Bab 5. Aku bisa.

Raya sudah berada dalam bus. Ia duduk membisu, namun air matanya terus jatuh membasahi kedua pipinya. Pagi ini, Lily harus menangis histeris, saat Raya berpamitan sembari memeluknya. Ia bahkan sempat berlari mengejarnya, namun Rafi dengan sigap menangkap tubuh mungil itu. Melihat pemandangan Lily, dada Raya sangat sesak.

"Mama," panggil Lily bercampur tangis. Raya yang tidak bisa membendung kesedihan, nyaris membatalkan niatnya.

"Tuhan, kuatkan aku. Tolong, kuatkan aku!" Raya memukul mukul dadanya. Menangis dalam diam sungguh menyiksa.

Raya berangkat, tanpa membalikkan tubuhnya. Ia menulikan pendengaran, saat Lily terus memanggil tanpa henti. Tangisan dan panggilan mama, hampir membuat pertahanan Raya runtuh. Namun, ia terus melangkah sembari meminta maaf bercampur doa, untuk putrinya.

30 menit perjalanan, Raya menelpon sang ibu. Ia ingin memastikan keadaan Lily, sebelum ia benar-benar pergi jauh.

"Halo, Nak. Kenapa? Lily baik-baik saja. Dia tertidur setelah menangis," jelas ibu dari balik telepon.

"Aku sakit bu, melihat Lily." Raya kembali terisak pilu.

"Nak, percaya sama ibu. Dia akan baik-baik saja. Ibu akan merawatnya, seperti ibu merawatmu, bahkan lebih. Pikirkan masa depan kalian."

"Iya, bu. Maaf, aku merepotkan kalian. Aku janji, setelah modal Raya cukup. Aku akan pulang dan merintis usaha dikampung dan hidup bersama kalian. Tolong do'akan Raya, bu."

"Iya, Nak. Ibu akan terus mendoakanmu."

Hp dimatikan. Namun, detik berikutnya notifikasi ponsel Raya berbunyi. Ternyata, sang ibu mengirim foto Lily yang sedang tidur dengan pulas.

Raya menutup mulutnya, ia menangis terisak-isak. Sungguh malang putriku, pikir Raya. Gadis sekecil itu, harus tumbuh tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Lily yang masih membutuhkannya harus terbiasa hidup bersama sang nenek, karena keadaan.

Melihat foto putrinya, tekad Raya semakin kuat. Ia harus bekerja dan mengumpulkan uang untuk modal usaha. Ia pasti bisa. Jika dulu ia bisa bekerja, kenapa sekarang tidak.

Akhirnya, Raya tiba diterminal bus. Matahari begitu terik, seolah membakar kulit. Raya berjalan dengan menarik koper, berusaha mencari tempat berteduh. Wajahnya sembab bercampur keringat, rambutnya kusut dan lepek.

Didalam gedung, Retno sudah menunggu. Gadis bertubuh mungil dan rambut panjang, itu melambai. Retno memiliki usia yang sama dengan Raya. Namun, gadis itu tidak pernah terpikir untuk menikah. Hidupnya sudah susah dan dia tidak mau bertambah susah dengan kehadiran laki-laki yang belum tentu akan sejalan dengannya. Dan sepertinya, keputusan Retno sangat bagus, pikir Raya.

"Sudah lama?" tanya Raya, menghapus wajahnya karena keringat.

"Lumayan." Retno memberikan sebotol air mineral dan Raya langsung meminumnya. Istirahat dulu atau mau langsung jalan?"

"Langsung jalan aja."

Retno mengemudikan motor maticnya dengan kecepatan normal. Raya duduk dengan memeluk tasnya. Sementara, koper miliknya berada didepan. Sepanjang jalan, keduanya membisu. Retno fokus mengemudi, sedangkan Raya pikirannya masih tertuju kepada Lily.

"Ra, Bagaimana kalau kita berdua tinggal bersama saja?" Retno menarik koper, masuk dalam kamar kos.

"Aku tidak mau merepotkanmu." Raya langsung membaringkan tubuhnya diatas karpet yang terbentang. "Aku saja, masih harus cari kerja."

"Repot, bagaimana?" Retno ikut baring disamping Raya. Ia menyalakan kipas angin, yang membuat mereka merasa lebih baik. "Kita berdua bisa patungan bayar kos, biar hemat. Kalau dipikir, aku kesepian kalau tinggal sendiri, kan bagus kita bisa ngobrol kalau malam."

Benar juga, pikir Raya. Dia bisa menghemat dan menabung lebih banyak. Lagipula, tinggal berdua lebih baik daripada sendirian. Mereka bisa saling menjaga, ditengah menakutkannya hidup di kota besar.

"Nantilah, kalau aku sudah kerja. Ditempat kamu, belum ada lowongan?"

"Belum. Aku dah minta teman aku, nyari ditempat lain. Jangan khawatir. Tapi, kamu belum cerita ke aku. Sebenarnya, ada apa?"

Raya menarik napas. "Aku sudah bercerai, Ret."

"Hah, apa? Tunggu!" Retno terbelalak dan langsung bangkit menatap sahabatnya, "kok bisa?"

"Mas Arya selingkuh. Dia memintaku agar menerima pernikahannya, tapi aku menolak. Jadi, aku meminta cerai."

"Dia gila! Enak saja, minta izin menikah lagi. Dia pikir perasaan kamu dari batu." Suara Retno naik satu oktaf, wajahnya memerah. "Siapa perempuan itu? Lalu, Lily bagaimana?"

"Dia mantan mas Arya, Tari."

"Tari?" Mata Retno membelalak. "maksud kamu, Tari yang itu. Bukannya dia sudah menikah, makanya mereka putus."

"Entahlah, aku malas cari tahu. Tari sedang hamil dan mas Arya ingin tanggung jawab. Aku lebih baik mundur daripada sakit hati."

"Benar, kau lebih baik mundur. Untuk apa bertahan dengan seorang pengkhianat, bisa besar kepala dia. Lalu, Lily bagaimana? Jangan bilang, diasuh sama si Arya."

"Ibu yang merawatnya. Makanya, aku butuh pekerjaan, Ret. Kamu tahu kan, keluarga aku bagaimana."

"Aku akan membantumu, tenang saja. Maka dari itu, lebih baik kita tinggal berdua."

Raya mengangguk saja. Retno kembali membaringkan tubuhnya. Cuaca panas terik seperti sekarang, lebih baik mengurung diri dalam kamar.

"Aku mau telpon ibu dulu," ujar Raya setelah merasa lebih baik.

"Baiklah. Aku akan masak, kamu atur saja pakaian kamu dalam lemari yang itu," tunjuk Retno, sebuah lemari kecil yang tidak ia gunakan.

Raya membongkar koper, mengeluarkan pakaian satu persatu. Didapur terdengar cipratan air, suara pisau yang beradu diatas talenan. Raya tersenyum, setelah melirik Retno yang memotong sayuran.

"Assalamu'alaikum, bu."

"Waalaikumsalam, Nak."

Entah mengapa, suara ibu membuat hati Raya terenyuh dan ingin menangis. Air mata yang nyaris jatuh, membuat Raya harus menengadahkan kepala.

"Bagaimana Lily, bu? Apa dia masih mencariku? Dia baik-baik saja kan, bu?"

"Lily," panggil ibu dari balik telepon. "ini mama, sayang."

"Mama," panggil Lily. Suara khas bayi tiga tahun itu berhasil meruntuhkan hati Raya.

"Anakku, hiks, hiks," tangis Raya. Ia mencoba mengatur napas yang terasa sesak. "Lily, sedang apa, sayang? Sudah makan, Nak?"

"Mama," Lily memanggil ulang sang ibu. Namun, nadanya terdengar lirih, seakan sebentar lagi akan menangis.

"Sayang, sehat-sehat, Nak. Mama janji akan pulang. Lily makan yang banyak, Nak."

"Mama, mama," terdengar suara tangis Lily dan suara ibu yang menenangkannya.

"Maafkan Mama, sayang."

Raya langsung mematikan HP. Ia duduk dengan memeluk kedua lututnya dan terisak. Kenapa hidup putrinya sangat menyedihkan?

"Jika sangat berat, kenapa kau tidak membawanya bersamamu?" tanya Retno, yang duduk diatas karpet dan memeluk Raya. "Aku bisa membantumu merawatnya."

"Aku juga mau seperti itu. Tapi, bagaimana jika dia hanya datang menderita? Dan aku belum tentu ada untuknya 24 jam. Dirumah ibuku, setidaknya dia masih makan tepat waktu, bermain dengan bebas. Tapi, jika bersamaku, itu belum tentu."

Raya tertunduk, dengan suara tangis menyayat hati. Retno mengeratkan pelukan dan ikut menangis. Kenapa setiap pilihan, ada resikonya? Dan kenapa, takdir manusia tidak seindah yang ia rencanakan?

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

Amie Layli

Amie Layli

semangat raya,buktikan ke arya kalau kamu bisa sukses,bisa memberi kehidupan yg layak untuk lily tanpa bantuan si arya

