Di ruang makan sebuah mansion milik wali kota, Laylie tengah makan malam bersama dengan tokoh-tokoh bangsawan dari kerajaan ini. Namun, saat para pelayan menyeduhkan teh, Yulius yang paham pesan tersirat dari Laylie langsung angkat suara.
"Teh ini mengandung racun..."
Sontak semua orang terkejut dan para pelayan tampak panik. Begitu pula Laylie ia terkejut jika Yulius bisa memahami maksud yang ingin ia sampaikan.
"A-apa yang Tuan maksud?" ucap seorang pelayan tampak panik.
"Kalau begitu, apa kau bisa meminumnya?" balas Yulius dengan nada menantang.
"Ah, karena itu teh terbai-"
"Aku tak peduli mau ini teh terbaik atau bukan, cepatlah minum teh ini!" potong Yulius dengan tatapan tajam.
Pelayan itu tak dapat membalas ucapan Yulius, lalu ia berjalan mendekat dengan tangan kanan yang ia sembunyikan dibalik badannya. Jari-jarinya bergerak seolah memberikan kode pada rekan-rekannya. "Rencana gagal, kita berpindah ke rencana B," itulah pesan yang disampaikan lewat kode jari itu.
Pelayan itu tepat berdiri di dekat meja Yulius dan mengambil cangkir teh itu. Lalu matanya berkedip tiga kali, memberikan kode kepada rekannya jika rencananya dimulai.
Pelayan itu langsung melempar cangkir berisikan teh hangat itu ke arah Yulius. Namun, seketika teh itu berubah menjadi es dan jatuh kelantai. Dengan cepat Yulius menggerakkan tangannya untuk memukul pelayan itu.
Pelayan itu mendorong tubuhnya kebelakang untuk menghindari pukulan Yulius. "Cih!" decaknya meras kesal.
Semua pelayan yang ada diruangan itu ada sekitar sepuluh orang. Namun, hanya ada satu pelayan yang tampak bingung dengan kondisi yang terjadi dalam ruangan itu.
"Ini semua karena ulahmu, bocah sialan!" tiba-tiba seorang assasin muncul dibelakang Laylie dengan pisau yang mengarah ke jantungnya.
Namun, satu pelayan yang bingung itu bergerak dan mendorong assasin yang hendak menyerang Laylie. Tak lain dan tak bukan pelayan itu adalah pelayan yang pertama kali ditemui oleh Laylie. Pelayan yang menghantarnya ke ruangan pertemuan dan membantunya pergi ke toilet.
Meskipun menang jumlah para assasin itu tetap kesulitan hanya untuk melawan dua Laurenfrost sekaligus. Pengendalian sihir yang hebat, membuat mereka berdua bisa menangani sembilan assasin yang menyamar sebagai pelayan itu dengan cukup seimbang.
"Nona, sebaiknya Anda keluar dari ruangan ini," ujar Sebastian dengan rasa khawatir jika Laylie akan terkena dampak dari pertarungan itu.
Laylie mengangguk pelan dan berlari menuju ke pintu keluar. Namun, ada tiga orang assasin yang menghadangnya.
Viana yang melihat hal itu langsung menembakkan sihir berupa tombak es ke arah para assasin itu. "Count dan yang lainnya cepat ikuti Laylie dan ke tempat yang aman!"
Count dan yang lainnya mengangguk dan berlari mengikuti Laylie keluar dari ruangan itu. Namun, tak hanya di dalam ruangan itu. Bagian luar mansion juga cukup kacau, para penjaga sedang bertarung melawan para penyusup.
Namun, Laylie tak memperdulikan hal itu. Ia terus berlari mengikuti arahan Sebastian. Keluarga count tampak curiga dengan Laylie. Bagaimana bisa orang yang baru pertama kali masuk ke dalam mansion bisa hapal denah bangunan tersebut.
Setelah berlarian cukup lama mereka akhirnya sampai di sebuah ruangan yang tak lain dan tak bukan adalah dapur.
"Kenapa kau membawa kami kesini!?" count yang curiga dengan Laylie mulai berteriak.
Laylie tak membalas ucapan itu dan mendorong meja yang ada disana. Dibawah meja itu terdapat sebuah karpet yang memiliki warna persis seperti lantai. Laylie menarik karpet tersebut dan mendapati sebuah pintu kayu yang menuju ke bawah tanah.
