Syafa maupun Arya kembali duduk, mereka berhadapan satu sama lain. Keduanya tampak berpikir.
"Ayah rasa gapapa, nak. lebih bagus toh, kalau kalian dekat. bisa ketemu terus nanti akrab, kamu juga berada di dalam pantauan suami kamu," ucap Arya membuka suara.
Syafa binggung karena tau yang akan ia nikahi adalah dosennya, bolehkah ia senang? Atau malah takut dan gelisah?
"Tapii ... Syafa malu."
Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Kenapa malu? dia nggak cacat dan dia sempurna di mata Ayah," balas Arya.
Ayah gak paham banget ...
Syafa menghela nafas.
"Bukan malu gitu Ayah ...."
"Terus gimana? Ayahnya mana paham, nak," ucap Arya.
"Malunya Syafa itu, karena Syafa udah tau bakal nikah sama dia, besok dan hari-hari berikutnya ketemu terus di kampus, apalagi kalau dia ngajar. rasanya canggung dan campur aduk, Ayah. mau taruh dimana muka Syafa"
"Kamu salah tingkah begitu, kan? Ayah ngerti kok, Ayah juga pernah muda," balas Arya.
"Satu hal lagi, Ayah tau nggak? Waktu itu juga rumornya dia udah nikah, ada yang nambahin juga kalau dia punya anak satu, malah ada gosip juga dia pacaran sama mahasiswi di kampus, banyak banget deh, sampai yang parah juga ada."
Syafa memberi penjelasannya.
"Sempet rame juga."
Kagetnya Arya berlanjut, kenapa bisa muncul berita yang tidak benar dikalangan orang-orang terdidik.
"Loh? aneh-aneh aja. anak sekarang kalo nyebar berita," ucapnya.
"Makanya itu huhu, entah siapa yang nyebar rumor, nanti kalo ketauan Syafa yang jadi istrinya pasti panjang banget, Syafa yakin! seratus persen, deh."
"Pasti mereka bakal kait-kaitkan Syafa sama rumor itu," ucap Syafa.
"Sebel banget!" eluhnya.
"Kamu tenang aja, nak. cuma rumor, lagian semuanya pasti berlalu, Kamu pernah percaya rumornya?" tanya Arya.
"Aku?"
Syafa salah tingkah, ia malu untuk mengakui kalo ia juga sempat percaya tentang rumor dan menceritakan pria itu habis-habisan bersama teman dekatnya di kampus.
"Pe—pernah, hehe. wajar dong, Yah. Syafa mahasiswi di sana, jadi sempet ke makan berita itu juga, Ayah tau dong anak perempuan gimana, hehe," ucapnya sambil tertawa kecil.
"Tapi ... kamu nggak bicara yang aneh-aneh atau menambah 'bumbu' dalam cerita kan?"
Arya menyipitkan matanya menatap Syafa, Syafa yang merasa diintimidasi pun membela dirinya.
"Enggak, Syafa nggak mungkin gitu! kurang kerjaan aja, Ayah kan tau Syafa anak yang baik," ucapnya.
"Yaudah, jadi gimana? mau ditolak? Sayang, nak. yang seperti calon kamu ini, pasti banyak yang suka, banyak yang ngejar-ngejar, kamu nanti nyesel," ucap Arya meyakinkan anaknya.
Syafa mengigit bibir mungilnya.
Pilihan yang sulit ini.
Siapa yang tidak mau menikah dengan orang tampan dan populer? Kesempatan emas sekali bukan?
Syafa bisa unggul dari gadis lain, bahkan idola kampus tidak bisa mengalahkannya kalau sudah resmi jadi istri dosennya.
Entah apa yang akan terjadi, sepertinya ini bukan hal buruk. Seumur hidup dengan pria tampan, sepertinya Syafa sanggup.
Ia mulai berfantasi, hatinya bersorak gembira dan bahagia.
Serakah sedikit gak masalah kan?
Batinnya berkata sambil tersenyum licik.
"Syafa mau kok. seperti yang Syafa bilang sebelumnya, pilihan Ayah nggak mungkin salah, Syafa percaya sama Ayah."
"Alhamdulillah, senang rasanya ... Kamu tenang aja, biar Ayah yang atur semuanya. kamu cukup ngerawat diri, Ayah mau cari tutorial bagaimana cara merawat kecantikan kamu," ucapnya penuh semangat.
Pipi pria itu mengulas senyuman, ia tersenyum senang, Syafa tidak pernah melihat Arya sebahagia itu selama hidupnya.
Hatinya menghangat.
"Ayah, ada yang mau diomongin lagi sama Syafa?" tanyanya
Arya menggeleng.
"Nggak ada, hehe. kamu mau istirahat? jangan begadang, ya? anak Ayah yang cantik."
"Iya, Ayah. Syafa balik ke kamar, selamat malam Ayah, cintaku."
Syafa mendekat lalu mengecup kening Arya sebagai ucapan selamat malam.
"Selamat malam, makasih banyak ya cinta, Ayah sayang banget sama Syafa"
'Aku yang seharusnya berterima kasih, karena Ayah luar biasa banget.'
"Sama-sama Ayah, Syafa juga sayang banget dan berterima kasih sama Allah udah dikasih Ayah sebaik ini."
Sebuah pelukan hangat menjadi penutup perbincangan mereka malam ini.
Setelah kembali ke kamarnya, Syafa langsung membanting tubuhnya ke atas kasur. Kakinya bergerak tak bisa diam, Ia membenamkan wajahnya diantara bantal tidur. Syafa meluapkan kesenangan dihatinya yang tidak bisa ia tunjukkan di depan sang Ayah.
"Aaaaaa, ini mimpi nggak sih?" ucapnya tak percaya.
Syafa membalikkan tubuhnya, matanya menatap langit-langit kamar tidurnya. Tangan diangkat menutupi silau cahaya lampu, mata Syafa tertuju pada jari manisnya yang lentik.
Ia tersenyum tipis, pipinya memerah.
"Tangan ini, tangan yang nantinya di genggam sama dia, jari yang nantinya tersemat cincin pernikahan."
"Hahahaha, stress, aku stress!"
Syafa salah tingkah dan malu-malu membayangkan bagaimana masa depannya bersama dosennya, Ia menutup lagi wajahnya dengan bantal berbentuk donat yang ukurannya sebesar kepala manusia.
Bahkan jantungnya tidak bisa berbohong, detaknya semakin kencang saat Syafa mulai berhalusinasi, Syafa yakin ia sepertinya jatuh cinta dengan banyak alasan.
Aneh tapi itu yang ia rasakan.
"Besok ketemu nggak, ya?"
Syafa meraih ponselnya yang tergeletak disampingnya, ia ingin mengecek jadwal kuliahnya. Bukan untuk belajar, tetapi untuk melihat apakah ada jadwal bersama calon suaminya.
"Ah, sayang banget, kok bisa nggak ada kelas dia besok ..." keluhnya.
Ia meletakkan kembali ponsel ditangannya.
"Eh, kok aku jadi begini? tenang dong Syafa harus elegan, nggak boleh pecicilan, harus tetep jaga ke anggunan."
Syafa menghela nafasnya.
"Oke! Kalau besok nggak ketemu di kelas, aku bakal curi-curi pandang ke biro," ucapnya dengan wajah yakin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
LISA
Bagus nih kisahnya
2024-04-11
0