2024-12-26

1

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

sedih cerita nya, anak masih kecil harus berpisah dgn ayah dan ibu nya

2025-05-06

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Aku bukan batu
2 Bab 2. Sambutan tidak bersahabat
3 Bab 3. Baik-baik, Nak.
4 Bab 4. Sesal, namun tak berubah
5 Bab 5. Aku bisa.
6 Bab 6. Ikhlas tapi tak Ridho
7 Bab 7. Bukan Cinta segitiga.
8 Bab 8. Awal yang baik
9 Bab 9. Si pengungkit masa lalu
10 Bab 10. Jika aku tidak ada
11 Bab 11. Demi Lily
12 Bab 12. Rahasia kecil Tari
13 Bab 13. Terima kasih, kepadanya.
14 Bab 14. Tekad sekeras batu
15 Bab 15. Kecurigaan
16 Bab 16. Dia yang tak menyerah
17 Bab 17. Gosip
18 Bab 18. Tentang keluarga Raya
19 Bab 19. Sesulit itu, jatuh cinta
20 Bab 20. Selamat tinggal ....
21 Bab 21. Tingkah Elena
22 Bab 22. Topeng
23 Bab 23. Siksa hati
24 Bab 24. Si pengantin baru
25 Bab 25. Antara Si mantan dan Si masa depan
26 Bab 26. Impian si mantan
27 Bab 27. pertengkaran
28 Bab 28. Mengharapkan masa lalu
29 Bab 29. Karma
30 Bab 30. Tebal muka
31 Bab 31. Si gula pasir
32 Bab 32. Sehebat apa?
33 Bab 33. Menyerah
34 Bab 34. Keputusan Raya
35 Bab 35. Mencari kenyamanan
36 Bab 36. Mendadak
37 Bab 37. Arya vs Adrian
38 Bab 38. Satu masalah
39 Bab 39. Menginginkan yang tak mungkin
40 Bab 40. Gambaran masa depan
41 Bab 41. Harapan baru
42 Bab 42. Keputusan Elena
43 Bab 43 Hari pertama
44 Bab 44. Bumbu kesedihan
45 Bab 45. Jodoh atau hanya ....
46 Bab 46. Kegelisahan Raya
47 Bab 47. Kemarahan Tari
48 Bab 48. Rumor (Part 1)
49 Bab 49. Rumor (part 2)
50 Bab 50. Ketahuan
51 Bab 51. Ada apa dengan Presdir? (Part 1)
52 Bab 52. Menghindari masalah
53 Bab 53. Curhat
54 Bab 54. Antara hati dan logika
55 Bab 55. Tari vs Raya
56 Bab 56. Big News
57 Bab 57. Terjadi lagi.
58 Bab 58. Sebuah nasehat
59 Bab 59. Kebimbangan Daniel
60 Bab 60. Nasib Arya dan Tari
61 Bab 61. Salah siapa?
62 Bab 62. Semakin menjadi
63 Bab 63. Wanita yang sama
64 Bab 64. Aland vs Adrian
65 Bab 65. Keteguhan
66 Bab 66. Babak baru
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Bab 1. Aku bukan batu
2
Bab 2. Sambutan tidak bersahabat
3
Bab 3. Baik-baik, Nak.
4
Bab 4. Sesal, namun tak berubah
5
Bab 5. Aku bisa.
6
Bab 6. Ikhlas tapi tak Ridho
7
Bab 7. Bukan Cinta segitiga.
8
Bab 8. Awal yang baik
9
Bab 9. Si pengungkit masa lalu
10
Bab 10. Jika aku tidak ada
11
Bab 11. Demi Lily
12
Bab 12. Rahasia kecil Tari
13
Bab 13. Terima kasih, kepadanya.
14
Bab 14. Tekad sekeras batu
15
Bab 15. Kecurigaan
16
Bab 16. Dia yang tak menyerah
17
Bab 17. Gosip
18
Bab 18. Tentang keluarga Raya
19
Bab 19. Sesulit itu, jatuh cinta
20
Bab 20. Selamat tinggal ....
21
Bab 21. Tingkah Elena
22
Bab 22. Topeng
23
Bab 23. Siksa hati
24
Bab 24. Si pengantin baru
25
Bab 25. Antara Si mantan dan Si masa depan
26
Bab 26. Impian si mantan
27
Bab 27. pertengkaran
28
Bab 28. Mengharapkan masa lalu
29
Bab 29. Karma
30
Bab 30. Tebal muka
31
Bab 31. Si gula pasir
32
Bab 32. Sehebat apa?
33
Bab 33. Menyerah
34
Bab 34. Keputusan Raya
35
Bab 35. Mencari kenyamanan
36
Bab 36. Mendadak
37
Bab 37. Arya vs Adrian
38
Bab 38. Satu masalah
39
Bab 39. Menginginkan yang tak mungkin
40
Bab 40. Gambaran masa depan
41
Bab 41. Harapan baru
42
Bab 42. Keputusan Elena
43
Bab 43 Hari pertama
44
Bab 44. Bumbu kesedihan
45
Bab 45. Jodoh atau hanya ....
46
Bab 46. Kegelisahan Raya
47
Bab 47. Kemarahan Tari
48
Bab 48. Rumor (Part 1)
49
Bab 49. Rumor (part 2)
50
Bab 50. Ketahuan
51
Bab 51. Ada apa dengan Presdir? (Part 1)
52
Bab 52. Menghindari masalah
53
Bab 53. Curhat
54
Bab 54. Antara hati dan logika
55
Bab 55. Tari vs Raya
56
Bab 56. Big News
57
Bab 57. Terjadi lagi.
58
Bab 58. Sebuah nasehat
59
Bab 59. Kebimbangan Daniel
60
Bab 60. Nasib Arya dan Tari
61
Bab 61. Salah siapa?
62
Bab 62. Semakin menjadi
63
Bab 63. Wanita yang sama
64
Bab 64. Aland vs Adrian
65
Bab 65. Keteguhan
66
Bab 66. Babak baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!