Bab 2: Grey Dengan Segala Gebrakannya

"Berasa lagi triple date, nggak sih?" bisik Alka sambil menyikut lembut tulang rusuk Grey yang sedang asyik melahap udang bakar dengan tangan penuh minyak. Bibirnya yang kemerahan sudah belepotan saus tiram.

Mereka sudah tiba 30 menit lalu di warung seafood pinggir pantai yang atapnya terbuat dari anyaman daun kelapa. Grey langsung memesan tiga porsi udang bakar extra pedas plus nasi hangat yang masih mengepul. Erland dan Fajar yang duduk berseberangan terus meliriknya dengan tatapan takjub, tapi Grey hanya fokus pada piringnya, sesekali menjilat jari-jemarinya yang lengket dengan nikmat.

"Udangnya enak banget," gumam Grey sambil menambah nasi untuk ketiga kalinya, butiran nasi jatuh berceceran di kaos oblongnya yang sudah bernoda kecap. Tangannya yang mungil dengan kuku dicat warna ungu itu terus aktif memecah cangkang udang dengan mahir.

Kiera memijat pelipisnya sambil mengamati tingkah Grey. Gadis ini benar-benar nggak punya malu. Dilirik ketua OSIS sekaligus kapten basket sekolah tetangga sekalipun, tetap aja makan kayak excavator yang kelaparan. Rambut pirang pendeknya yang biasanya rapi sekarang acak-acakan karena angin pantai.

"Eugghh... Kenyang!" Grey mengusap perutnya yang membuncit dengan punggung tangan, lalu mengeluarkan sendawa keras yang membuat beberapa pengunjung lain menoleh. "Waduh, maaf ya!" ucapnya sambil terkekeh tanpa rasa bersalah.

"Ngeri banget lo kalau makan. Porsi lima orang bisa lo habisin sendiri," komentar Alka sambil menggeleng, matanya masih tak percaya melihat tumpukan cangkang udang dan tulang ikan di depan Grey.

"Apaan sih? Dari dulu emang gitu!" Kiera menyambar sambil meminum es kelapa muda. Bibirnya yang dipoles lipstik pink kini sudah pudar. "Inget nggak waktu makan prasmanan nikahan om Fariz? Dia bisa habisin tiga porsi sendiri!"

"Berisik. Gue mau tidur, bye!" Grey berdiri tiba-tiba, kursi kayunya berdecit keras di lantai pasir. Tanpa peduli sisa-sisa makanan di sudut mulutnya, dia langsung melengos ke arah penginapan.

"Waduh, abis ditraktir malah kabur tanpa bilang makasih," Alka mencibir sambil memainkan sedotan plastiknya.

Grey yang sudah beberapa meter jauhnya hanya membalas dengan acungan jari tengah melambai di udara tanpa menoleh. "Bayarnya kan Erland, bukan elu!" teriaknya sambil berlari kecil menghindari omelan. Lagipula, dia tahu Erland naksir mati-matian sama Alka, jadi pasti senang bisa mentraktir.

Sore Hari

Grey terbangun dengan mulut terasa pahit dan bau amis udang masih melekat. "Kampret, ketiduran!" ujarnya sambil menjulurkan tubuh seperti kucing yang baru bangun.

Dari balik jendela kamar penginapan bernuansa kayu itu, panorama pantai terlihat semakin memukau di sore hari. Langit berubah menjadi kanvas raksasa dengan gradasi warna yang memesona. Oranye keemasan bercampur dengan semburat merah muda dan ungu seperti lukisan impresionis, sementara matahari yang mulai merendah memantulkan kilau emas cair di permukaan air. Ombak kecil berkejaran ke tepi pantai dengan ritme teratur, meninggalkan buih putih yang langsung lenyap seperti ilusi.

Di kejauhan, siluet perahu nelayan tradisional bergoyang-goyang lembut, layarnya yang berwarna cokelat mengembang diterpa angin. Sekelompok burung camar terbang rendah, sesekali menyambar ikan kecil sebelum kembali menari di udara dengan kelihaian penari balet. Suara mereka yang riang bersahutan dengan deburan ombak.

Pasir pantai yang putih kekuningan masih menyimpan kehangatan sisa terik siang. Beberapa pasangan berjalan tanpa alas kaki, jejak mereka langsung terhapus oleh ombak berikutnya. Di pinggir pantai, deretan pohon kelapa melambai-lambai dengan elegan, daun-daunnya yang panjang berdesir ditiup angin sore yang mulai dingin.

Suara gemericik air bercampur dengan tawa riang sekelompok remaja yang sedang bermain voli pantai. Bau khas laut yang asin bercampur sedikit amis menyusup lewat celah jendela, dibawa angin yang sesekali menyentuh kulit Grey yang masih hangat karena tidur siang.

"Padahal cantik banget sih pemandangannya..." gumam Grey sambil mengusap perutnya yang sudah kempes. Matanya menangkap sepiring sisa kerang bakar di meja samping tempat tidur. Dengan gerakan malas, ia menjulurkan tangan dan mengambil satu kerang terakhir, mengunyahnya perlahan. Rasanya masih hangat dan gurih.

Di luar, langit mulai berubah menjadi biru kelam dengan semburat jingga terakhir di ufuk barat. Bintang-bintang mulai bermunculan satu per satu seperti lampu kecil yang dinyalakan bergantian.

Ponselnya berdering. Ada 5 pesan dari Tian:

[16.45] Udah sampai?

[16.50] Lagi apa?

[17.02] Pemandangannya bagus?

