"Siang-siang begini enaknya nongkrong. ayo, Syafa," ajak Kio.
Syafa selalu diantarkan pulang oleh Kio. Pria itu dengan senang hati mengantar Syafa meskipun arah rumah mereka berbeda, Syafa sebenarnya bisa mengendarai motor, tapi ia belum mendapatkan izin dari Ayahnya. Arya merasa cukup berbahaya untuk putri semata wayangnya membawa kendaraan pribadi, Alhasil Kio-lah yang menjadi 'ojek pribadi' Syafa.
"Boleh, Ayah pulang malam hari ini. nggak enak juga kalo dirumah sendirian," ucap Syafa menenteng tasnya.
"Oke, aku ambil motor dulu," ucap Kio.
Syafa mengangguk, ia berdiri ditepi jalan agar tidak mengganggu kendaraan yang keluar masuk.
kalian harus tau! meskipun Kio kemayu, tapi ia terlihat macho saat naik 'moge'nya yang berwarna merah itu. Kuncinya cuma satu, jangan sampai orang memperhatikan cara ia berjalan ataupun mendengar suara manjanya, maka hilang sudah kata kemaco-an itu.
Di kampus ini parkiran mobil dan motor memiliki jalur lewat yang sama. setelah masuk ke dalam, disebelah kanan adalah area khusus roda dua dan sebelah kiri khusus untuk roda empat.
"Kiooo, cepetan dong, panas," eluh Syafa mengipas kan angin ke wajahnya.
Kio mengangkat ibu jarinya, sembari mengeluarkan motornya. Syafa terus melihat Kio, ia tidak mengalihkan pandangan sebab sudah tidak tahan dengan terik matahari, matanya sampai menyipit, kedua tangannya jadi pelindung untuk menghindari sinar ke wajah.
Pagi tadi cuaca tampak cerah dan tidak terlihat tanda-tanda akan datangnya panas terik. Terik sinar matahari sangat menyengat di kulit putih Syafa. Syafa lebih suka musim hujan daripada panas seperti ini, kulitnya sensitif, jika terlalu lama terkena panas akan muncul kemerahan di sekujur tubuh.
"Lagi nungguin siapa?"
Suara seseorang dengan sopan menyapa telinganya, membuyarkan pandangan Syafa. Gadis itu mengerutkan dahi, saat melihat bayangan tinggi dari orang yang berdiri di dekatnya.
Batinnya bertanya, siapa orang itu?
Suaranya juga sangat familiar.
Tangan Syafa perlahan turun, Matanya mengerjap, Lihat siapa pria tampan dan gagah yang berdiri didepannya ini. Kakinya membeku dan tampak gugup, Syafa menelan ludah sangking kagetnya.
"Eh—Pak Hasby... " ucapnya pelan.
'Kaget banget, muncul tiba-tiba '
Hasby tersenyum tipis.
'Oh iya, jawab Syafa!'
"Sa—saya lagi nunggu temen saya ambil motor. Pak," ucapnya dengan senyum kikuk.
Tangannya menunjuk ke arah Kio, tapi Hasby keliatannya tidak tertarik untuk menoleh, ia lebih berminat untuk melihat objek cantik di depannya.
"Bapak sendiri, Mau pulang ya pak?" tanya Syafa, ia melihat Hasby menenteng tas ranselnya yang berwarna coklat tua.
Sekedar basa-basi, agar terlihat sopan dan tidak kaku.
Tapi tunggu! Tangan... Tangan pria itu sukses membuat Syafa gagal fokus dan untuk kesekian kalinya ia menelan ludahnya.
"Tangannya aja ganteng," gumam Syafa.
Jantung Syafa berdetak kencang, ia menahan wajahnya agar tidak terlihat seperti orang yang gugup, Menatap wajah Hasby setelah tau fakta dia akan menjadi suaminya, rasanya syafa tidak sanggup.
Sebisa mungkin syafa bersikap seolah-olah ia tidak tau dan bersikap seperti biasa. Lagipula siapa yang tidak salah tingkah melihat calon suami didepan mata, dengan kisah perjodohan diam diam.
"Iya, saya mau pulang," ucap Hasby.
Syafa melirik Kio yang sudah berhasil mengeluarkan motornya dari parkiran dan sedang menuju kearahnya.
'Aduh Kio, bentar dong, jangan kesini'
Syafa memberi kode pada Kio, supaya pria itu keluar lebih dulu lewat matanya. Tapi Kio tidak paham, karena terik matahari yang membuatnya sulit membaca kode mata itu.
"Apa, sih?" ucap Kio binggung.
"Bego banget ... Kio," ucapnya pelan.
"Kamu? mau langsung pulang atau kemana?" tanya Hasby.
