" Ikut keruangan ku!" Kalimat perintah yang sangat mengintimidasi.
Mau tidak mau Emilia harus mengikuti pria itu, pria yang di katakan tampan dan sempurna oleh Heidi dan beberapa teman perempuan lainnya di divisi finance dan accounting.
Pintu tertutup.
" Silahkan duduk." Kata pria itu.
" Terima kasih pak."
" Aku baru melihatmu." Ujar pria itu mendudukkan tubuh tingginya di kursi kebesaran sambil menatap tajam ke arah Emilia.
” GERARD CHADDRICK .” Plang nama meja itu tertulis dengan tinta emas dan tepat berada di depan mata Emilia.
" Iya pak, saya baru mengambil cuti."
" Cuti untuk apa? Di saat semua sedang sibuk mempersiapkan launching, kamu justru sedang bersenang senang dengan mengambil cuti? Di mana tanggung jawab mu sebagai senior finance di sini?!"
" Tapi permohonan saya sudah masuk sampai meja direktur pak, dan lagi ini cuti yang sangat penting. Saya baru saja..." Ucapan Emilia menggantung di udara karena di sela langsung oleh manajernya.
" Tapi aku tidak mengetahuinya." Ucapnya dengan tatapan tajam.
Emilia terdiam.
Arogan sekali bos barunya itu. Menurutnya.
” Apanya yang tampan, satu kantor kayaknya katarak semua." Gerutu Emilia dalam hati.
" Maafkan saya pak." Hanya itu yang bisa dia katakan.
" Aku sudah mengirim ke email mu, kerjakan semua hari ini juga!"
" Baik pak."
" Apa yang kau tunggu?"
" Saya permisi pak."
Emilia keluar dengan wajah di tekuk.
Dia menghempaskan tubuhnya di kursi. Heidi datang menghampiri.
" Apa yang di katakan nya padamu?"
" Marah, dia memarahiku habis habisan gara gara aku mengambil cuti."
" Bukankah kamu sudah membuat suratnya dan permohonan mu itu di setujui, iya kan?"
" Aku sudah mengatakan padanya, tapi di malah mengatakan kalau dia tidak mengetahuinya sama sekali." Kesal Emilia.
" Sudahlah, aku harus mengerjakan tugas ku." Lanjut Emilia. Akhirnya Heidi kembali ke meja kerjanya, mengobrol dengan Emilia dalam kondisi mood berantakan akan membuatnya kena semprot.
Emilia membuka email-nya, dan detik itu juga, sepasang matanya melotot sempurna. Di layar komputer miliknya itu, lebih dari seratus halaman berkas yang harus ia periksa.
" Gila!" Umpatnya.
" Kenapa?"
" Bos barumu itu sudah gila."
Heidi kembali mendekat.
" Lihatlah, pekerjaanku seminggu lalu saja belum selesai, dia malah menambahnya begitu banyak. Aku tidak komplain karena memang ini tugasku, masalahnya ini terlalu banyak, lagian aku liat, hanya enam puluh persen pekerjaanku di sini, sisanya itu bagian staf accounting." Keluh Emilia.
Heidi setuju dengan Emilia, ini memang keterlaluan. Ada masalah apa bos barunya itu dengan Emilia? Sahabatnya itu baru masuk kantor setelah seminggu hiatus dan sudah harus melakukan romusha.
" Yang sabar, mungkin pak Gerrard sedang datang bulan." Kata Heidi sembari menepuk bahu Emilia untuk memberikan semangat.
" Dasar kau! Sana..hush.." Emilia mengusir Heidi seperti mengusir seekor kucing.
Emilia mulai fokus, menatap layar di hadapannya hingga tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Jam makan siang hampir saja ia lewatkan. Jika sedang bekerja, terkadang Emilia bisa lupa makan. Beruntung, di dalam tasnya, selalu ada roti dengan isian keju yang ia siapkan. Karena di saat situasi tidak kondusif dan dia harus duduk berjam jam untuk memeriksa laporan keuangan perusahaan, roti keju itu akan sangat berfungsi untuk mengganjal perutnya yang terkadang mulai terasa perih karena terlalu lama di biarkan kosong.
Heidi keluar bersama teman yang lain, mencari apapun di luar sana yang bisa mereka gunakan untuk menuntaskan rasa lapar.
Ia tidak berani mengajak Emilia, dari semasa sekolah mereka berteman, Heidi banyak tau tentang sifat sahabatnya itu.
Emilia tidak akan suka di ganggu jika sedang serius mengerjakan sesuatu. Jadilah ia meninggalkan sahabatnya itu seorang diri di dalam ruangan.
Ah.. ternyata Emilia tidak sendiri, di dalam sebuah ruangan yang pintunya tertutup rapat, ada seorang pria tampan yang sedang memperhatikan segala gerak gerik Emilia.