[17.15] Makan apa tadi?

[17.30] Jangan lupa pakai sunblock.

Grey merinding melihat rentetan pesan itu. "Aktif banget nih orang ngirim pesan. Jangan-jangan... dia mulai suka lagi sama gue?" ujarnya sambil menggigit bibir bawahnya. Pipinya yang biasanya pucat kini memerah tanpa disadari.

Malam Hari – Pantai

Tian menghela napas panjang untuk kesekian kalinya, asap rokoknya menyatu dengan udara malam. "Berhenti hela napas kayak dunia mau kiamat besok!" Paul mengomel sambil meminum birnya. "Cely udah move on, lo kapan?"

"Aku cari udara segar dulu," ucap Tian pendek, lalu berjalan menyusuri tepi pantai yang sekarang sudah sepi. Pasir dingin menyelusup di antara jari-jari kakinya yang telanjang.

Tiba-tiba, matanya menangkap sosok gadis berjalan ke tengah laut dengan gaun putih yang berkibar-kibar. "Apa itu... percobaan bunuh diri?!" jantungnya berdebar kencang.

"HEI! KAMU NGAPAIN?!" teriaknya sambil berlari dan tanpa pikir panjang MEMELUK ERAT gadis itu dari belakang. Tubuhnya yang tinggi besar dengan mudah mengunci gadis itu dalam pelukan.

"LEPAS! GUE UDAH PUNYA SUAMI, JANGAN MACAM-MACAM!" Gadis itu memberontak dengan energi tak terduga. Tian merasakan siku tajam menancap di ulu hatinya.

"Saya cuma mau nyelamatin kamu—"

Gadis itu berbalik dengan gerakan cepat—DOR!—tinjunya nyaris mendarat di hidung Tian sebelum akhirnya mereka saling menatap.

"GREYNA?!"

"OM?! NGAPAIN DISINI?!"

Mata Grey membelalak seperti ikan mas yang baru dikeluarkan dari akuarium. Rambut basahnya menempel di pipi, gaun putihnya yang tipis kini transparan karena basah, memperlihatkan bentuk tubuhnya yang mungil.

"Saya... liburan," jawab Tian gugup sambil berusaha tidak menatap bagian tubuh Grey yang terbuka. Tangannya dengan refleks melepas jaketnya dan menyelimuti bahu Grey.

"Kok bisa pas banget di pantai yang sama?!"

"Mana saya tahu," jawab Tian sambil menoleh, tapi gagal menyembunyikan telinganya yang memerah.

Dengan tatapan khawatir, pria itu menatap Grey. "Kamu ngapain nyebur ke laut jam segini? Nyari mati?" suaranya serak karena angin malam.

Grey mengangkat alis setinggi-tingginya. "Mulut Om dijaga! Aku cuma mau liat plankton bercahaya. Katanya di sini ada bioluminescence." Tangannya menunjuk ke air yang berpendar biru lembut.

"Plankton?!" Tian mengerutkan kening, lalu tiba-tiba mengangkat Grey seperti karung beras. "Ehh, jangan gendong-gendong! Gue bisa jalan sendiri!" Grey menggeliat seperti ikan yang baru ditangkap.

"Diam. Kamar nomor berapa?"

"67. Tapi Om mau apa—"

"Bikin Tian Junior," jawab Tian polos sambil melangkah mantap. "Kita kan sudah halal."

Grey tersedak. "Om jorok! Ini pelecehan seksual!" teriaknya sambil memukul-mukul punggung Tian.

"Percuma protes. Saya udah kenyang lihat baju renangmu yang transparan tadi," goda Tian sambil memukul lembut pantat Grey.

Sesampainya di kamar, Grey disuruh mandi. "Bau laut banget kamu," omel Tian sambil mengusap rambut basah Grey. "Saya balik dulu. Baju saya jadi basah semua."

Grey berdiri bengong melihat suaminya pergi. "Hah? Cuma gitu doang? Gak ada 'insiden kamar hotel'?" gumamnya kecewa.

Dua Hari Kemudian

"Ommm... gendong!" Grey merengek di dalam mobil, tangan terbuka lebar seperti anak kecil.

Tian menghela napas. "Kaki buat apa? Hiasan?"

"Biarin! Aku kan boneka Barbie kesayangan Om~" Grey mengedipkan mata.

Meski menggerutu, Tian akhirnya menggendongnya. Grey tersenyum puas mencium aroma parfum kesukaan suaminya.

"Om, besok kerja?"

"Iya. Kamu juga sekolah," jawab Tian sambil menaiki tangga.

"Aku mau liburan lagi..." Grey menggerutu.

"Makalahmu?" tanya Tian sambil membuka pintu.

"Sebentar lagi selesai," jawab Grey sambil menjatuhkan diri ke sofa.

Tian duduk di sebelahnya. "Besok saya ke China urusan bisnis. Mau nitip apa?"

"CHINA?!" Grey melompat. "Om mau cari selingkuhan ya? Di sana ceweknya cantik-cantik!"

"Dasar otak udang," Tian memutar mata. "Ini dokumen kontraknya."

Grey malah nyeletuk: "Aku mau cowok China dua!" sambil mengacungkan peace sign.

"Dua? Kurang ajar!" Tian mencubit pipi Grey.

"Wleee~" Grey menjulurkan lidah panjang sebelum kabur menghindari kejaran Tian.

BERSAMBUNG...

Wahai para pembacaku yang setia, komen kalian bikin aku makin semangat nulis, lho! Jangan lupa kasih saran ya~ 💕

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!