Sebuah Masalah Akademi

Suara ombak dari kejauhan terdengar samar dari balik jendela.

Rika membuka matanya perlahan. Cahaya pagi masuk menembus tirai putih tipis, membasuh wajahnya dengan kehangatan. Ia tidak tahu sudah berapa lama ia tertidur atau bahkan, sejak kapan ia ada di tempat ini.

Kamar ini bersih. Dingin. Tidak memiliki jejak kehidupan selain satu koper kecil dan seragam berwarna biru tua yang tergantung di samping cermin.

Rika duduk di ranjang. Tangannya menyentuh permukaan kasur, seolah memastikan bahwa ini semua nyata.

"…Aku tidak tau harus bagaimana lagi, apakah dunia ingin mempermainkanku?"

Pikiran itu muncul begitu saja. Tidak ada rasa panik, tidak ada ingatan yang jelas. Hanya keheningan dalam dirinya… dan nama yang terpahat di lubuk hatinya.

"Fukari."

Dia yang pertama menyapanya ketika Rika tersadar kemarin. Rambut kuning, mata tajam. Ada sesuatu tentang Fukari yang terasa... hangat, sekaligus jauh.

"Fukari bukan sekadar orang asing… mungkin dulu kami pernah dekat."

"Entah kenapa... aku ingin mempercayainya."

Dan Fukari telah memberinya semua informasi.

Akademi Gargantia, jalur tercepat ke sana, dan kelasnya 2-F.

Semua sudah diberi tahu.

Sekarang, tinggal melangkah, jalan menuju Akademi.

Langkah pertama Rika terasa ringan tapi tak berakar. Seolah dunia ini tidak mengenal dirinya, dan ia pun belum mengenal dunia ini.

Jalan menuju akademi membentang lurus ke utara, melewati jembatan layang dengan dinding kaca yang memperlihatkan laut biru jauh di bawahnya.

Kota Gargantia masih pagi. Kabut tipis masih menggantung di antara gedung-gedung futuristik yang berdiri megah. Langit biru pucat memantulkan siluet bangunan akademi yang menjulang jauh di depan. Puncaknya dihiasi logo bergambar katafrakt bersayap emas.

"Akademi Gargantia… tempat yang katanya mendidik para pilot katafrakt terbaik, meskipun aku tidak tahu apa itu katafrakt,"

Rika menggenggam tali tas selempangnya erat-erat. Suaranya pelan, tapi tegas.

"Dan tempat aku akan mulai semuanya dari awal."

Lorong yang Sunyi. Begitu melewati gerbang utama, suasana berubah.

Lorong pertama akademi dipenuhi siswa-siswi dari berbagai angkatan. Beberapa duduk di sofa holografik, beberapa mengobrol di dekat loker-loker canggih. Namun begitu Rika muncul, percakapan-percakapan itu... berhenti.

Satu demi satu kepala menoleh.

Beberapa membelalak.

Sebagian terdiam.

Yang lain saling berbisik.

"Itu… Rika?"

"Bukankah dia… sudah…"

"Dia berbeda… tapi wajah itu… itu dia, tidak salah lagi…"

"Lihat auranya… tekanan itu... masih sama…"

Rika merasakan tatapan-tatapan itu menusuk seperti jarum dingin. Tapi ia tidak paham apa yang membuat mereka terkejut.

"Apa mereka mengenalku…?"

"Kenapa... aku tidak ingat siapa pun dari mereka?"

Rika berhenti di sebuah persimpangan lorong. Tiga cabang di hadapannya, dan dia tidak yakin ke mana.

Di dekatnya, seorang siswi berambut pendek tampak sedang menyalin sesuatu di tablet belajarnya. Sendirian.

Rika melangkah mendekat.

"Maaf, aku ingin tanya… Kelas 2-F, arahnya ke mana?"

Siswi itu menoleh dan tubuhnya seketika menegang. Wajahnya pucat. Ia berdiri dengan gerakan kaku, seperti sedang berada di hadapan kepala sekolah.

"K-kelas 2-F… u-uh… lantai tiga, sayap timur… lorong ketiga… ruangan terakhir…" jawabnya tergagap, hampir tak bisa menatap mata Rika.

Rika hanya mengangguk sopan.

"Terima kasih banyak."

Namun, saat ia berjalan menjauh, suara hati kecilnya mulai berbicara.

"Kenapa dia takut padaku?"

"Apa yang pernah kulakukan… pada mereka?"

"Siapa sebenarnya aku?"

