MOHON KEBIJAKANNYA DALAM MEMBACA, CERITA INI CUKUP MENGURAS EMOSI SEBAGIAN PEMBACA!😊
Ckitttt...
Sebuah mobil berhenti tepat di depan rumah sederhana milik seseorang. Dan mobil tersebut yang tak lain adalah milik Dimas.
"Pak, terima kasih ya. Padahal gak usah repot-repot loh, apa bapak emang demen ya ama saya??" Celetuk Laura dengan percaya diri.
Dimas pun hanya memutar bola mata malas ketika mendengar ucapan Laura. Kalau bukan muridnya, dia enggan mengantarkan Laura sampai ke depan rumahnya.
"Kalau kau tidak sakit, saya enggan memberikan kamu tumpangan gratis."
"Ck!" Laura berdecak kesal, entah harus bagaimana lagi caranya agar dosen tampan ini bisa jatuh ke pelukannya.
Dan ya, seseorang yang tadi menepuk pundak Laura saat akan berjalan pulang, ialah Dimas. Dimas tidak sengaja berpapasan dengan Laura saat hendak pulang.
"Sana turun, saya juga harus pulang!" Memberi kode untuk segera turun.
"Ih bapak jutek amat sih, bapak tuh ganteng, gagah dan hot banget. Tapi sayangnya muka bapak dingin macam kulkas 12 pintu!" Serunya.
Tiba-tiba Dimas merasa pipinya sedikit panas karena di puji oleh Laura, meskipun kata-kata terkahir memang sedikit menyebalkan, namun faktanya Dimas senang mendengar pujian barusan.
"Ekhem. Harusnya kau ke rumah sakit saja kalau memang sedang sakit, ngapain malah pulang! Takutnya penyakitmu mematikan!" Ucap Dimas dengan santai.
Laura langsung mendelikkan matanya, dia gak habis fikir dengan ucapan si dosen dingin ini, malah dia ingin menarik kata-katanya tad saat memuji sang dosen tersebut. "Yakkkk!! Apa bapak tidak tahu penyakit bulanan wanita?!" Nada tinggi.
"Hm..? Apa maksudmu?" Menatap lekat pada Laura.
"Haish.. M-maksud saya. Saya sedang nyeri datang bulan, bukan sakit parah yang mematikan." "Dasar dosen sialan, nyesel aku tadi memujinya. Enteng sekali mulutnya itu. Ingin sekali aku menggigit bibirnya ini." Gerutunya kesal.
"Ah, begitu. Kalau begitu, sana keluar! Saya sibuk." Pandangan menatap ke depan.
"Iya-iya. Dasar dosen cerewet." Jawabnya kesal.
"Apa kau bilang?!" Seru Dimas.
Laura mencoba membuka sabuk pengaman tersebut, namun entah kenapa tiba-tiba sangat susah sekali untuk di buka. "Hiiih, kenapa gak bisa kebuka sih!" Gumamnya pelan.
"Ck, bisa gak ?" Ucap Dimas.
"Ihhh bapak, bantuin dong. Kenapa ngomong terus dari tadi, susah nih!" Pekiknya.
Dimas mendekat perlahan ke arah Laura, dia mencoba membuka sabuk pengaman yang sedari tadi Laura susah buka.
Jarak mereka saat ini cukup dekat. Hembusan nafas mereka saling bertemu. Dan entah fikiran apa yang melintas di kepala Dimas, matanya tiba-tiba tertuju pada benda bulatan kenyal yang cukup berisi, benda tersebut entah kenapa menjadi pusat perhatian baginya.
Glekk..
Dimas menelan ludaahnya dengan susah payah, dia pun langsung menggeleng agar cepat sadar dan matanya tidak tertuju pada benda tersebut.
"Sial, kenapa mataku terus fokus kesana sih. Bahaya!" Gumam hatinya menahan nafsu.
"Astaga, ternyata bapak sendiri juga susah membukanya. Kukira membuka ini sama gampangnya dengan membuka tali beha." Celetuknya.
Uhukk..
Dimas langsung tersedak karena terkejut. "Wanita ini berbahaya, kenapa ucapannya mengarah kesana sih." Gerutunya pelan.
"Aku bantuin pak, biar cepat!"
Laura membantu Dimas untuk membukakan sabuk pengaman yang menahan tubuhnya. Laura pun menunduk karena sedikit susah membantu Dimas.
Saat hampir bisa membukanya, Dimas mendongakkan kepalanya dan kini wajah mereka saling bertemu.
"Nah, ini terbu--"
Degh.
Bibir mereka sangat dekat, mungkin bisa dikatakan beberapa senti lagi bibir itu akan menempel.
Mata nakal Laura beralih pandangan dengan fokus ke bibir sexy sang dosen. Tersirat pikiran kotor Laura untuk segera mencium bibir dosen tersebut.
Tidak kalah beda dengan Dimas, mata Dimas juga menatap bibir ranum Laura yang merah menggoda dengan olesan lipbalm di bibirnya.
"Bodo amat dah, gue pengen nyoba bibir dosen dingin ini. Rasakan pelet sang queen of the class ini pak dosen." Menyeringai.
Chup!
Dan benar saja, Laura mengecup pelan bibir Dimas dan membuatnya mematung sekaligus terkejut sambil mata melotot.
Dimas spontan langsung mendorong Laura dan menatap ke arah lain. "Keluar!" Ucap Dimas.
"Eh.. Kenapa? Apa bapak akhirnya mengakui kalau saya can--"
"Sudah kubilang, KELUAR!!" Ucapan sedikit membentak.
Pupil mata Laura tiba-tiba bergetar. Dia menahan tangisnya karena Dimas membentaknya.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Laura langsung keluar dari mobil Dimas dan berjalan cepat menuju rumahnya.
Dimas pun hanya menatap Laura yang semakin jauh dari pandangannya. "Haish.. Sial, brengsekk kau Dimas! kenapa kau juga malah tergoda olehnya." Meremat setir mobilnya.
Drrrttt..
Ponsel Dimas bergetar menandakan ada telepon masuk. Saat itu juga Dimas langsung mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelpon.
"Hallo..?" Dimas mengangkat telponnya.
"Sayang, apa kau masih lama? Amel katanya mau makan di luar, dia sedang menunggumu." Ucap seseorang dari seberang telepon.
"Suruh Amelia untuk menungguku sebentar, aku lagi di jalan."
"Ayah, cepat pulang! Ayo kita makan di luar." Pekik suara anak kecil yang menjawab.
"Baik sayang, ayah lagi di jalan. Ayah tutup dulu ya, teleponnya."
"Oke, ayah."
Tutt.. Tutt.. Tutt..
"Huft.." Dimas pun menghela nafas sejenak.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
jaran goyang
𝒅𝒖𝒅𝒂 𝒌𝒉
2024-05-26
0
jaran goyang
🤣🤣🤣🤣🤣🤣𝒃𝒂𝒑𝒆𝒓𝒂𝒏 𝒙
2024-05-25
0
😘CaLL Me DiLa😘
q pikir cuma tunangan ternyata beranak sudah ni dosen
2024-05-25
2