Jangan Lupa Like dan Coment biar semangat nulisnya ya zeyengg 😁🙏
Mata Rahul langsung membelalak ketika masuk ke mobil. Dua gadis muda dengan wajah serupa duduk di kursi belakang. Yang satu sibuk menekan-nekan layar ponselnya sembarangan, sementara yang lain menarik earphone mahalnya seolah sedang bermain karet.
“Hei! Apa-apaan ini?!” Rahul mendekat dengan langkah cepat. Ia merebut barang-barangnya dengan kasar dari tangan keduanya.
“Kalian hampir merusak barang-barangku!” bentaknya setengah berteriak.
Kedua gadis itu spontan saling berpelukan, wajah mereka pucat ketakutan. Namun anehnya, tak lama kemudian senyum justru merekah di bibir mereka. Mereka mendekat, lalu tiba-tiba memeluk Rahul erat. Aroma tubuh Rahul yang segar membuat mereka mengendus baju dan lehernya dengan gemas.
Rahul panik. “Hei! Apa-apaan kalian ini? Lepas! Jangan menempel begitu!” Ia berusaha mendorong mereka, tapi salah satu gadis malah cepat-cepat mencium pipinya.
“Bapak wangi,” bisik gadis itu polos.
Rahul terdiam sejenak, lalu berusaha menjaga nada suara agar tenang. “Iya, saya wangi. Kalau kalian juga mau wangi, tolong… jangan menempel begini.”
Mendengar itu, mereka kompak mundur, tapi tatapan ceria tak lepas dari wajah mereka.
Rahul kini bisa memperhatikan mereka lebih jelas. Wajah keduanya benar-benar mirip: mata bulat besar, hidung mancung, bibir penuh. Bedanya, salah satunya punya tahi lalat kecil di dagu yang justru menambah manis. Pakaian mereka tampak lusuh dan kekecilan, seolah sudah lama tidak berganti. Meski begitu, pesona alami tetap terpancar.
Dalam hati Rahul bergumam, “Siapa sebenarnya mereka? Kenapa hatiku bergetar aneh melihat mereka berdua? Aku tak pernah merasakan ini sebelumnya.”
Belum sempat ia menguasai diri, kedua gadis itu tiba-tiba kembali merapat.
“Bapak, bolehkah kami ikut ke rumah Bapak?” tanya gadis tanpa tahi lalat dengan suara penuh harap.
Rahul menelan ludah. “Tidak. Tempat kalian di sini,” jawabnya cepat, meski nada suaranya ragu.
Gadis satunya, yang memiliki tahi lalat, ikut menatap kecewa. “Apa kami benar-benar tidak boleh ikut?”
Rahul menghela napas. “Bukan begitu. Kalau aku bawa kalian, Ibu Asih pasti tidak akan mengizinkan.”
“Kami yakin beliau akan memberi izin, asal Bapak yang memintanya,” sahut gadis bertahi lalat, suaranya tegas namun penuh harap.
Rahul sempat terdiam. “Kenapa kalian ingin ikut?” tanyanya hati-hati.
“Kami ingin melihat dunia luar. Kami belum pernah keluar dari desa ini selama dua puluh tahun,” jawab gadis itu lirih.
Rahul terperangah. “Dua puluh tahun? Jadi umur kalian.”
“Kami sebaya, umur dua puluh,” sahut mereka serempak.
Rahul tertegun. Sejenak ia berpikir, menimbang. Tatapan penuh harap di mata mereka membuat dadanya terasa sesak. Akhirnya ia mengangguk pelan.
“Baiklah. Aku akan membawa kalian. Tapi sebelum itu aku ingin tahu nama kalian.”
Gadis bertahi lalat tersenyum cerah. “Nama saya Anjeli.”
Yang satunya menambahkan dengan semangat, “Dan saya Anjela.”
Rahul ikut tersenyum kecil. “Baiklah, Anjeli dan Anjela. Tunggu di sini. Jangan keluar dari mobil sampai aku kembali. Aku akan bicara dulu dengan Ibu Asih.”
Namun sebelum ia sempat turun, Anjela menahan tangannya. “Bapak.”
Rahul menoleh. Gadis itu tersenyum lebar, lalu tiba-tiba memeluk Rahul erat dan mengecup wajahnya berkali-kali. Anjeli pun tak mau kalah ia maju, memeluk Rahul, bahkan sempat menempelkan bibirnya di bibir Rahul sekilas.
Rahul terpaku, jantungnya berdetak tak karuan.
“Minta izin ya, Bapak,” ucap Anjela riang. Anjeli mengangguk manis, matanya berbinar penuh harap.
Rahul hanya mampu tersenyum tipis. Ia keluar dari mobil, langkahnya agak gontai, kakinya nyaris goyah.
Di halaman panti, ia melihat Bulat, Peri, dan beberapa orang sibuk menurunkan barang dari lori. Anak-anak tertawa gembira, suasana begitu hidup. Rahul menarik napas panjang, lalu berjalan menuju Ibu Asih yang sedang mengawasi.
“Permisi, Bu,” ucapnya sopan. “Saya ingin meminta izin. Saya berniat membawa Anjela dan Anjeli pulang ke rumah saya.”
Ibu Asih tertegun. “Benarkah?” suaranya bergetar. Bertahun-tahun ia merawat ratusan anak, tak pernah ada yang benar-benar ingin mengadopsi. Dengan mata berkaca-kaca, ia mengangguk penuh syukur. “Tentu saja saya sangat senang ada yang mau menerima mereka.”
Rahul merasa lega. Senyumnya mengembang. “Jadi Ibu menyetujuinya?”
“Iya,” jawab Ibu Asih mantap.
Tak lama, teriakan riang terdengar.
“Bapak!”
Anjeli dan Anjela berlari menuju Rahul. Rambut mereka terayun, wajah ceria menghiasi langkah ringan mereka. Rahul sempat terpaku melihat semangat itu, hatinya berdesir aneh.
“Aku tak tahu kenapa, tapi aku merasa hidupku akan berubah sejak hari ini.”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
~R@tryChayankNov4n~
rahul...anjeli...auto keinget film india gk sich😄😆
2022-10-11
0
Veronica Maria
umur 20 taon kok kyk anak kecil. mmgnya anak umur 20 taon otaknya gak jln ?
2022-09-28
0
mbokne audia
klo kembar mah berarti ga boleh dikawinin sekaligus
2022-02-03
0