Tangga spiral menuju lantai tiga tampak megah. Di sepanjang dinding, dipajang hologram tokoh-tokoh unggulan akademi.

Satu hologram besar membuat langkah Rika terhenti.

Rika hanya bisa terpaku.

"Itu… aku?"

"Aku… Maiestas? Apa itu?"

Ia tidak merasa seperti itu sekarang. Yang ia tahu, ia hanya seorang gadis yang kehilangan segalanya… bahkan dirinya sendiri.

Lorong sayap timur tenang. Hanya suara sepatu di lantai logam yang terdengar, dan gemuruh samar aktivitas kelas-kelas lain.

Pintu di depannya bertuliskan. 2-F

Rika menatap angka itu sejenak. Ia menarik napas.

"Aku tidak tahu kenapa dunia ini mengenalku."

"Tapi kalau dunia ini ingin aku kembali… aku akan masuk, dan cari tahu siapa aku sebenarnya."

Tangannya menyentuh panel pintu.

Suara beep terdengar.

Pintu terbuka perlahan.

Kelas itu cukup luas. Meja-meja berjejer rapi, dinding penuh layar interaktif, dan langit-langit dipenuhi panel holografik yang menggambarkan medan langit digital. Beberapa murid langsung menoleh begitu Rika masuk.

Dan sesaat… ruangan itu membeku.

Seolah waktu berhenti.

Bisik-bisik langsung menghilang.

Mata mereka, satu per satu, terpaku padanya.

Di dekat pintu, seorang siswi baru saja berdiri hendak kembali ke tempat duduk. Rambut merah menyala, mata tajam penuh energi. Asuka Kagami, Gadis itu tertegun.

"Rika…?"

Ia nyaris berbisik. Tapi tatapannya penuh kontras, antara kaget, marah, dan… kecewa.

Namun keterkejutannya berubah menjadi ekspresi sulit dipercaya saat matanya mengamati keseluruhan sosok Rika.

Rika berjalan masuk pelan. Bahunya agak menunduk, wajahnya tenang tapi kosong, matanya tidak memancarkan ketegasan apa pun.

"Kenapa dia… terlihat seperti siswi baru yang belum pernah menyentuh medan tempur?"

"Itu bukan Rika Uenohara yang kukenal!"

Asuka menggeser bangkunya dengan suara keras, berdiri di tengah lorong kelas.

"Jangan bercanda, Rika! Kau benar-benar muncul di sini seperti... seperti orang baru yang tidak tahu apa-apa?!"

Semua murid terdiam.

"Setelah semua yang kau lakukan di medan pertempuran terakhir, setelah semua orang mempercayaimu, setelah… kami kehilangan begitu banyak karena keputusanmu…!"

Rika terdiam. Matanya membelalak. Tubuhnya mulai kaku.

"Keputusan...? Apa maksudnya? Aku..."

"Aku tidak tahu apa yang terjadi… aku bahkan tidak ingat."

Rika, suaranya bergetar. "A-aku… tidak mengerti…"

Asuka melangkah maju, matanya masih menyala penuh kemarahan.

"Tidak mengerti?! Kau...! Apa kau pikir bisa datang ke sini, pura-pura lemah, dan semua orang akan melupakan semuanya?!"

Beberapa murid mulai terlihat gelisah. Tapi tak ada yang bergerak. Kecuali satu orang.

Di dekat jendela, seorang siswi berambut halus mengepalkan tangan di bawah meja. Namanya Mila. Ia tampak ingin berdiri, ingin menghentikan Asuka, tapi tubuhnya bergetar.

"Aku harus… melindungi dia… tapi…"

Namun ia hanya menunduk. Keringat dingin mengalir. Ia membisu.

Rika melangkah mundur sedikit. Napasnya berat. Jantungnya berdetak keras. Ia tak tahu apa yang harus dikatakan. Tidak tahu apa yang harus ia bela.

"Kenapa semua orang ini... marah padaku?"

"Apa yang kulakukan… sebelum aku mati?"

Saat ketegangan di kelas mencapai puncak, suara langkah pelan terdengar dari pintu.

Fukari Gehenna masuk ke kelas. Rambut kuningnya tergerai, mata tajamnya menyapu ruangan hanya sekali dan langsung membaca semuanya.

"Seperti biasa, kau sungguh merepotkan sekali, Asuka."

"Hah?! Kau berani menatapku seperti itu?! Bangsawan rendah!"

Ia tidak menunggu reaksi.

Tanpa ekspresi, Fukari melangkah mendekati Rika. Ia memegang tangan Rika perlahan, dan membawanya masuk melewati kelas, tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Asuka.

