara tak menunggu jawaban. Ia berjalan menjauh, naik ke kamar, meninggalkan ketegangan dan luka yang menggantung di udara.

Baginya, rumah bukanlah tempat untuk pulang. Rumah ini adalah penjara tanpa dinding, penuh luka dan dusta.

---

Di Dalam Kamar

Clara menjatuhkan diri di atas kasur. Isak tangisnya pecah, membasahi bantal yang dingin dan sunyi. Tubuhnya lelah, hatinya hancur. Ia ingin menyerah. Ingin pergi jauh. Ingin... hilang.

Bi Yati sempat mengetuk pintu, membawakan makan malam, tapi tak ada sahutan. Clara sudah terlelap, terperangkap dalam mimpi buruk yang terasa lebih nyata dari hidupnya sendiri.

Di luar kamar, Anton melangkah pergi. Ia tak berkata sepatah pun pada Elisa dan Sera yang masih berdiri menunggu drama selanjutnya. Anton butuh sendiri. Butuh keheningan untuk mengingat wajah almarhum istrinya yang mulai memudar dalam ingatan.

“Anak itu harus diberi pelajaran,” gumam Elisa, penuh geram. Sera mengangguk mantap. Drama ini baru saja dimulai.

---

Malam Hari, di Dermaga Terpencil

Tiga pria berdiri di bawah cahaya lampu dermaga. Suara ombak mengiringi transaksi gelap yang berlangsung.

“Senang berbisnis dengan Anda, Tuan Arsenio,” ucap Carlos sambil menjabat tangan Arsen.

Arsen hanya mengangguk datar. “Terima kasih, Tuan Carlos.”

Di belakangnya, Liam menambahkan dengan nada sopan, “Kalau butuh pengiriman lagi, tinggal hubungi kami.”

Carlos tertawa kecil. “Tentu, tentu.”

Setelah urusan selesai, Carlos kembali ke kapalnya, membawa ratusan senjata ilegal yang baru ia beli.

Namun belum jauh kapal itu bergerak, sekelompok pria bertopeng muncul dari kegelapan. Dalam hitungan menit, semua anak buah Carlos dibantai tanpa ampun. Senjata disita. Darah membasahi dek kapal.

Carlos menjadi yang terakhir.

“Kau tidak pantas menyentuh barang ini,” ucap pemimpin kelompok itu dingin. Ia menjatuhkan sebuah benda kecil ke dekat tubuh Carlos—sebuah benda milik Arsen.

“Benda ini akan mengarah pada si raja senjata itu.”

Dengan tawa dingin, mereka menghilang dalam gelap malam, meninggalkan jebakan sempurna untuk menjatuhkan nama besar Arsenio Wickley.

Terpopuler

Comments

partini

partini

KLW bisa up tiap hari Thor biar ga lupa ceritanya

2025-03-04

1

Dhaa28

Dhaa28

baik kak nanti diusahain 🙏

2025-03-06

0

vj'z tri

vj'z tri

🥳🥳🥳🥳🥳

2025-05-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!