"Cepatlah masuk kedalam, para assasin itu tak akan tahu tempat ini," kata Laylie dengan wajah yang terlihat serius.
Satu keluarga terkejut saat melihat pintu rahasia itu. Mereka semua tak pernah tahu jika ada jalan rahasia yang terhubung ke dapur. Karena hal itu, kecurigaan terhadap Laylie meningkat.
"Hoi! Kenapa kau bisa tahu jalan yang bahkan tak kami ketahui?" Count menatap tajam Laylie dan menanyakan hal itu dengan nada curiga.
"Itu..." Laylie tak bisa menjawab pertanyaan itu. Mana mungkin aku bilang kalau ada hantu yang memberi tahuku, bukan!? teriaknya dalam batin.
Sebastian mendekat ke Laylie. "Nona, katakan saja kalau Anda seorang pengguna roh," bisiknya.
Laylie mengangguk pelan, "itu karena... aku seorang pengguna roh..." ucapnya pelan namun, tatapannya terlihat serius.
Yang diucapkan Laylie tidaklah salah, karena pada dasarnya Sebastian, Mary dan Arthur adalah roh tingkat atas.
"Ka... kau seorang pengguna roh?!" satu keluarga Count terkejut saat mendengar hal itu.
"Ya, jadi tolong cepat masuk kedalam sini, kita akan aman," kata Laylie sembari membuka pintu ruangan rahasia itu.
Satu persatu dari mereka masuk kedalam ruangan itu. Ruangan itu begitu gelap, tanpa adanya cahaya yang meneranginya. Putra pertama dari Count menggunakan sihir api untuk menerangi ruangan tersebut.
Ada sebuah obor disana dan dia menghidupkan obor tersebut. Ruangan itu hanya berisikan meja dengan tumpukan buku dan kertas di atasnya. Ada begitu banyak debu dan jaring laba-laba di ruangan tersebut.
Count berjalan menuju ke meja itu dan melihat buku dan kertas apa saja yang ada disana. Lalu ia menunjukkan wajah yang terkejut. "Ini... semua pekerjaan ayah?" gumamnya dengan tangan gemetaran saat melihat isi dari secarcik kertas di tangannya.
Laylie yang melihat wajah terkejut Count menghela nafas pendek, lalu menatap tajam pelayan yang mengikuti mereka. "Kamu... mata-mata dari count sebelumnya, kan?" ucap Laylie.
Pelayan itu tampak terkejut. "I- iya... saya adalah pelayan kepercayaan count sebelumnya," jawabnya ragu.
"Jadi kau pasti tahu soal ruang rahasia, dan cara membukanya, kan?" ucap Laylie sembari berjalan menuju ke salah satu dinding.
"Ya..." jawab pelayan itu pelan. Lalu matanya menatap Laylie dengan tajam, dari balik lengan bajunya ia mengeluarkan sebilah pisau. "Siapa kau sebenarnya?" ujarnya sembari mengarahkan pisau itu ke arah Laylie dengan tatapan penuh kecurigaan.
Laylie diam sejenak dan tidak menoleh kebelakang. Lalu secara perlahan ia menoleh dengan senyum simpul.
Pelayan itu menyarungkan pisaunya dan berjalan mendekat ke Laylie. "Sepertinya kau sudah tahu semuanya, baiklah, untuk kali ini aku tak akan menanyai rinciannya," kata pelayan itu sembari menyentuh dinding itu.
Mulutnya mulai menggumamkan sesuatu hingga dinding itu bercahaya dan memunculkan lingkaran sihir.
Lalu tanah bergetar, dinding itu terbelah menjadi dua dan bergerak ke kiri dan ke kanan membuka sebuah jalan ke ruangan lain yang memiliki cahaya ke biruan. Itu adalah ruangan hasil proyek yang dikerjakan oleh count sebelumnya.
"Hei, kamu tahu cara mengaktifkannya, kan?" tanya Laylie dengan serius.
Pelayan itu mengangguk, "tentu saja saya tahu caranya. Hanya saja, kenapa harus diaktifkan sekarang?" Pelayan itu bertanya dengan penuh kecurigaan terhadap Laylie.
Laylie diam sejenak lalu menatap tajam mata pelayan tersebut. "Jika kau tak ingin kota ini rata dengan tanah, maka kau harus mengaktifkannya sekarang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments