Bab 2. Janji Liburan Bersama Alma

...♠︎♤Ada Cinta Di Tanah Mataram♤♠︎...

Gentari mengipasi wajah dengan note book mininya sambil menyedot es teh manis yang begitu segar. Ia sedang berada di kantin karyawan karena sudah waktunya untuk break selama satu jam. Seorang gadis datang dengan nampan di tangan nya lalu duduk di depan Gentari.

"Nih, bakso urat mercon level 4. Awas aja ya lo ntar ngeluh sakit perut waktu lagi incas" omel Alma kepada rekan satu kost'an nya itu.

Gentari menampilkan cengirannya, "Iya, iyaa.. Lagian 'kan ngga setiap hari juga nih gue makan bakso pedes" di tuangkannya kecap manis ke dalam mangkuk baksonya lalu menyeruput kuah yang masih mengepul itu. "Wah seger banget kuahnya Ma" Alma hanya mengangguk sambil menyuapkan bakso kedalam mulutnya.

Setelah makanan mereka habis, mereka dengan sigap membersihkan meja nya sendiri lalu menumpuk mangkuk mereka ke tengah meja.

"Tuh 'kan dibilangin juga apa, merah-merah noh muka Lo" Alma tertawa melihat wajah memerah dari Gentari, membuat empunya yang sedang sibuk dengan tisu mengendus sebal.

"Oh iya Gen, by the way yang waktu itu lo bilang, jadi tanda tangan nya besok?" bisik Alma dengan mencondongkan tubuhnya.

Gentari mengangguk, "Jadi kok, memangnya kenapa?"

"Gue mau ngajakin lo jalan-jalan sebagai perayaan. Gimana menurut lo?"

"Eum memang mau ngajakin kemana dulu nih?"

Alma membuka ponsel lalu mengetikan sesuatu. "Gue pengen ke sini nih Candi Plaosan, lo udah pernah denger tentang kisah cinta beda agama nusantara ini 'kan?"

"Iya pernah, gue pernah belajar sejarahnya kalo lo lupa. 'Kan kita dari SMP sampe sekarang bareng terus, dasar!"

Alma terbahak mendengarnya. "Gue lupa kalo kita se-bestie itu"

Gentari menutup mulutnya seakan-akan dia mual. "Tapi itu jauh Ma, kita libur cuma sehari"

"Tenang aja Gen, kita berdua nih shift pagi terus 'kan selama beberapa weekend ini. Nah terus... Malem nya ini abis kita pulang kerja, kita siapin tuh barang-barang yang perlu di bawa. Baru besok nya abis pulang kerja langsung aja siap-siap terus berangkat langsung naik bis atau ngga kereta, gimana bagus 'kan ide gue?"

Gentari nampak menimang-nimang keputusan yang akan ia ambil, setelah beberapa menit ia mengangguk setuju. "Oke deh, gue setuju!"

"Sip, seneng banget gue akhirnya ke tempat itu" Alma berdiri lalu meloncat-loncat bahagia, membuat Gentari menutup wajahnya dengan kedua tangan, malu.

"Stop Ma, semua orang ngeliatin ke arah kita tuh gila lo!"

"Hehe mianhae eonnie"

Gentari berdecak melihat wajah sok imut dari sahabatnya itu. "Memang kenapa lo pengen bangen kesana Ma?"

"Lo lupa kalo Papa gue keturunan orang Klaten, ya walaupun Kakek Nenek udah meninggal sih. Tapi gue pengen nostalgia dulu waktu kecil sering banget kalau lagi libur kesitu, jadi kangen deh"

Reflek Gentari menepuk bahu Alma untuk menguatkan sahabatnya itu. "Banyakin doa buat Kakek Nenek lo, semoga tenang disana ya"

Alma tersenyum sendu, "Thanks bestie, lo bener-bener ngertiin gue banget. Jadi kapan-kapan juga lo harus bawa gue ke kampung halaman lo juga, gue pengen banget ke Ubud sumpah!"

Gentari mengendus, "Lo mah, yang wacana ini aja belum terlaksana. Udah buat wacana lain lagi, kalo urusan itu mah gampang ntar kalo dah gajian deh ya bisa lah" kedua gadis itu ber-tos ria lalu terkekeh.

"Oh iya Ma, besok malem gue ada janji sama Vino"

"Mau kemana?"

Gadis itu mengedikan bahunya, "Ngajakin nya mau ke alun-alun, kebetulan 'kan besok dia libur"

Alma berdecak, ia tidak suka dengan gelagat pacar dari sahabatnya itu. Ia pernah melihat kedekatan Vino dengan junior mereka yang bernama Dimsya, tetapi ia ingin mengumpulkan bukti kuat terlebih dahulu sebelum menceritakan kepada Gentari. Karena ia takut jika Gentari tidak percaya padanya dan parahnya jika persahabatan nya nanti akan terancam gara-gara suatu kesalahpahaman.

"Ngga modal banget ke alun-alun, tuh dari jendela gede dari room aja keliatan tempatnya. Emang ngga ada tempat lain apa?" hanya itu yang bisa Alma gerutukan.

Gentari terkekeh, "Yaudah sih biarin aja, yang penting bisa berduaan hihi, lagian ya.. Gue ngerasa akhir-akhir ini jauh dari dia padahal satu tempat kerja, ya lo tau 'kan jadwal kita bagaikan langit dan bumi. Kek misal hari ini aja dia kebagian shift malem abis tu besok nya libur, sedangkan gue liburnya baru lusa. Ah pengen req ke pak Spv tapi males" ia menghela napasnya gusar.

"Ntar ada saat nya lo buat jadwal sendiri bantuin pak Spv Gen, tenang aja" Alma menggoda sahabatnya yang di tanggapin anggukan lemas dari empunya.

"Gue mau ke toilet dulu deh, mau ikut ga lo Ma?"

Alma melirik jam tangan yang bertengger di pergelangan tangan kirinya. "Yaudah yuk, sepuluh menit lagi kita masuk!"

...♠︎♠︎....♠︎♠︎...

Gentari tidak berekspektasi bahwa sore harinya kota Surabaya akan di guyur hujan, alhasil ia beserta Alma pulang dalam keadaan basah kuyup karena mereka tidak membawa payung. Walaupun mereka satu kost'an akan tetapi kamar mereka berbeda, tetapi tetap bersebelahan agar kalau ada hal yang mendadak tidak akan terlalu merepotkan harus berjalan jauh.

Gadis itu duduk di kursi belajarnya dengan tangan yang sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk, setelah setengah kering baru ia menyalakan hairdryer agar rambutnya cepat kering. Ia tidak ingin tambah kedinginan, suara seperti siulan yang berasal dari teko listrik menggema di kamarnya. Lantas ia dengan cekatan meracik coklat hangat untuk memuaskan dahaganya, yah setidaknya ia merasakan hangat walau hanya sebentar saja.

Ia kembali duduk dengan tenang setelah menaruh cangkir porselen di atas meja belajar, laptop kesayangan nya ia buka untuk mengerjakan tugas yang sudah di kejar deadline harus ia kerjakan. Walaupun sudah bekerja, tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bercita-cita. Gadis itu merupakan seorang mahasiswi semester 2 jurusan Sastra Indonesia. Ia ingin dan berharap kehidupannya berjalan seperti sajak-sajak indah yang menggetarkan jiwa, yah realita tidak selalu seindah ekspektasi. Buktinya masalah tidak akan berhenti untuk datang, selama kita hidup pasti berbagai macam masalah akan silih berganti. Namun ia bersyukur, ia masih di beri kesehatan serta di beri pekerjaan yang ia sukai.

Gentari juga menulis beberapa karya novel miliknya di sela-sela bekerja dan nugas, bisa di bayangkan se-ruwet apa otak nya_apalagi kalau jadwal update dan tugas dari dosen berbarengan.

Oh iya sepertinya sebelumnya ia belum memperkenalkan diri.

Namanya Gentari Padma Danastri, arti namanya 'Perempuan mulia secantik teratai merah'. Sampai saat ini ia masih mengulik makna yang pas untuk namanya, entahlah yang terpenting arti namanya begitu indah, itu sudah lebih dari cukup baginya. Lahir di antara 2 kebudayaan yang berbeda, membuatnya terkadang bingung dengan bahasa yang kagok ia ucapkan. Logatnya seperti gadis Bali pada umumnya, bahasa sehari-harinya bahasa nasional 'Indonesia' dan bahasa daerah yang lumayan ia pahami adalah bahasa Jawa, Jawa halus ia paham namun terkadang juga sulit melafalkannya dengan logat khasnya.

Kedua orang tuanya tinggal di Jakarta semenjak menikah, Papa nya pernah bilang... Jika waktu itu beliau masih seorang pujangga, beliau sudah menjadi dosen muda di sebuah fakultas elit di Ibukota. Beliau bertemu Mama nya disaat sedang memantau KKN mahasiswa/i di Ubud, Papa nya disaat itu bertandang ke rumah Kepala Desa untuk meminta izin serta restu untuk anak-anak didiknya. Hingga di waktu menjelang petang, beliau melihat gadis cantik dengan paras ayu nan elok_sedang berjalan ke arah pura hendak sembahyang. Beliau mengamati dari teras rumah menunggu hingga gadis itu selesai, ternyata oh ternyata. Gadis ayu itu merupakan anak tengah dari Pak Kepala Desa tersebut, membuncah sudah perasaan nya. Niat hati meminta restu untuk anak-anak didiknya, seminggu kemudian meminta restu untuk izin mendekati anaknya. Dasar lelaki!

Gentari terkekeh lalu menepuk keningnya sendiri setelah merutuki cerita dari Papa nya kala itu, disaat sedang bercerita_Mama nya hanya menimpali dengan malu-malu. Ah ia jadi sangsi, kenapa sifat kalem Mama nya tidak menurun ke dirinya? Seperti anak sulung pada umumnya, ia berani bertaruh jika 80 persen dirinya menuruni sifat dari Papa nya.

"Huh kangen rumah"

Sontak ia menyambar ponsel untuk memberi pesan kepada Mamanya, ia akan mengirim pesan berupa cerita keseharian nya. Ia bukan tipe yang suka ber-telpon ria kapan saja, jadilah rangkaian kalimat itu ia kirimkan kepada Kanjeng Mama nya.

Atensinya kembali pada layar laptopnya, mengganti ke aplikasi pencarian_ia ingin membaca ulang sejarah Mataram Kuno yang menghasilkan banyak candi pada masanya. Seperti Raja dari Dinasti Syailendra yang membangun candi Borobudur bagi umat beragama Buddha Mahayana, juga Dinasti Sanjaya yang membangun candi Prambanan untuk umat beragama Hindu-Siwa. Oh iya, jangan lupakan tentang candi Plaosan yang akan ia kunjungi bersama Alma lusa. Candi tersebut merupakan hadiah dari Sri Maharaja Rakai Pikatan kepada prameswarinya Maharani Pramodawardhani sebagai ungkapan cinta kasihnya.

Gentari menutup mulutnya terkagum-kagum melihat tulisan-tulisan yang tertera. "Gue pengen di cinta se-gitu dalamnya sampe-sampe candi-pun di kasih, eh tapi lebih bagus istana sih" ia terkikik geli dengan kata-katanya sendiri.

Seketika angin dingin datang meresap kedalam kalbunya. Ia ingat kalau sudah menutup jendela rapat-rapat, Air Conditioner juga tidak ia nyalakan. Lantas kenapa tubuhnya bersa kedinginan?

Dengan segera ia membereskan meja belajarnya serta meneguk habis coklat yang sudah menjadi dingin itu, lantas beranjak menuju ranjang dan menutup diri dengan selimut hangatnya sebatas leher. Disaat mulai terpejam telinga kanan nya berasa berdengung dengan telinga kiri seperti tertiup angin, sontak ia membuka manik matanya. Di teguknya saliva kasar dengan pandangan menyapu kamarnya, ia kembali menghela napas lalu matanya kembali terpejam. Ia jadi sangsi karena kehidupan keluarganya tidak lepas dari hal magis yang mengisi kesehariannya, namun tidak juga disaat sedang sendiri seperti ini para mahluk itu bisa mengganggunya! Pikirnya. Ia merapalkan doa-doa dalam hatinya, berharap ia bisa tenang dan tidak larut dalam ketakutan.

"Nimas!"

Sialan, sepertinya Gentari sudah mulai gila dengan hal-hal aneh yan selalu saja datang kepadanya.

...♠︎♠︎◇♠︎♠︎...

Terpopuler

Comments

Nanashlee

Nanashlee

Lanjut!!, jangan lupa up lagi ya!! kalo udh nambah 5 bab lagi saya akan mampir lagi!! see you!

2024-06-25

2

lihat semua
Episodes
1 Prolog 0. Darah Tanah Leluhur
2 Bab 1. Keresahan Gentari
3 Bab 2. Janji Liburan Bersama Alma
4 Bab 3. Bisikan yang Selalu Hadir
5 Bab 4. Apakah Dia Orang yang Sama?
6 Bab 5. Liburan Bersama Alma
7 Bab 6. Waktunya Sahabat
8 Bab 7. Candi Plaosan dan Panggilan Takdir
9 Bab 8. Pasraman dan Kitab Misterius
10 Bab 9. Luka dan Pelajaran Pertama
11 Bab 10. Bayangan Masalalu dan Rasa yang Asing
12 Bab 11. Rakai dan Ketegasan yang Menyejukkan
13 Bab 12. Perintah Resi Mahabala
14 Bab 13. Gadis Beraroma Mawar
15 Bab 14. Dara Sakit dan Padma
16 Bab 15. Latihan dan Goresan di Tangan
17 Bab 16. Kemarahan Rakai
18 Bab 17. Sebutir Ingatan dalam Nyeri
19 Bab 18. Bisikan Angin dan Jejak Tak Terlihat
20 Bab 19. Cahaya di Balik Kelam
21 Bab 20. Misi Dalam Hening
22 Bab 21. Senandung yang Tak Pernah Selesai
23 Bab 22. Malam yang Berbicara Pelan
24 Bab 23. Napas Dalam Senyap
25 Bab 24. Anak Panah yang Melayang, dan Tatapan yang Diam
26 Bab 25. Jejak Tanpa Nama
27 Bab 26. Gerbang Awal Mata Batin Gentari
28 Bab 27. Cahaya dalam Ingatan yang Redup
29 Bab 28. Bayang-Bayang dalam Diri dan Takdir yang Menyala
30 Bab 29. Dua Bayangan, Satu Takdir
31 Bab 30. Ketika Jiwa Diuji, Keteguhan Ditempa
32 Bab 31. Hilangnya Sang Putri: Gaung yang Mengguncang Negeri
33 Bab 32. Suara Hati Di Bawah Langit Biru
34 Bab 33. Jalan yang Telah Di Pilih
35 Bab 34. Tanah yang Mengingat Namaku
36 Bab 35. Bayangan Takhta dan Suara Rumah Lama
37 Bab 36. Sorot Mata dari Balairung Timur
38 Bab 37. Wajah dari Masa Lalu
39 Bab 38. Sambutan di Istana Syailendra
40 Bab 39. Jejak Bayang di Balik Mahkota
41 Bab 40. Surat dari Selatan, Kabut dari Utara
Episodes

Updated 41 Episodes

1
Prolog 0. Darah Tanah Leluhur
2
Bab 1. Keresahan Gentari
3
Bab 2. Janji Liburan Bersama Alma
4
Bab 3. Bisikan yang Selalu Hadir
5
Bab 4. Apakah Dia Orang yang Sama?
6
Bab 5. Liburan Bersama Alma
7
Bab 6. Waktunya Sahabat
8
Bab 7. Candi Plaosan dan Panggilan Takdir
9
Bab 8. Pasraman dan Kitab Misterius
10
Bab 9. Luka dan Pelajaran Pertama
11
Bab 10. Bayangan Masalalu dan Rasa yang Asing
12
Bab 11. Rakai dan Ketegasan yang Menyejukkan
13
Bab 12. Perintah Resi Mahabala
14
Bab 13. Gadis Beraroma Mawar
15
Bab 14. Dara Sakit dan Padma
16
Bab 15. Latihan dan Goresan di Tangan
17
Bab 16. Kemarahan Rakai
18
Bab 17. Sebutir Ingatan dalam Nyeri
19
Bab 18. Bisikan Angin dan Jejak Tak Terlihat
20
Bab 19. Cahaya di Balik Kelam
21
Bab 20. Misi Dalam Hening
22
Bab 21. Senandung yang Tak Pernah Selesai
23
Bab 22. Malam yang Berbicara Pelan
24
Bab 23. Napas Dalam Senyap
25
Bab 24. Anak Panah yang Melayang, dan Tatapan yang Diam
26
Bab 25. Jejak Tanpa Nama
27
Bab 26. Gerbang Awal Mata Batin Gentari
28
Bab 27. Cahaya dalam Ingatan yang Redup
29
Bab 28. Bayang-Bayang dalam Diri dan Takdir yang Menyala
30
Bab 29. Dua Bayangan, Satu Takdir
31
Bab 30. Ketika Jiwa Diuji, Keteguhan Ditempa
32
Bab 31. Hilangnya Sang Putri: Gaung yang Mengguncang Negeri
33
Bab 32. Suara Hati Di Bawah Langit Biru
34
Bab 33. Jalan yang Telah Di Pilih
35
Bab 34. Tanah yang Mengingat Namaku
36
Bab 35. Bayangan Takhta dan Suara Rumah Lama
37
Bab 36. Sorot Mata dari Balairung Timur
38
Bab 37. Wajah dari Masa Lalu
39
Bab 38. Sambutan di Istana Syailendra
40
Bab 39. Jejak Bayang di Balik Mahkota
41
Bab 40. Surat dari Selatan, Kabut dari Utara

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!