Rautnya nampak sangat sinis. Tatapannya tajam menatap wanita yang sedang berkutat di depan komputer sedang mengerjakan tugas yang sangat banyak dan entah kapan akan selesai.
" Selamat, kau sekarang berada dalam genggamanku." Ucapnya tersenyum smirk lalu kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
*
*
Emilia POV
Aku menggerutu, matahari sudah menghilang dari balik gedung yang masih berada di jangkauan mataku dan aku masih di sini. Sendirian.
Petugas keamanan sudah dua kali menghampiriku, menanyakan kapan aku akan pulang, tapi jawabanku lagi dan lagi membuatnya terpaksa tersenyum. " Belum tau pak, pekerjaanku masih banyak."
Ya, aku memang tidak tau kapan akan berakhir penderitaan ku ini. Teman teman ku sudah pulang sejak lima jam yang lalu, dan aku masih di sini, berkutat dengan banyaknya lembaran kertas yang semakin menumpuk.
Tidak lama setelah teman sekantorku pulang, Gerrard lewat di sampingku tanpa sedikitpun menegurku, aku tidak minta di kasihani, setidaknya dia masih menganggap ku ada di dalam kantornya. Aku seperti debu yang tidak terlihat olehnya, padahal suara berisik dari keyboard milikku yang sengaja aku tekan kuat kuat ternyata tidak cukup mampu menarik perhatiannya.
Aku menghela nafas kasar.
Bayangkan, lambungku hanya terisi sebungkus roti keju siang tadi, dan sampai sekarang, tidak ada satupun jenis makanan yang menemani kesendirian roti tersebut selain dua liter air minum yang membuatku seperti ingin muntah karena kembung.
Menit demi menit aku lewati, hingga jam di dinding menunjuk di angka sepuluh malam. Mataku mulai terasa lelah, terlebih perutku yang semakin sakit. Aku menyerah, padahal sisa beberapa lembar lagi. Tidak mungkin aku memaksa tubuhku bekerja terus tanpa membiarkannya istirahat. Tubuhku ibarat mesin, jika terus di gunakan tanpa henti lambat laun akan rusak juga.
Ku matikan komputer, lalu ku raih tas ransel yang aku tautkan di sandaran kursi tempat dudukku . Aku keluar setelah lebih dulu mematikan lampu dan pendingin ruangan.
Seketika bulu kudukku berdiri, kantor yang setiap harinya ramai menjadi begitu sunyi dan gelap. Pikiranku berkelana kemana mana, sesekali aku menoleh, takut jika tiba tiba saja ada yang memegang punggung ku, seperti film the Conjuring yang aku nonton beberapa hari lalu. " Ah.. kenapa juga aku harus menonton film itu?" Kesal ku sembari mempercepat langkah kakiku.
Karena sudah malam, lift tentu sudah di matikan, ini demi menghemat biaya listrik yang selalu membludak tiap bulannya. Aku terpaksa menuruni tangga. Tenaga ku yang tersisa sekitar tiga puluh persen, kini harus aku gunakan untuk melatih kedua ekstremitas bawahku.
Selama bekerja, ini adalah hari terburuk yang pernah aku lalui. Bahkan terasa lebih buruk karena bertemu dengan seorang diktator seperti bos ku itu.
Akhirnya aku meninggalkan gedung berlantai dua puluh itu. Gedung yang sudah memberikan ku salary yang bisa di bilang sangat banyak untuk menghidupi diriku sendiri.
Dan lagi, setelah menikah seminggu lalu, Ludwig mengirimkan sejumlah uang ke rekeningku. Mungkin itu sebagai bentuk tanggung jawabnya, meski sebenarnya bagiku itu tidak perlu, hanya membuatku terbebani saja.
Aku berjalan menyusuri zebra cross, ini kota besar, jam sepuluh malam justru orang orang semakin ramai memadati jalanan. Dan situasi seperti ini sudah setiap hari aku lihat.
Beberapa meter di depanku adalah tujuan utama kaki ku melangkah. Restoran jepang yang paling terkenal di sekitar kantorku seperti sedang melambaikan tangan memanggil manggil namaku.
" Emilia,, Emilia,,, kami ada menu baru, cepatlah kemari." Membayangkannya saja seketika membuat air liurku ingin menetes.
Di luar cukup dingin, angin mulai berhembus hingga membuat rambutku beterbangan ke mana mana.
Aku berjalan sembari menunduk , mencari ikat rambut yang aku simpan di dalam tas ketika tiba tiba saja, tubuhku terasa melayang.
Bruk.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Sidieq Kamarga
Well come Author, akhirnya terbit juga cerita baru, semangaaaat🤩🤩🤩💪💪💪💪💪
2024-07-02
1
SasSya
bos killer,siapa iniii???
ada masalah apa di masa lalu sama kamu em?
2024-07-02
2