Suasana kelas menjadi hening. Tak seorang pun berani menyela.

Saat Rika melewati Asuka, ia menoleh sedikit, wajahnya tetap tenang, namun matanya berkaca-kaca.

"…Maaf."

Asuka terdiam. "Rika meminta maaf?!"

Bibirnya terbuka sedikit, tapi tak ada kata yang keluar. Sorot matanya kehilangan amarahnya, digantikan oleh kebingungan. Ia menatap punggung Rika dan Fukari yang berjalan menjauh.

"...Apa yang dia katakan barusan?"

"Dia… bahkan tidak tahu kenapa aku marah."

Fukari dan Rika sampai di deretan bangku paling tengah. Ia menarik kursi, lalu menatap Rika sejenak.

"Duduk saja. Aku di sini."

Rika perlahan duduk. Tangannya gemetar kecil, tapi ia mencoba menyembunyikannya. Wajahnya menunduk.

Di sekelilingnya, kelas 2-F kembali hidup. Bisik-bisik mulai terdengar pelan. Tapi tidak ada yang mendekat.

Dan di benak Rika, hanya satu kalimat yang terus bergema.

"Apa yang telah aku lakukan di masa lalu…?"

Pelajaran sudah Mulai, semua siswa dan siswi mengikuti program pelajaran dari guru mereka masing-masing.

Class 2-F

Ruangan itu penuh dengan cahaya alami yang masuk melalui jendela tinggi di sisi kiri kelas. Dinding putihnya dihiasi dengan hologram peta taktis dan diagram struktur Katafrakt. Para siswa duduk rapi, seragam akademi mereka tampak rapi dan formal. Di depan, seorang pria muda berdiri dengan tangan menyilang, matanya tajam, penuh wibawa namun berwajah tenang.

Miwel Von Endemik.

Seorang mantan jenderal elit, kini menjadi pengajar di Akademi Gargantia. Rambut hitam pendeknya disisir rapi ke belakang, dan bola matanya yang hitam tampak menyoroti setiap siswa dengan ketelitian yang luar biasa. Banyak siswi diam-diam menaruh hati padanya, karisma militernya masih sangat terasa.

"Teknik mengendalikan Katafrakt bukan cuma soal kekuatan dan reaksi cepat," ucap Miwel, suaranya dalam dan tenang. "Tetapi juga soal kestabilan mental. Kontrol emosi yang buruk akan menghancurkan sinkronisasi antara pilot dan mesin."

Ia lalu menatap ke seluruh ruangan, sebelum melempar sebuah pertanyaan:

"Siapa yang bisa menjelaskan mengapa sistem pengunci senjata utama tidak boleh diaktifkan sebelum otorisasi penuh dari AI internal dilakukan?"

Tangan Asuka langsung terangkat.

Dengan nada lantang, ia menjawab.

"Karena jika dilakukan secara gegabah, bisa memicu kegagalan sistem atau bahkan... kesalahan fatal yang bisa mengorbankan nyawa pilot lain."

Tatapannya sejenak melirik ke arah Rika. Nada bicaranya tajam, penuh sindiran.

"...Seperti yang terjadi pada seseorang yang bahkan tak bisa menyelesaikan misinya!"

Suasana kelas menjadi sunyi. Beberapa siswa saling melirik, yang lain menunduk tak berani ikut campur.

Rika duduk di pojok, tubuhnya mengecil, matanya bingung. Dia tidak paham sindiran itu, tapi instingnya merasa dituduh. Ia menggenggam ujung roknya erat-erat, tidak tahu harus berkata apa.

Tiba-tiba kursinya digeser oleh suara lantang.

Fukari Gehenna, duduk tak jauh dari Rika, berdiri. Suaranya keras dan dingin.

"Kalau kau ingin pamer, lakukan di luar jam pelajaran. Atau mungkin bangsawan sepertimu hanya bisa berbicara saat merasa aman di dalam kelas?"

Asuka menyipitkan mata.

"Faktanya.. setidaknya aku tidak membuntuti seorang gadis bodoh hanya karena rasa kasihan atau mungkin karena takut posisimu juga terancam, Gehenna."

"Fakta? Fakta seperti bagaimana kau selalu gagal menembus tiga besar di simulasi akademi? Oh, aku lupa, kau ahli dalam kegagalan.. Sungguh menyedihkan sekali Dungusuka.."

"Kau—! Keluargaku adalah garis elit dari rumah Kagami! Kami dilatih sejak kecil untuk menjadi petarung sejati!"