Suara Hasby membuatnya berpaling dari Kio, Syafa tidak bisa menyembunyikan pipinya yang memerah karena malu.
'Aduh, kenapa bisa ganteng banget, sih? Jangan deket-deket ... Pingsan juga nih, lama-lama.'
"I—iya saya mau langsung pulang juga, Pak. hehe."
Kio dan motor yang di kendarai semakin dekat.
"Ehm ... Pak, kalo gitu hati-hati dijalan ya. izin, saya duluan," ucap Syafa melenggang pergi.
Tidak aman untuk hatinya, jika dia terus berdiri didekat Hasby. tatapan mata pria itu seolah menghipnotisnya, bisa-bisa jantungnya melompat keluar dari tempatnya.
Hasby mengangguk.
"Kamu juga hati-hati," balasnya.
Syafa melempar senyum tipis.
'Aaaa iyaa sayangku, mama gigit nih rawrr'
Syafa buru-buru menghampiri Kio yang duduk keren di motornya. Tanpa basa-basi ia langsung naik ke belakang Kio, Syafa sama sekali tidak mau menoleh kearah Hasby, ia takut. Syafa yakin pria itu pasti melihat jelas ia dibonceng oleh Kio.
Meskipun mereka belum punya hubungan, tapi ini perjodohan! sudah jelas mereka akan segera punya hubungan yang resmi. Syafa juga tau hal yang wajar untuknya menjaga perasaan calonnya.
Tapi waktunya tidak pas, Syafa hanya bisa pasrah.
'Bismillah aja, deh'.
"Buruan jalan Kio, panas ini," pinta Syafa sembari menepuk pelan pundak Kio.
Kio menolah pada Hasby, pria itu mengangkat satu tangannya sebagai sapaan.
"Izin ya, Pak," ucap Kio.
Hasby mengangguk mempersilahkan.
"Kamu ngomong apa tadi? matanya kedip-kedip gitu kayak orang sawan?" protes Kio.
Motornya mulai bergerak keluar dari area parkir. Tanpa menoleh Syafa yakin pria itu pasti masih menatapnya, punggung Syafa terasa dingin dan membuatnya merinding.
"Nggak ada. males, kamu nggak paham bahasa isyarat, nggak bisa jadi Intel, " ucap Syafa sembarang.
"Siapa juga yang mau jadi Intel," celetuk Kio.
Kio paling jago membela diri, Syafa akui!
"Ngomong-ngomong, tadi yang ngobrol sama kamu, Pak Hasby kan?" tanya Kio.
Syafa hanya berdehem.
"Tumben, ngobrolin apa?" tanya Kio, lagi.
"Bahas project untuk menata masa depan, " candanya.
"Bercanda terus, aku tabok ya lama-lama," omel Kio, darah di tubuhnya sudah mendidih.
"Kepo banget!" balas Syafa.
"Ya ... enggak kepo, cuma penasaran aja. tumbenan ngajak ngobrol kamu, biasanya nggak denger langkah kaki mahasiswa udah kabur dia," ucap Kio.
Yang dikatakan Kio ada benarnya, perbedaan itu jelas terlihat.
"Kebetulan mungkin karena aku berdiri di situ, biasa nya, kan nggak pernah ketemu kalo di parkiran. Lagipula, aku, kan sekretaris. jelas semua dosen kenal sama aku, aku dicari semua orang," ucapnya dengan nada dibuat-buat.
"Najis banget Syaf," ucap Kio tak terima.
"Hahaha, bercanda-canda. jadi ... tadi Pak Hasby cuma minta tolong aja kok, dia minta aku buat bikin pdf, yang isinya npm kalian semua, terus dikirim ke dia."
"Awas kamu mikir macem-macem, ya! sekali lagi aku bilang, aku cuma sekretaris," jelasnya.
Hanya alasan ini yang masuk akal untuk menutupi kecurigaan teman dekatnya itu. Memang tidak ada yang spesial dari obrolan singkatnya bersama Hasby, tapi sikap Hasby yang tiba-tiba itu yang menjadi kecurigaan.
"Oh iya juga, ya ...."
Syafa menyentuh dadanya, jantungnya masih berdebar-debar, Hasby muncul tiba-tiba di depannya, dengan jarak yang dekat. Padahal dari pagi syafa sudah mencarinya. Apa ini sebuah takdir? atau hanya kebetulan?
'Kayaknya memang jodoh, deh? gak mungkin kebetulan, soalnya aku menentang banget kalo cuma kebetulan, harus takdir ini.'
Wajah Hasby masih terngiang-ngiang di pikiran Syafa , bagaimana ia tersenyum dan menyapanya tadi. Syafa baru menyadari kalau Hasby itu tinggi sekali, sebab tadi kepalanya hanya setara dengan pundak pria itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments