bagian 3
aurora damaris
Gue capek. Capek banget. Ini rumah apa penjara, sih? Gue kerja dari pagi sampai malem, tapi tetep aja nggak dihargain.
Belum sempet dia istirahat lama, pintu depan kebuka keras. Suara langkah kaki masuk dengan tergesa-gesa. Raka, Alia, dan Vian muncul barengan dengan muka bete.
raka (kakak ke1)
Aurora! Lu ngapain duduk-duduk? Kerjaan udah selesai belum?!
[langsung membentaknya]
aurora damaris
Udah, Kak. Gue baru selesai semua ini. Rumahnya tadi kayak kapal pecah [berbicara dengan tatapan lelah, tapi berusaha kalem]
alia (kakak ke2)
Ih, terus kenapa meja makan masih kotor? Lu nggak liat ada remah-remah di situ? Dasar pemalas! [ucapnya dengan melihat ke arah meja makan]
Aurora berdiri, mencoba sabar, tapi nadanya mulai tegas
aurora damaris
Gue udah beresin semuanya dari tadi pagi. Kalau ada yang kelewat, gue minta maaf, tapi gue nggak bisa jadi robot yang kerja nonstop!
Setelah mengucapkan kalimat itu, Vian langsung mendekati gadis itu dengan tatapan dingin
vian (kakak ke3)
Berani banget lu ngejawab kayak gitu. Jangan lupa diri, Aurora. Lu cuma numpang di sini. Kalau nggak suka, keluar aja!
aurora damaris
Gue tau gue cuma numpang. Tapi gue juga manusia, Kak. Gue punya batas. Gue nggak akan terus diem diperlakuin kayak budak! [menatapnya dengan penuh amarah]
raka (kakak ke1)
Lu berani banget ya! Mau sok melawan sekarang? Nih, gue kasih lu pelajaran! [meledak, ngelempar kain pel ke arah Aurora]
Aurora refleks mundur, tapi kain pel itu kena kaki dia. Alia ikut maju, narik kerah baju Aurora.
alia (kakak ke2)
Jangan sok jadi pahlawan di sini, Aurora. Kalau bukan karena rasa kasihan orang tua kita, lu tuh nggak akan punya tempat tinggal! [meremehkannya]
Aurora terdiam, menahan tangis. Dia nyadar kalau mereka nggak akan pernah ngeliat dia lebih dari sekedar beban
aurora damaris
Kalau kalian pikir gue beban, kenapa nggak usir gue aja sekarang? [perlahan, tapi tegas]
Suasana jadi hening sesaat. Raka dan Alia saling pandang, sementara Vian cuma mendengus marah.
raka (kakak ke1)
Jangan ngajarin gue apa yang harus gue lakuin. Lu pikir hidup ini gampang? Jangan mimpi, Aurora. Hidup lu di sini bakal lebih berat dari ini!
Aurora cuma bisa mematung, menahan sakit di hatinya. Setelah mereka pergi ke kamar masing-masing, Aurora duduk di lantai dapur, menggenggam kain pel yang dilempar ke arahnya. Air matanya akhirnya jatuh.
aurora damaris
Kalau ini yang disebut rumah, gue lebih milih nggak punya rumah sama sekali. Tapi gue nggak akan tinggal diam. Kalau mereka pikir gue lemah, mereka salah besar.
Aurora mulai berpikir buat kabur dari rumah itu. Dia tahu, kalau dia tetap tinggal, hidupnya cuma akan makin menderita.
Sore hari, di rumah sederhana.
Aurora lagi duduk di dapur sambil ngelapin meja makan yang kotor. Tiba-tiba, pintu rumah kebuka keras
alia (kakak ke2)
MAA! PAA! Lihat tuh, Aurora! Dia ngelawan aku tadi di depan orang-orang. Dia bilang aku cuma bisa nyuruh-nyuruh doang! [teriaknya sambil menunjuk ke arah aurora]
Aurora langsung berdiri, bingung
aurora damaris
Eh, kapan gue bilang gitu? Alia, lo jangan ngarang deh
alia (kakak ke2)
Jadi sekarang gue ngarang? Gue cuma bilang rumah berantakan aja, dia langsung ngehina gue di depan tetangga! Dia pikir dia siapa?! [makin teriak, dramatis]
aurora damaris
Gue nggak pernah bilang itu, oke?! Lo suka banget bikin cerita buat nyalain gue! [nada tinggi, mulai nggak tahan]
Raka langsung narik kerah baju Aurora dan mendorong dia ke tembok
raka (kakak ke1)
Diam lo! Mau jadi anak nembangkang sekarang, hah?! [menggertaknya]
aurora damaris
Gue nggak salah, Kak. Lo bisa tanya siapa aja. Ini semua cuma drama Alia! [berusaha melawan, tapi lemah]
Tepat saat itu, Ayah dan Ibu masuk ke rumah. Wajah mereka tegang begitu ngeliat Aurora yang lagi disudutkan sama kakak-kakaknya
papa aurora
Ada apa ini ribut-ribut? Aurora, apalagi yang kamu lakuin kali ini?!
alia (kakak ke2)
Pa, dia tadi bikin malu keluarga di depan tetangga. Dia bilang aku cuma numpang hidup enak di sini!" [cepet-cepet ngadu, dramatis]
aurora damaris
PA, itu bohong! aku nggak pernah bilang kayak gitu!
mama aurora
Udah cukup, Aurora! kamu selalu bikin masalah di rumah ini. Kapan lo sadar diri kalau lo tuh cuma numpang?! [langsung nyela, nadanya tajam]
papa aurora
papa udah capek sama semua kelakuan kamu. Kalau kamu nggak mau berubah, papa kasih pelajaran sekarang! [jalan mendekat, tatapan dingin]
Aurora mundur selangkah, tapi Ayah langsung narik lengan dia dengan kasar
aurora damaris
Pa, aku nggak salah! Tolong dengerin aku [rontanya ketakutan]
Tapi nggak ada yang peduli. Ayah mulai memukul Aurora dengan ikat pinggang, sementara Ibu dan Alia cuma berdiri di samping, ngeliatin tanpa ekspresi. Raka dan Vian malah ikut nambah tekanan, ngelempar hinaan sambil sesekali dorong Aurora biar jatuh ke lantai
vian (kakak ke3)
Rasain tuh, anak kurang ajar! Biar lo tau siapa yang punya kuasa di sini
Aurora terkapar di lantai, badannya gemetar karena sakit. Pukulan di punggung dan lengannya bikin dia kesulitan bergerak, tapi matanya masih penuh dengan kemarahan.
aurora damaris
Gue nggak bakal lupa ini. Mereka pikir gue lemah, tapi gue bakal buktiin kalau mereka salah. [dalam hati]
Setelah puas, Ayah dan Ibu pergi ke kamar tanpa ngeliat Aurora lagi. Alia cuma senyum sinis sebelum pergi, sementara Raka dan Vian ninggalin Aurora sendirian di dapur yang gelap.
Aurora pelan-pelan bangkit, meskipun badannya sakit di mana-mana. Dia duduk di lantai, menggenggam kain pel sambil menangis dalam diam
aurora damaris
Kalau ini yang mereka sebut keluarga, gue nggak butuh. Gue bakal pergi, dan gue bakal tunjukin kalau gue nggak seburuk yang mereka pikir [ucapnya dengan pelan]
Malam itu, Aurora mulai nyusun rencana buat kabur dari neraka yang mereka sebut rumah
Comments