Bab 3. Baik-baik, Nak.

Di rumah ibu, Raya beristirahat dengan baik, tidur siang, yang bahkan tidak pernah ia lakukan saat masih di rumahnya dulu. Ia terlalu sibuk mengurus keadaan keluarga kecilnya, ketimbang dirinya sendiri. Jangankan untuk tidur siang, ia bahkan sering lupa makan dan mandi.

Saat bangun, Raya melihat sang ibu sedang duduk di dapur. Wanita yang sudah lebih dari setengah abad itu, termenung.

"Bu," tegur Raya dan ibu langsung menoleh setelah, menghapus wajahnya.

"Ibu menangis?"

"Tidak, Nak. Ibu tidak menangis."

"Bu. Semua akan baik-baik saja. Jangan mengkhawatirkanku." Raya jongkok, sembari memegang kedua tangan ibunya yang keriput. "Bu, maafin Raya, sudah membentak ibu."

"Tidak, Nak. Ibu yang seharusnya minta maaf dan mengerti perasaan kamu." Ibu membelai rambut putrinya. "Mulailah hidup baru dengan baik. Jangan memikirkan apapun, yang sudah selesai, tidak perlu kamu ingat lagi. Masalah Lily, percaya sama ibu."

Raya bangkit dan memperhatikan makanan diatas meja. Ada pisang goreng yang masih hangat dan segelas teh.

"Tadi, ibu Nining bawa pisang dari kebun. Ibu langsung menggoreng sebagian."

"Lily, mana Bu?" Raya duduk disebelah ibu. Ia menyambar gelas berisi air putih.

"Di halaman, sedang main sama Rafi. Dia juga sudah makan. Ibu senang, Lily tidak pilih-pilih makanan."

"Bagaimana dengan ayah?"

"Ibu hampir lupa. Tadi ayahmu menelpon, sepertinya ada yang memberitahu dia, kalau kamu pulang ke rumah. Ibu tidak bilang tentang masalah kamu. Tapi, dia mengirim uang cukup banyak. Katanya, buat kamu dan Lily." Ibu menatap putrinya, yang sama sekali tidak memberikan respon. "Nak. Ayahmu memang pernah berbuat salah. Tapi, dia masih peduli sama kamu. Apalagi, cucunya."

"Sepertinya, ibu masih cinta sama ayah. Sampai sekarang, ibu masih saja membelanya."

"Bukan seperti itu, Nak. Ayah kalian hanya berbuat salah kepada ibu, bukan kepada kalian. Jadi, jangan pernah membencinya, cukup ibu saja."

"Aku tahu, Bu. Lagipula, waktu tidak bisa diulang kembali."

Raya menaruh piring yang berisi pisang goreng dan cangkir, keatas nampan. Ia mengajak ibu menuju teras, untuk melihat Lily bermain dihalaman rumah.

"Cucu ibu, bahagia sekali. Setelah makan, ia tidak berhenti bermain."

Raya memperhatikan putrinya. Anak yang baru berusia tiga tahun itu, tertawa puas berlarian tanpa lelah. Tiba-tiba, sesuatu terbesit dalam hatinya.

"Bu, tolong bantu Raya. Aku tidak mau, mas Arya tahu, Lily berada disini."

"Baik. Ibu akan berusaha semampunya," jawab ibu, yang tidak mau lagi bertanya tentang alasan Raya melakukan itu.

Raya memanggil Lily dan Rafi untuk menikmati pisang goreng, bersama. Mereka berkumpul, sembari mengobrol dan bercanda.

Malam hari, Raya mengatur pakaian Lily kedalam lemari. Ia juga memasukkan sebagian pakaian miliknya. Dengan begitu, ia bisa mengurangi barang bawaan.

"Sayang, sudah makan?"

"Udah, Mama. Lily, mam ayam goleng sama oma."

Raya menggendong putrinya, naik ke atas tempat tidur. Sudah waktunya, ia menjelaskan situasi mereka. Meski tidak semuanya, karena Lily yang masih tiga tahun, tidak akan pernah paham.

"Apa Lily, suka tinggal sama oma dan om Rafi?"

"Suka. Lily suka lali-lali kejal ayam. Om Afi huga ada oyen."

"Lily mau tinggal disini?"

"Mau-mau." Lily mengangguk sembari tersenyum lebar.

"Sayang." Raya memeluk putrinya dengan erat, menahan air mata yang nyaris jatuh. "Mama, mau kerja. Apa Lily bisa tinggal sama oma dan om Rafi. Nanti, Mama akan pulang."

"Mama mau pelgi?" Bibir Lily melengkung ke bawah, siap untuk menangis.

"Tidak, sayang. Mama hanya pergi kerja, cari uang untuk Lily." Air mata Raya sudah jatuh sempurna. Ia mengigit bibirnya, berusaha menahan tangisnya. "Jika nanti uangnya sudah banyak, Mama akan pulang jemput Lily."

Huaaaa....

Gadis kecil itu menangis, sembari memeluk erat ibunya. Raya sendiri membeku di tempat dengan cucuran air mata. Ia tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.

"Lily, sayang." Ibu datang memeluk cucunya. "Mama akan pulang cepat. Lily tinggal sama Oma dulu, yah. Besok kita jalan-jalan lihat bebek disawah, mau tidak?"

"Bebek?" Lily melepaskan pelukannya.

"Iya, sayang."

"Mau-mau, om Afi huga."

"Iya, sama-sama om Rafi, naik motor."

"Yeeee... Lily mau liat bebek."

Gadis kecil itu langsung keluar kamar, menghampiri Rafi yang tengah nonton TV. Dari dalam kamar, Raya bisa mendengar suara Lily yang tengah berceloteh kepada pamannya.

"Istirahatlah. Biar ibu, yang antar Lily tidur sebentar." Ibu hendak keluar kamar. Namun, kembali membalikkan tubuhnya. "Ibu hampir lupa. Ini buat kamu."

"Tidak usah, Bu. Aku masih ada uang." Raya mengembalikan amplop yang diberikan ibu.

"Nak, kau butuh pegangan."

"Bu, Raya masih punya uang dan tabungan. Jangan khawatir. Simpan itu, untuk kebutuhan kalian, sampai aku bisa mengirim uang."

"Baiklah. Tapi kalau kamu butuh, telpon ibu."

Raya kembali mengemas barang yang akan ia bawa. Hatinya sudah merasa tenang, saat mendengar suara Lily tertawa didepan kamar. Dengan begini, beban pikirannya akan sedikit berkurang.

Semua sudah siap. Raya segera menelpon Retno. Teman satu kampung, sekaligus teman seperjuangan saat keduanya menginjakkan kaki dikota besar, sebelum akhirnya Raya menikah.

"Halo, Ret."

"Ya, halo. Aku lagi di luar, Ra. Kunci kamar, ditempat seperti biasa."

"Bukan. Aku mau tanya, kalau ada lowongan di tempat kamu."

"Kamu mau kerja, Ra?"

"Iya, aku mau kerja."

"Bukannya, Arya dan mertua kamu, tidak mau kamu bekerja."

"Ceritanya panjang, nanti ketemu baru aku jelasin. Oh iya, sekalian carikan aku kamar kos yang bagus tapi agak murah."

"Untuk siapa?"

"Nanti aja, aku cerita. Tolong, yah."

"Oke, oke. Nanti aku telpon."

Raya meletakkan ponsel diatas lantai. Menghela napas lega, dengan harap bisa mendapatkan tempat tinggal dengan cepat. Untuk sementara, mungkin dia akan menumpang di tempat Retno.

Pukul sembilan malam, Raya memeluk Lily yang tertidur pulas. Gadis itu, memeluk boneka panda pemberian sang ayah, sebagai hadiah ulang tahunnya, yang ketiga. Dan sepertinya, ia tidak akan mendapatkan hadiah seperti itu lagi, tahun depan.

Raya menepuk-nepuk paha Lily, dengan lembut. Ia juga beberapa kali mendaratkan kecupan. Ia ingin memberikan pelukan terakhir, sebelum ia pergi besok.

"Tuhan, aku titip putriku kepada-Mu. Tolong jaga dan lindungi dia, begitu juga dengan ibu dan adikku."

Doa yang membuat Raya menangis, untuk kesekian kalinya dan tanpa suara. Ia melepaskan pelukan dan duduk diatas lantai yang dingin. Ia menangis sepuasnya dan mengeluhkan semua yang ia alami.

Kadang ia menengadah ke atas langit, seolah bertanya, apa salahku? Kenapa takdirku seburuk ini? Apalagi, ia mulai membayangkan sang suami menikah lagi, memeluk wanita lain, memperhatikan dan menyayangi wanita itu. Lambat laun, memori yang mereka bangun pun tergantikan dengan memori baru.

🍁🍁🍁

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

seorang istri harus kuat segalanya baik financial maupun jiwanya, agar ketika suaminya macam macam ada kekuatan

2025-05-06

0

🌻Nie Surtian🌻

🌻Nie Surtian🌻

Tetap semangat Raya...💪💪💪 Demi Lily, ibu dan adikmu...

2024-12-25

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Aku bukan batu
2 Bab 2. Sambutan tidak bersahabat
3 Bab 3. Baik-baik, Nak.
4 Bab 4. Sesal, namun tak berubah
5 Bab 5. Aku bisa.
6 Bab 6. Ikhlas tapi tak Ridho
7 Bab 7. Bukan Cinta segitiga.
8 Bab 8. Awal yang baik
9 Bab 9. Si pengungkit masa lalu
10 Bab 10. Jika aku tidak ada
11 Bab 11. Demi Lily
12 Bab 12. Rahasia kecil Tari
13 Bab 13. Terima kasih, kepadanya.
14 Bab 14. Tekad sekeras batu
15 Bab 15. Kecurigaan
16 Bab 16. Dia yang tak menyerah
17 Bab 17. Gosip
18 Bab 18. Tentang keluarga Raya
19 Bab 19. Sesulit itu, jatuh cinta
20 Bab 20. Selamat tinggal ....
21 Bab 21. Tingkah Elena
22 Bab 22. Topeng
23 Bab 23. Siksa hati
24 Bab 24. Si pengantin baru
25 Bab 25. Antara Si mantan dan Si masa depan
26 Bab 26. Impian si mantan
27 Bab 27. pertengkaran
28 Bab 28. Mengharapkan masa lalu
29 Bab 29. Karma
30 Bab 30. Tebal muka
31 Bab 31. Si gula pasir
32 Bab 32. Sehebat apa?
33 Bab 33. Menyerah
34 Bab 34. Keputusan Raya
35 Bab 35. Mencari kenyamanan
36 Bab 36. Mendadak
37 Bab 37. Arya vs Adrian
38 Bab 38. Satu masalah
39 Bab 39. Menginginkan yang tak mungkin
40 Bab 40. Gambaran masa depan
41 Bab 41. Harapan baru
42 Bab 42. Keputusan Elena
43 Bab 43 Hari pertama
44 Bab 44. Bumbu kesedihan
45 Bab 45. Jodoh atau hanya ....
46 Bab 46. Kegelisahan Raya
47 Bab 47. Kemarahan Tari
48 Bab 48. Rumor (Part 1)
49 Bab 49. Rumor (part 2)
50 Bab 50. Ketahuan
51 Bab 51. Ada apa dengan Presdir? (Part 1)
52 Bab 52. Menghindari masalah
53 Bab 53. Curhat
54 Bab 54. Antara hati dan logika
55 Bab 55. Tari vs Raya
56 Bab 56. Big News
57 Bab 57. Terjadi lagi.
58 Bab 58. Sebuah nasehat
59 Bab 59. Kebimbangan Daniel
60 Bab 60. Nasib Arya dan Tari
61 Bab 61. Salah siapa?
62 Bab 62. Semakin menjadi
63 Bab 63. Wanita yang sama
64 Bab 64. Aland vs Adrian
65 Bab 65. Keteguhan
66 Bab 66. Babak baru
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Bab 1. Aku bukan batu
2
Bab 2. Sambutan tidak bersahabat
3
Bab 3. Baik-baik, Nak.
4
Bab 4. Sesal, namun tak berubah
5
Bab 5. Aku bisa.
6
Bab 6. Ikhlas tapi tak Ridho
7
Bab 7. Bukan Cinta segitiga.
8
Bab 8. Awal yang baik
9
Bab 9. Si pengungkit masa lalu
10
Bab 10. Jika aku tidak ada
11
Bab 11. Demi Lily
12
Bab 12. Rahasia kecil Tari
13
Bab 13. Terima kasih, kepadanya.
14
Bab 14. Tekad sekeras batu
15
Bab 15. Kecurigaan
16
Bab 16. Dia yang tak menyerah
17
Bab 17. Gosip
18
Bab 18. Tentang keluarga Raya
19
Bab 19. Sesulit itu, jatuh cinta
20
Bab 20. Selamat tinggal ....
21
Bab 21. Tingkah Elena
22
Bab 22. Topeng
23
Bab 23. Siksa hati
24
Bab 24. Si pengantin baru
25
Bab 25. Antara Si mantan dan Si masa depan
26
Bab 26. Impian si mantan
27
Bab 27. pertengkaran
28
Bab 28. Mengharapkan masa lalu
29
Bab 29. Karma
30
Bab 30. Tebal muka
31
Bab 31. Si gula pasir
32
Bab 32. Sehebat apa?
33
Bab 33. Menyerah
34
Bab 34. Keputusan Raya
35
Bab 35. Mencari kenyamanan
36
Bab 36. Mendadak
37
Bab 37. Arya vs Adrian
38
Bab 38. Satu masalah
39
Bab 39. Menginginkan yang tak mungkin
40
Bab 40. Gambaran masa depan
41
Bab 41. Harapan baru
42
Bab 42. Keputusan Elena
43
Bab 43 Hari pertama
44
Bab 44. Bumbu kesedihan
45
Bab 45. Jodoh atau hanya ....
46
Bab 46. Kegelisahan Raya
47
Bab 47. Kemarahan Tari
48
Bab 48. Rumor (Part 1)
49
Bab 49. Rumor (part 2)
50
Bab 50. Ketahuan
51
Bab 51. Ada apa dengan Presdir? (Part 1)
52
Bab 52. Menghindari masalah
53
Bab 53. Curhat
54
Bab 54. Antara hati dan logika
55
Bab 55. Tari vs Raya
56
Bab 56. Big News
57
Bab 57. Terjadi lagi.
58
Bab 58. Sebuah nasehat
59
Bab 59. Kebimbangan Daniel
60
Bab 60. Nasib Arya dan Tari
61
Bab 61. Salah siapa?
62
Bab 62. Semakin menjadi
63
Bab 63. Wanita yang sama
64
Bab 64. Aland vs Adrian
65
Bab 65. Keteguhan
66
Bab 66. Babak baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!