"Latihan sejak kecil? Sayang, sepertinya semua latihan itu hanya membentuk egomu, bukan kemampuanmu. Kalau begini terus, mungkin kau lebih cocok jadi pengisi suara alarm darurat, berisik dan tidak berguna."

Asuka mengepal tangannya.

"Kau benar-benar ingin mati hari ini, ya?"

Fukari senyum sinis. "Kalau kemarahanmu bisa membunuh seseorang, mungkin katafraktmu tidak akan selemot itu di medan perang."

"Fukari! Mulutmu terlalu lancang!"

"Dan kau terlalu cepat terbakar. Sangat cocok untuk seseorang yang cuma bisa mengandalkan nama belakang."

Asuka membentak. "Mulutmu hanya bisa bicara, Fukari! Kalau kau memang hebat, buktikan di arena, bukan cuma dengan ejekan murahan!"

Fukari menyilang tangan, tenang sekali. "Buktikan? Aku tidak perlu membuktikan apa-apa pada seseorang yang bahkan tidak bisa berdiri tanpa membawa nama keluarganya. Tanpa ‘Kagami’, siapa kau? Sekedar orang bodoh berambut merah."

Asuka, nafasnya mulai berat. "Setidaknya aku tidak seperti kau... yang terus bersembunyi di balik Maiestas yang bahkan sepertinya sudah tak berguna!"

Fukari sorot matanya mulai tajam, suaranya pelan namun menusuk ketika terdengar. "Aku mungkin mengikuti Rika, tapi kau? Kau cuma sisa kebanggaan keluarga yang membusuk pelan-pelan... dan satu-satunya yang tidak menyadarinya hanyalah dirimu sendiri, sungguh kesihan."

Seisi kelas hening. Beberapa murid menunduk. Mila mencoba menahan suara nafas gugupnya.

Asuka giginya bergemeletuk, matanya berkaca-kaca tapi marah. "Kau... Kau—!!"

Asuka melangkah cepat ke arah Fukari, tangannya terangkat, niat menyerang. Tapi—

Miwel menghela napas panjang.

"Cukup," ucapnya. "Kalian berdua, Gehenna dan Kagami.. keluar!! kalian akan membersihkan semua toilet di sektor barat akademi hari ini. Kalau kalian lebih suka beradu ego daripada belajar, lakukan sambil sikat lantai."

Fukari dan Asuka tampak hendak membantah, tapi Miwel sudah menatap mereka tajam.

Aura seorang mantan jenderal tak bisa dilawan.

Dengan mendengus, keduanya berjalan keluar ruangan. Saat Fukari lewat di samping Rika, ia sempat mengedipkan mata, seolah berkata, "Tenang saja, aku tetap di pihakmu."

Rika masih membisu, tapi di dalam dirinya, satu hal makin jelas.

Dia tidak tahu siapa dirinya dulu,

Tapi entah mengapa... dunia ini tahu siapa dia.

Hari sudah menjelang siang ketika suara keributan dari arah toilet mengganggu ketenangan kelas 2-F. Suara tersebut segera diidentifikasi sebagai perdebatan antara Fukari dan Asuka, yang tidak jarang terjadi di antara mereka.

Rika, dengan kepribadiannya yang tenang dan penuh perhatian, mendekati mereka sambil membawa kantong plastik hitam berisi minuman dingin. Langkahnya yang tenang membawa kehangatan tersendiri di tengah ketegangan yang tercipta.

"Heii.. Fuka, apa yang terjadi?" tanya Rika dengan lembut saat mereka berhenti berdebat dan menoleh padanya.

Fukari tersenyum cerah melihat Rika mendekat, sementara Asuka, dengan ekspresi kesal, memilih untuk tidak menatapnya.

"Tentu saja, aku baik-baik saja, Rika. Ini hanya perdebatan biasa dengan si bodoh ini," jawab Fukari dengan nada riang, menunjuk Asuka.

"Haaaah, apa yang kamu katakan?!" Asuka memandang Fukari dengan tatapan tajam, menolak untuk menerima kata-katanya.

Fukari, tanpa kehilangan semangat, menyatakan rasa sukanya kepada Rika. "Aku begitu senang melihatmu, Rika."

Rika tersenyum kecil mendengarnya, tetapi dari matanya yang berkilauan terlihat bahwa ia merasa bersalah karena Fukari dan Asuka terlibat dalam masalah mereka.

Rika mengambil dua kaleng minuman dingin dari dalam kantong plastik hitam. "Fuka, mungkin ini bisa sedikit membantu," katanya dengan hangat, menawarkan minuman tersebut kepada Fukari.

"Rika, kau begitu perhatian.. Terima kasih," ucap Fukari dengan senyuman, menerima minuman dingin itu dengan rasa terharu. Dia merasa haus dan lelah setelah melakukan pekerjaan membersihkan toilet sepanjang pagi.

Fukari, yang penasaran dengan kebaikan hati Rika, bertanya dengan pandangan datar. "Rika, kenapa kamu memberi aku dua minuman ini?"

Rika menggelengkan kepala sambil tertawa pelan mendengarnya. "Aku merasa bersalah, Fuka. Aku tidak ingin merepotkanmu atau menyebabkan masalah bagi kamu."

Suasana toilet sedikit tegang, tetapi perkataan Rika memberikan sentuhan keharuan yang mendalam. Asuka dan Fukari terdiam mendengarnya, merespons dengan cara masing-masing terhadap perasaan Rika.

Fukari tiba-tiba menyodorkan kedua kaleng minuman dingin ke arah wajah Rika dengan cepat. "Rasakan itu!" teriaknya sambil tersenyum lebar dan sedikit terkekeh.

"Fuka!!" teriak Rika kaget saat minuman dingin itu mengenai wajahnya.

"As always! Kamu selalu bisa meluluhkan hatiku, Rika," kata Fukari dengan senyuman, menunjukkan kebahagiaannya.

Fukari tersenyum manis ke arah Rika, sementara Asuka merasa kesal, wajahnya memerah seolah cemburu dengan kedekatan mereka berdua.

"Hemph, sebagai keluarga bangsawan bawah, kau benar-benar sudah tidak waras," kata Asuka sambil menatap Fukari dengan ekspresi sinis.

Fukari hanya tersenyum mengejek dan mendekatkan sebuah minuman kaleng ke wajah Asuka dengan gerakan tiba-tiba, membuatnya terkejut.

"Apa yang kau lakukan, turis bodoh?!" seru Asuka, wajahnya memerah karena marah.

"Ambillah, Rika juga memberimu satu kaleng minuman," ucap Fukari dengan nada tajam.

Asuka melirik Rika dengan ekspresi ragu sebelum tiba-tiba menampik tangan Fukari, sehingga minuman itu terlempar ke lantai.

"Singkirkan itu dari hadapanku!" ketus Asuka dengan suara meninggi.

Rika terkejut melihat reaksi tajam Asuka, sedangkan Fukari naik pitam. Dia meraih kerah baju Asuka dan mendorongnya ke tembok dengan keras. "Asuka, kau benar-benar membuatku muak!"

Fukari mengeluarkan ancaman dengan suara rendah namun tajam. "Lu mau gelud ama gue, hah?!"

Asuka menyeringai sinis, tidak terlihat terpengaruh. "Kenapa, apakah kau tidak terima?"

"Aku akan memasukkan kaleng minuman ini ke dalam mulutmu yang bodoh, bukalah!" kata Fukari sambil menodongkan minuman miliknya ke bibir Asuka.

Asuka merespons dengan mencibir dan menolak dengan keras, "Cuihh!"

Fukari terkejut dan semakin marah. Tiba-tiba, Asuka menyuarakan tantangan dengan nada yang tajam, "Kenapa kau begitu percaya diri, dengan tenaga seperti anak kecil, mana bisa mengalahkan aku?"

Fukari menyadari ancaman di balik kata-kata Asuka dan melompat mundur menjaga jarak.

Di sudut yang sunyi di Gargantia Akademi, suasana tiba-tiba tegang. Fukari dan Asuka saling bertukar serangan dengan cepat di toilet perempuan, menciptakan atmosfer pertarungan yang intens.

Keduanya terus bertukar serangan, saling menghindari dan menyerang dengan kecepatan luar biasa. Tendangan tinggi dari Fukari mengenai dagu Asuka, membuatnya terjatuh sebentar sebelum bangkit kembali dengan kekuatan yang tak terduga, menghempaskan Fukari ke lantai.

Asuka dengan cepat mengunci lengan Fukari di belakang punggungnya, membuat Fukari tidak berdaya. "Tidak mungkin, si bodoh ini—.." Fukari terdiam saat merasa tertahan.

Asuka tertawa kejam sambil mendekati telinga Fukari dengan suara mengejek, "Kau pikir bisa mempermainkan aku?!"

Tiba-tiba, Rika bergegas menghentikan Asuka, menarik tangan Asuka dari Fukari dengan lembut namun tegas. "Asuka, berhentilah!"

"Asuka, kumohon hentikan.. Kau bisa mematahkan tangan Fuka!" ucap Rika dengan nada tegas.

"Hah, aku tidak peduli.. aku akan menghancurkan temanmu Rika!" Asuka tersenyum sinis.

Rika mencoba menengahi situasi dengan berbicara kepada Asuka, "Asuka, jangan teruskan ini."

Asuka memandang tajam Rika sebelum akhirnya menurut.

Dari arah luar, seorang pengajar mendekati sumber suara teriakan itu. Itu adalah Professor Miwel Van Endemik!

Guru itu merasa firasat yang tidak enak dan mendapati mereka bertiga sedang bertarung di toilet perempuan. Akhirnya, kejadian tersebut dihentikan oleh Miwel Van Endemik dan mereka dibawa ke ruangan khusus di hadapan kepala Akademi.

Di sana, Asuka, Fukari, dan Rika berdiri di hadapan meja kepala Akademi. Dari kedua sisi ruangan, semua guru memperhatikan mereka bertiga seperti dalam sidang.

Seorang pengajar berpenampilan mewah dan elegan, perempuan bangsawan atas, memasuki ruangan. Dia mengambil cawan mewah berisi wiski dan duduk di samping Professor Miwel Van Endemik.

"Miwel Sensei, apakah mereka benar-benar melakukan itu di toilet?" tanya perempuan dewasa itu.

"Benar, aku akan menjadi saksi dan mereka adalah tanggung jawabku, Mona Sensei," jawab Miwel.

Setelah mendengarkan Miwel, Mona Violet melipat kakinya dan berpose angkuh. "Heii bocah.. apakah kalian tidak memiliki rasa malu?"

Asuka, Fukari, dan Rika hanya bisa terdiam membisu.

"Apakah kalian tahu rasanya wiski itu seperti apa?"

"Mona, sebaiknya kau tidak minum terlalu banyak," nasihat Miwel.

"Ohh, kau begitu perhatian. Tapi wiski adalah teman terbaikku," jawab Mona.

"Sensei, minuman itu tidak baik lho," tiba-tiba Rika menyahut. Fukari terkejut mendengar Rika menyahut.

Perempuan itu tersenyum kepada Rika, sesaat tersenyum kepada Asuka.

Asuka mengetahui apa yang akan terjadi, senyuman perempuan itu seperti tanda untuk memberikan Asuka kesempatan untuk menjadi seorang Maiestas.

"Rika kemarilah," ucap pengajar itu.

Rika pun menghampirinya dengan wajahnya yang tenang. Sampai disana perempuan pengajar itu memberikan sebuah surat kepada Rika.

"Apakah ini surat untukku?" tanya Rika.

"Itu adalah Surat perizinan Katafrakt, sudah ditanda tangani oleh Kepala Akademi."

Setelah melihat sampul surat itu, nampaknya Miwel terkejut. "Tidak mungkin! kau ingin melihat murid kesayangan kita bertarung, mona?! kau bisa menjelaskannya kepadaku!"

"Tidak ada yang perlu dijelaskan, perbuatan mereka saat ditoilet harus ditutupi oleh pertarungan Katafrakt," jawab pengajar itu, seketika dia berpaling kearah Rika. "Asuka akan menemanimu di pertandingan, Fukari kondisimu sepertinya parah, kau harus segera diobati oleh Dokter Vermilion."

"Tapi—..." Fukari protes namun disela oleh pembicaraan pengajar itu.

"Rika, Katafrakt milikmu bukankah sudah diperbaiki?"

Katafrakt?

Apa itu?

Rika benar-benar tidak memahami pembicaraan itu.

Besoknya...

Di tengah langit cerah dan udara pagi yang segar, lonceng besar di Akademi Gargantia berdentang, menandai dimulainya hari baru. Para murid berkerumun di halaman, tertawa dan bercanda, siap memulai pelajaran mereka. Namun, suasana mendadak berubah ketika pengeras suara di seluruh akademi mulai berderak, menarik perhatian setiap orang.

"Perhatian, seluruh murid Akademi Gargantia," suara tegas namun tenang milik Mona, pengajar senior, menggema dari pengeras suara. Para murid berhenti berbicara, fokus sepenuhnya pada pengumuman yang tidak biasa ini.

"Saya Mona, memiliki pengumuman penting yang harus kalian semua dengar dengan saksama. Hari ini, akan dilaksanakan sebuah pertarungan Katafrakt yang sangat istimewa. Pertarungan ini antara Rika dan Asuka, dua pilot Katafrakt terbaik di akademi kita," kata Mona, suaranya menggema di seluruh Akademi.

Murid-murid mulai berbisik-bisik penuh antusias. Rika dan Asuka adalah nama besar di Akademi karena mereka salah satu murid yang sangat berprestasi, dikenal karena keterampilan luar biasa mereka dalam mengendalikan Katafrakt. Namun, yang membuat pengumuman ini lebih menarik adalah fakta bahwa ini adalah pertarungan hukuman tingkat A, sebuah kategori rahasia yang jarang sekali diperlihatkan kepada publik.

"Mengapa mereka bertarung? Karena mereka melanggar kode etik Akademi dengan cara yang sangat serius. Hukuman tingkat A ini diberikan hanya untuk pelanggaran berat dan rahasia. Maka dari itu, semua murid diwajibkan untuk menonton dan belajar dari pertarungan ini," lanjut Mona, memberikan tekanan pada kata-kata terakhirnya.

Pengumuman itu ditutup dengan suara klik, meninggalkan murid-murid dalam kegelisahan dan kegembiraan yang bercampur aduk. Mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi antara Rika dan Asuka, serta bagaimana pertarungan itu akan berlangsung. Arena utama mulai terasa semakin mendebarkan dengan setiap menit yang berlalu, penuh dengan spekulasi dan harapan.

Saat waktu semakin mendekati pukul 15.00, semua murid berkumpul di arena, mereka siap menyaksikan pertarungan yang akan tercatat dalam sejarah Akademi Gargantia. Ini bukan hanya pertarungan biasa, melainkan sebuah pelajaran penting yang akan mengingatkan mereka tentang batasan-batasan dan tanggung jawab sebagai seorang pilot Katafrakt.

Pertarungan itu disebut sebagai Judgement Duel.

Di tribun utama, murid-murid sudah memenuhi tempat duduk, sorak-sorai mereka berubah menjadi desas-desus penuh antisipasi. Arena besar itu berada tepat di sebuah lapangan yang tidak jauh dari Akademi, menciptakan suasana yang mendebarkan. Para murid berkumpul, menunggu dengan cemas saat layar besar di arena mulai menampilkan hitung mundur.

Di ruang persiapan, Rika dan Asuka bersiap-siap dalam keheningan yang tegang. Keduanya mengenakan seragam akademi mereka, dilengkapi dengan teknologi canggih seperti Gear-Driver Watch masing-masing.

Mereka merenungkan tindakan mereka yang membawa mereka ke titik ini, sementara tim teknisi di hangar sibuk memastikan Katafrakt mereka dalam kondisi prima.

Di sudut lain arena, Sensei Mona berdiri di platform kontrol, mengamati dengan cermat. Ia tahu pertarungan ini tidak hanya menjadi hukuman bagi Rika dan Asuka, tetapi juga sebuah pelajaran bagi seluruh murid tentang disiplin dan tanggung jawab.

Ketegangan di udara semakin terasa saat hitungan mundur mencapai nol. Bunyi dentuman keras mengumumkan dimulainya pertarungan.

- Terima kasih sudah membaca Novel ini -

@Setsuna Ernesta Kagami

Episodes
1 Rika Uenohara (Arc 1: Siapa Aku Sebenarnya)
2 Seorang Teman Selalu Bersama
3 Janji Pertemanan
4 Sebuah Masalah Akademi
5 Aegis Imitation VS Iron-Horphastor Red
6 Kebenaran Asuka
7 Pemimpin Kelas 2-A
8 Mereka Sekarang Bersama
9 Perang Di Perbatasan Wilayah
10 Keresahan Fukari Terhadap Rika
11 Mereka Adalah Generasi Ke 2
12 Aku Adalah Dirimu
13 Masalah Keluarga Akagami
14 Dorongan Hati Yang Kuat.
15 Hari Baru Di Akademi
16 Pemimpin Komite Keamanan
17 Berkumpulnya Gadis-Gadis Katafrakt
18 Bagaimanapun, Aku Adalah Temanmu
19 Gargantia Grand Prix (Arc 2: Katafraktus Sentra)
20 Aku Adalah Maiestas
21 Empat Perempuan Berprestasi
22 Pergerakan Alexandrite
23 Kediaman Silvervelt
24 Investigasi Wilayah Elysia
25 Maiestas Dan Suffer Bersama
26 Aku Benar-Benar Merindukanmu
27 Maiestas Berlatih
28 Apakah Dia Seorang Musuh?
29 Alexandrite Yang Tak Bisa Ditebak
30 Serangan Menuju Gedung Parlemen
31 Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 1)
32 Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 2)
33 Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 3)
34 Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 4)
35 Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 5)
36 Hari Gargantia Grand Prix
37 Elesis Traphos VS Iron-Breaker Altrapsis
38 Serangan Terakhir Elesis-Traphos
39 Ketegangan Sebelum Pertandingan
40 Sang Penjaga Langit, Saturnus Orphus!
41 Mengungkap Rencana Eliot
42 Invasion Arnoida
43 Pelarian Di Bawah Serangan: Pertempuran Udara!
44 Keahlian Fukari Gehenna
45 Asuka Kagami
46 Bala Bantuan Pengkhianat
47 Saturnus Orphus VS Nuberious Strators
48 Mereka Terjatuh
49 Mantan General, Katafrakt Nexus
50 Kembalinya Katafrakt Legendaris Azure-Zero Orphus
51 Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 1)
52 Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 2)
53 Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 3)
54 Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 4)
55 Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 5)
56 Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 6)
57 Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 7)
58 Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 8)
59 Liberators Gigan Armour Breaker, Siap berperang!!
60 Aegis Imitation Orphus VS Liberators Gigan Armour Breaker
61 Pertempuran Di Lautan
62 Fukari Beraksi, Liberators Tidak Akan Kalah!!
63 Perjuangan Fukari Untuk Rika
64 Kekalahan Kesatria Langit
65 Pengkhianatan Didalam Pertempuran Katafrakt
66 Info update
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Rika Uenohara (Arc 1: Siapa Aku Sebenarnya)
2
Seorang Teman Selalu Bersama
3
Janji Pertemanan
4
Sebuah Masalah Akademi
5
Aegis Imitation VS Iron-Horphastor Red
6
Kebenaran Asuka
7
Pemimpin Kelas 2-A
8
Mereka Sekarang Bersama
9
Perang Di Perbatasan Wilayah
10
Keresahan Fukari Terhadap Rika
11
Mereka Adalah Generasi Ke 2
12
Aku Adalah Dirimu
13
Masalah Keluarga Akagami
14
Dorongan Hati Yang Kuat.
15
Hari Baru Di Akademi
16
Pemimpin Komite Keamanan
17
Berkumpulnya Gadis-Gadis Katafrakt
18
Bagaimanapun, Aku Adalah Temanmu
19
Gargantia Grand Prix (Arc 2: Katafraktus Sentra)
20
Aku Adalah Maiestas
21
Empat Perempuan Berprestasi
22
Pergerakan Alexandrite
23
Kediaman Silvervelt
24
Investigasi Wilayah Elysia
25
Maiestas Dan Suffer Bersama
26
Aku Benar-Benar Merindukanmu
27
Maiestas Berlatih
28
Apakah Dia Seorang Musuh?
29
Alexandrite Yang Tak Bisa Ditebak
30
Serangan Menuju Gedung Parlemen
31
Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 1)
32
Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 2)
33
Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 3)
34
Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 4)
35
Persiapan Gargantia Grand Prix (Part 5)
36
Hari Gargantia Grand Prix
37
Elesis Traphos VS Iron-Breaker Altrapsis
38
Serangan Terakhir Elesis-Traphos
39
Ketegangan Sebelum Pertandingan
40
Sang Penjaga Langit, Saturnus Orphus!
41
Mengungkap Rencana Eliot
42
Invasion Arnoida
43
Pelarian Di Bawah Serangan: Pertempuran Udara!
44
Keahlian Fukari Gehenna
45
Asuka Kagami
46
Bala Bantuan Pengkhianat
47
Saturnus Orphus VS Nuberious Strators
48
Mereka Terjatuh
49
Mantan General, Katafrakt Nexus
50
Kembalinya Katafrakt Legendaris Azure-Zero Orphus
51
Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 1)
52
Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 2)
53
Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 3)
54
Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 4)
55
Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 5)
56
Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 6)
57
Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 7)
58
Azure Zero & Iron-Horphastor Red VS Aegis Imitation (Part 8)
59
Liberators Gigan Armour Breaker, Siap berperang!!
60
Aegis Imitation Orphus VS Liberators Gigan Armour Breaker
61
Pertempuran Di Lautan
62
Fukari Beraksi, Liberators Tidak Akan Kalah!!
63
Perjuangan Fukari Untuk Rika
64
Kekalahan Kesatria Langit
65
Pengkhianatan Didalam Pertempuran Katafrakt
66
Info update

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!