...Kenapa berhasil dalam mencorat-coret wajah diatas kertas, tahu sebatas bisa menemukan bule itu lewat delusi saja?...
... ●●●●●...
Seperti biasa, meluangkan waktu dalam menjelajahi kota Jayapura yang menarik animo warga sekitar, sebuat saja danau love, baru-baru ini sedang trend.
Hana juga sudah memberikan sebuah kepercayaan yang bukan berarti harus di salahgunakan. Seperti kebanyakan ana-anak di luar sana.
“Ih..sa kalau jadi ko, Din, mungkin dari dulu ukur jalan sampai puas!” Celetuh salah satu teman Tias, saat gadis itu sedang main di kost Tias.
Ukur jalan sampai puas? Sempat bertanya-tanya dalam batin, sedikit naikkan alis, bingung.
Memang banyak teman-temannya sangat cemburu, lihat Mama yang tidak terlalu mengekang ke mana pun ananda jalan, asal tahu kejelasan sudah cukup tenang di rumah.
Melihat teman-teman pada asyik selfie,
Dia juga tidak mau tertinggal buat mengambil satu potret penuh menakjubkan.
Indah. Begitu juga yang sudah berada dalam bait favorit gadis itu setiap kali tercipta dalam sepi.
“Kenapa kau tidak jadikan kamera ini hasilkan uang, Din?” Kata Kanao.
“Caranya?” Sedikit bingung.
Cukup mengundang banyak tawa dari mereka semua yang mendengar penuturan sangat polos milik temannya itu.
“Masa hanya begitu saja, kau tidak tahu sih, Din? Itu loh, banyak yang senang pakai kamera, trus kau sewakan saja. Lumayan toh, nambah-nambah uang jajanmu?” Jelas Kanao.
Oh, begitu rupanya. Hanya terlalu sayang dengan pemberian grandma saat kelulusan sekolah, takut kenapa-kenapa saat di sewakan ke orang lain.
“Malas saja sih,” timpal Adinda dengan santai.
Walau sebenarnya sangat menggiurkan, tapi, pemberian harus di jaga baik-baik.
“Jih, saya kalau jadi kamu, bisa banyak hasilkan uang banyak lewat kamera itu!” Seru Risti.
Kalau bersama dengan mereka, teman pengajian selalu menggunakan bahasa formal. Berbanding terbalik dengan dua teman sekolah, nasrani itu yang sedang sibuk cekcok karena hasil foto tidak bagus, selalu menggunakan logat papua.
“Hm, tergantung masing-masing orang, mau hasilkan duit dari mana. Kalau saya sih, malas, karna kamera ini sangat penting buat saya jaga. Soalnya dari nenekku.” Balas gadis itu sambil mengelus kamera DSLR- nya.
Membayangkan bagaimana lihat Hana susah payah menghasilkan duit lewat kue seribuan saja, cukup membangkitkan luka mengenai .. “Din, kamu tidak malu kah pekerjaan mamamu hanya penjual kue?” Penuturan dari keluarga sendiri.
Untuk apa meninggikan gensi, hanya malu mempunyai Mama penjual kue seribuan? Justru itu anak tidak tahu diri, masih belum bisa mensyukuri rejeki sudah di gariskan oleh tuhan.
Mereka di luar sana saja terlalu menginginkan gelar pun kerja layak seperti duduk di perusahaan ternama. Buat apa dalam memamerkan sebuah sesuatu bersifat duniawi?
Hukum asalnya, sifat iri dan cemburu terhadap kelebihan orang lain dalam islam tidak diperbolehkan. Karena sifat ini mengandung prasangka buruk kepada allah dan tidak ridha dengan pembagian yang allah berikan kepada makhluk-Nya. Akan tetapi, rasulullah shallallahu „alaihi wasallam mengecualikan beberapa orang yang boleh dan pantas untuk dicemburui karena kelebihan besar yang mereka miliki.
Dua golongan manusia yang pantas untuk dicemburui, yaitu orang yang memahami al-qur‟an dan mengamalkannya serta orang yang memiliki harta dan menginfakkannya di jalan allah.
...●●●●...
Dan mereka pantas di cemburui, bukan karena kelebihan dunia semata yang mereka miliki, tapi karena mereka mampu untuk menundukkan hawa nafsu yang mencintai dunia secara berlebihan, sehingga harta yang mereka miliki tidak menghalangi mereka untuk meraih keutamaan tinggi di sisi allah.
Masih terekam jelas, bagaimana AVN terpecah bela hanya masalah sepele, menyodorkan contekan saat Ujian Nasional ke teman sejurusan, sempat tak ngobrol bertahun-tahun.
Cukup menjadi pembelajaran, tidak boleh terlalu baik sama orang yang datang mengharapkan bantuan, walau tahu Multimedia tidak seperti itu, tetap menjadi rasa kekesalan dalam batin Varinta, tahu sahabatnya jarang diajak jalan, hanya karena alibi terlalu membosankan, cuek dan ketus.
Sekarang sendirian, melihat kedua sahabat pada sibuk dengan cita masing-masing sedangkan nafsi masih duduk santai nunggu panggilan interview kerja.
“Din..” Suara femiliar ini kenapa tiba-tiba muncul di balik pintu kamar Adinda?
Sedikit bengong, sedang tak berhalusinasi, bukan? “Yah..” Menyahut sembari membuka pintu kamar. “Gessa!!” Pekik Adinda dengan lantang, sangat senang.
Sahabat yang satu ini semenjak kelulusan sekolah, sangat jarang meluangkan waktu bahkan lewat SMS dan telponan, susah.
“Ah..sa telinga sakit woi!” Gessa membalas dengan protes. “Haha, makanya kalau datang tuh kabari.”
Ok. Mereka berdua pun berbaringan di sofa sambil bercerita seperti biasa sewaktu masih berseragam putih abu-abu.
“Siapa yang ko gambar nih, Din?” Bengong Gessa.
“Ada deh, kepo ah.” Adinda menyahuti dengan sewot.
Lagi, minta penjelasan lebih mengenai gambar yang tidak sengaja menarik perhatian perempuan berdarah papua itu.
Justru tak tergubris sama sekali, selain sibuk nonton anime.
Masih sangat penasaran dengan salah satu wajah di gambar oleh sesosok orang tidak bisa menggambar sama sekali, saat pelajaran kejurusan stroyboard di sekolah.
Yang selalu merengek begitu manja setiap kali berkumpul di kantin, “woi..ajarkan sa menggambar kah, susah sekali kah.”
“Lah, salah jurusan, Bu! Kita ini jurusan keperawatan, bukan multimedia.” Celetuh Varinta sambil menepuk-nepuk bahu sebelah kiri gadis itu.
Gessa penasaran. Yang selalu ceplas-ceplos mengenail hal-hal di rasakan, untuk kali ini ada yang berbeda, cuek pun tak minat dalam mengobrol di balik gambar tersebut.
Seperti menghindari sebuah pertanyaan.
Dan, sekarang Adinda telah merasakan sudah ada perkembangan di balik impossibel yang terasa dalam benak imaji. Yang memunculkan pertanyaan dari ekspresi sang sahabat, apa ada sesuatu sedang di sembunyikan gadis itu?
Adinda sendiri yang seru nonton anime, diam-diam melirik dengan perasaan getir, sori, Ges, kalau belum bisa jujur soal gambar itu. Berbisik dalam hati.
Tahu sebatas menemukan bule itu lewat delusi, benar-benar belum memiliki bakat cocok dalam melangitkan angan di pintu prestasi.
Namun, kenapa selalu saja tercipta sebuah bait-bait indah dalam puisi, menceritakan banyak asa di sana yang masih samar-samar bagaimana dalam mencocokkan pintu prestasi, bukan sekedar modal puisi saja?
Mau mendiskusikan hal itu ke Gessa, hanya terlalu menutupi big dream dari orang lain. Ok, mengerti bahwa sesosok sedang berada dalam kamar adalah pendengar paling baik dan bisa mencari solusi bagus.
Jangan kan Gessa, orang paling terdekat di rumah saja sudah bisa dengan jelas menangkap tidak menginginkan cerita bodoh berasal dari mulut gadis payah untuk dapatkan pintu prestasi dari Harris J? []
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments