Selalu Di Abaikan

Kring...

Kring...

Kring...

Bel pulang sekolah berbunyi, semua murid berhamburan keluar untuk segera pulang.

Airin merapikan buku-bukunya dan dimasukkan ke dalam tas.

Dia berjalan menghampiri Assandi yang masih duduk di bangkunya.

"Mas, ayo pulang bareng." Ajak Airin.

Namun Assandi hanya diam tidak menjawab istrinya itu.

Airin perlahan duduk di kursi sebelah Assandi. Dia menatap lembut suaminya.

"Mas, lagi ap-..."

Ucapan Airin terhenti karena Assandi sudah berdiri memakai tasnya dan pergi meninggalkannya sendiri di kelas.

Hati Airin sangat sedih selalu diabaikan Assandi seperti ini.

Belum sempat untuk berbasa basi suaminya selalu menghindarinya terlebih dahulu.

"Nggak papa Airin, mungkin dia sangat lelah." Batinnya menguatkan hatinya.

Dia kemudian berjalan keluar menyusul Assandi di parkiran.

Disana dirinya bisa melihat Assandi yang sedang asik mengobrol dengan siswa perempuan.

Airin tahu siapa yang sedang berbicara dengan suaminya.

Dia adalah cinta pertama Assandi dari bangku sekolah dasar hingga sekarang.

Airin mengusap dadanya yang merasa sakit melihat Assandi bisa tertawa bahagia disana.

"Dia sangat tampan jika tertawa seperti itu."

"Tapi kenapa jika bersamaku, aku tidak bisa melihat tawanya." Lanjutnya.

Airin memiliki ide, dia akan mengabadikan tawa bahagia dari suaminya itu.

Dirinya merogoh saku kemejanya untuk mengambil ponsel miliknya.

Ponsel murah yang hanya bisa digunakan untuk Chatting dan berfoto saja.

Jika dia ingin mengerjakan tugas dari internet. Maka dia akan meminta izin untuk meminjam laptop Assandi.

Meski harus menunggu suaminya itu selesai menggunakannya terlebih dahulu.

"Sangat tampan." Gumamnya sambil mengusap foto Assandi di ponselnya.

Airin kembali menatap depan tetapi sudah tidak terdapat suaminya dan perempuan yang bersamanya.

Dia berjalan keluar menuju parkiran, melihat kesekelilingnya untuk mencari keberadaan Assandi.

Dan benar saja suaminya itu sudah pergi meninggalkannya berboncengan dengan cinta pertamanya.

Airin sangat sedih melihat itu, apalagi perempuan itu memeluk Assandi erat.

"Bahkan aku istrinya tidak pernah sekalipun merasakan itu."

Airin menunduk sedih, dia memasukkan ponselnya ke dalam tas dan melanjutkan perjalanannya.

Di depan gerbang dia melihat Mario yang sedang menunggu bus.

Airin tersenyum menghampiri kakak kelasnya itu. Dia ingin meminta maaf atas kejadian di Kantin.

"Kak Mario." Panggilnya pelan.

Mario menoleh sekilas dan kembali fokus dengan ponselnya.

"Kakak sedang menunggu bus juga?"

"Ya." Jawab Mario singkat.

Airin tersenyum mendengarnya, "Saya boleh bareng sama kakak ikut naik bus?"

"Terserah." Jawab Mario ketus.

Dia sama sekali tidak melihat ke arah Airin. Pandangannya terus melihat ponselnya yang berisi komik kesukaannya.

Sedangkan Airin menatap sayu Mario karena sangat bersikap dingin kepadanya.

Dia kembali ingin mengajak ngobrol Mario. Untuk meminta maaf atas kejadian di kantin.

Tapi niatnya itu dia tahan karena ada teman Mario yang datang menghampirinya.

"Kok lo masih disini?" Tanya teman Mario berambut ikal.

"Iya nih, bersama dia lagi." Sahut teman Mario bertubuh kurus.

"Dia sendiri yang datang kesini." Jawab Mario dingin.

Airin menatap mereka sedikit takut. Karena teman-teman Mario ini terlihat tidak menyukainya.

"Lo jangan sampai seperti Assandi, kena hipnotis dia dan akhirnya menikahinya di usia muda." Jelas teman Mario bertubuh kurus.

Hati Airin terasa nyes, mendengar ucapan dari kakak kelasnya itu.

Dia tidak menyangka jika semua warga sekolah seperti itu cara memandangnya menikah dengan Assandi.

"Bener Yo, dia itu wanita licik. Suka mencari cowok tampan dan kaya raya, persis seperti lo ini." Sahut teman Mario berambut ikal.

Airin menunduk malu mendengar semua ucapan itu. Padahal dirinya tidak bermaksud begitu.

Dia menikahi Assandi ada sebabnya, karena kakek Assandi yang memintanya untuk menikahi cucunya.

Tapi semua orang sudah termakan gosip negatif tentang dirinya.

"Udahlah, nggak usah kalian kasih tau aku juga udah tau sendiri." Jawab Mario.

Tin...

Tin...

Tin...

Klakson bus sudah terdengar dekat, para siswa yang berkumpul di halte depan sekolah segera merapat untuk menaiki bus.

Begitu juga Airin yang segera bersiap untuk naik. Tapi saat bus sudah berhenti, banyak siswa yang mendorongnya agar dia tidak bisa naik lebih dulu.

Airin sangat kesusahan karena berdesakan dengan yang lainnya.

"Awasss dongg, kamu itu bikin sempit pintu masuk aja." Omel salah satu siswi.

Airin terdiam mendengar suara itu, dia akhirnya berhenti untuk tidak ikut naik.

Dia akan menunggu sampai semua siswa sudah naik ke dalam bus.

Dirinya mundur sedikit memberi ruang untuk para siswa yang ingin naik.

Saat dirasa sudah sepi, dia baru ingin menaiki bus. Tapi kernet bus menghentikannya.

"Maaf neng, bus nya sudah penuh. Kalau kamu ingin masuk juga, yang ada kamu gelantungan di pintu."

Airin terkejut mendengar itu, dia menatap ke dalam bus dan benar.

Disana sudah sesak penuh dengan penumpang. Akhirnya dia mengangguk memahami ucapan dari kernet bus.

Airin berjalan kembali menuju halte, dia akan menunggu kedatangan bus selanjutnya.

Dirinya duduk sendirian dengan santai di sana sambil menikmati awan hitam yang sudah menyelimuti bumi.

"Sudah mendung, sebentar lagi akan hujan."

"Tapi aku masih disini belum ada bus lagi yang lewat."

Airin menoleh ke kanan dan kiri untuk melihat apakah ada kendaraan yang lewat.

Tetapi nihil jalanan sangat sepi tidak ada satupun kendaraan yang lewat.

Dia mengambil ponselnya mencoba menghubungi Assandi untuk menjemputnya.

Tapi panggilannya itu tidak dijawab satupun oleh Assandi.

Dia sudah menghubungi hingga dua puluh kali. Tetapi tetap sama tidak ada jawaban dari suaminya.

"Aku takut akan di marahi mama juga jika pulang terlambat."

Airin menghela napas lelah, dia bingung harus pulang dengan apa. Karena sekarang hujan sudah mengguyur kota.

"Apa aku berlari saja menerjang hujan ya. Baiklah aku akan melakukannya."

Akhirnya dia berlari hujan-hujanan nekat membuat dirinya basah kuyup.

Dia juga lupa membiarkan tasnya basah yang di dalamnya banyak buku pelajarannya.

Karena dia takut jika masih berada disana terlalu lama, dirinya tidak akan segera pulang.

Sebab mertuanya akan sangat marah jika melihatnya pulang terlambat.

Apalagi belum menyiapkan makanan untuk makan malam keluarga.

Dia tempuh air hujan yang cukup deras dan jarak ke rumahnya yang sangat jauh.

Airin sudah tidak perduli itu, yang terpenting sekarang dirinya bisa segera sampai rumah.

Duarrrr....

Duarr....

Suara petir menyambar menyelimuti langit. Airin sangat takut mendengarnya.

Tapi apalah daya, dia tidak bisa berhenti karena percuma tubuhnya sudah basah kuyup.

Ditambah lagi angin sangat kencang membuat suasana terasa dingin.

Tubuh Airin sudah menggigil kedinginan, dia membawa jaket tapi percuma juga karena semuanya sudah basah terkena air hujan.

Akhirnya dia berhenti berlari dan berjalan santai memeluk tubuhnya sendiri.

Saat melewati pohon besar, dia terjatuh dan tertimpa ranting pohon.

Kakinya kesakitan karena ranting pohon itu cukup berat baginya.

"Aawww, iisshhh sakit sekali." Rintihnya.

Dia berusaha memindahkan ranting pohon itu dari kakinya.

Rasanya sangat perih dan ngilu karena kakinya sudah merah lebam dan berdarah akibat gesekan dari ranting tadi.

"Aawww, ini sakit sekali. Aku akan susah berjalan, apalagi rumah masih jauh."

Airin mencoba berdiri sekuat tenaga, dia merasakan ada sorot lampu mobil dari belakangnya.

Dia melambaikan kedua tangannya untuk meminta bantuan tumpangan ke rumah.

Tetapi mobil itu tidak berhenti dan tetap berjalan melewatinya.

Sopir yang mengendarai mobil tadi melirik sekilas keluar jendela dan menatap anak majikannya yang fokus bermain ponsel.

"Den, tadi ada orang kehujanan. Sepertinya minta tumpangan gratis."

"Jangan sembarang orang kamu beri tumpangan pak, nanti papa dan mama akan marah." Jelasnya.

Sopir itu mengangguk paham dan melajukan mobilnya dengan cepat. Karena hujan semakin lebat menutupi jarak pandang.

Airin sangat sedih melihat mobil mewah itu malah semakin laju jalannya.

Dia merasa semua orang hari ini mengabaikannya meski dalam keadaan sulit seperti sekarang.

Bahkan suaminya sendiri tidak bisa dihubungi untuk meminta bantuan.

Airin hanya bisa pasrah berjalan gontai menahan rasa sakit di kakinya.

Dia dengan sabar akan menikmati ujian hidupnya ini. Meski ujiannya selalu ada bahkan sangat banyak untuknya.

Episodes
1 Kotak Bekal
2 Selalu Di Abaikan
3 Sakit
4 Langkah Sunyi
5 Khawatir
6 Se Motor
7 Foto Masa Kecil Assandi
8 Hadiah Boneka
9 Pergi Makan Malam
10 Boneka Lagi
11 Hari Pertama Sekolah Setelah Sakit
12 Sekamar
13 Martabak Mini
14 Menahan Nafsu
15 Syal Merah Maroon
16 Assandi Sakit
17 Kue Basi
18 Pengakuan
19 Pergi
20 Berlin, Jerman
21 Pekerjaan
22 Teman Baru
23 Marah
24 Mimpi Buruk
25 Terfitnah
26 Merenung
27 Mabuk
28 Kebenaran
29 Pengumuman :
30 Hilangnya Keperawanan
31 Merasa Hina
32 CEO Hotel
33 Mencari
34 Hamil
35 Frustasi
36 Kehilangan Pekerjaan
37 Hujan Badai
38 Kelulusan
39 Laki-laki Itu
40 Berjumpa
41 Mengaku
42 Perhatian
43 Kembali Ke Hotel
44 Peraturan Tegas
45 Ngidam
46 Kecurigaan Jennie
47 Terpaksa Berbohong
48 Makan Malam Perayaan
49 Teman William
50 Mencaritahu
51 Buah Jeruk
52 Pembalasan
53 Dendam
54 Terjadi
55 Rumah Sakit
56 Darah Untuk Rania
57 Kabar Bahagia Keluarga Elwidson
58 Berita Pencarian Airin
59 Sadarnya Rania
60 Rumah Romi
61 Melanjutkan Pencarian
62 Gejolak Asmara Romi
63 Mimpi
64 Saling Merindukan
65 Melahirkan
66 Sadarnya Airin dari Koma
67 Pertemuan di Dalam Pesawat
68 Buku Diary Airin
69 Singapura
70 Pembatalan Kerja Sama
71 Tetangga Apartemen
72 Martabak Kesukaan Airin
73 Menuju Rumah Sakit
74 Pengumuman 2
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Kotak Bekal
2
Selalu Di Abaikan
3
Sakit
4
Langkah Sunyi
5
Khawatir
6
Se Motor
7
Foto Masa Kecil Assandi
8
Hadiah Boneka
9
Pergi Makan Malam
10
Boneka Lagi
11
Hari Pertama Sekolah Setelah Sakit
12
Sekamar
13
Martabak Mini
14
Menahan Nafsu
15
Syal Merah Maroon
16
Assandi Sakit
17
Kue Basi
18
Pengakuan
19
Pergi
20
Berlin, Jerman
21
Pekerjaan
22
Teman Baru
23
Marah
24
Mimpi Buruk
25
Terfitnah
26
Merenung
27
Mabuk
28
Kebenaran
29
Pengumuman :
30
Hilangnya Keperawanan
31
Merasa Hina
32
CEO Hotel
33
Mencari
34
Hamil
35
Frustasi
36
Kehilangan Pekerjaan
37
Hujan Badai
38
Kelulusan
39
Laki-laki Itu
40
Berjumpa
41
Mengaku
42
Perhatian
43
Kembali Ke Hotel
44
Peraturan Tegas
45
Ngidam
46
Kecurigaan Jennie
47
Terpaksa Berbohong
48
Makan Malam Perayaan
49
Teman William
50
Mencaritahu
51
Buah Jeruk
52
Pembalasan
53
Dendam
54
Terjadi
55
Rumah Sakit
56
Darah Untuk Rania
57
Kabar Bahagia Keluarga Elwidson
58
Berita Pencarian Airin
59
Sadarnya Rania
60
Rumah Romi
61
Melanjutkan Pencarian
62
Gejolak Asmara Romi
63
Mimpi
64
Saling Merindukan
65
Melahirkan
66
Sadarnya Airin dari Koma
67
Pertemuan di Dalam Pesawat
68
Buku Diary Airin
69
Singapura
70
Pembatalan Kerja Sama
71
Tetangga Apartemen
72
Martabak Kesukaan Airin
73
Menuju Rumah Sakit
74
Pengumuman 2

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!