...༻⎚༺...
Brian sukses besar menculik bayi Alan dan Aron. Sekarang dia berada di gedung apartemen miliknya. Yaitu sebuah gedung apartemen sepi dengan penghuni yang begitu minim. Brian sengaja membeli apartemen tersebut karena murah dan tempatnya yang cocok untuk penjahat sepertinya.
Brian tidak sendirian kala itu. Dia ditemani rekannya Erick dan Issac. Mereka meninggalkan bayi Alan dan Aron sebentar di kamar. Ketiganya merayakan keberhasilan dengan makan enak di sofa.
Tanpa sepengetahuan Brian dan dua rekannya, bayi Alan dan Aron bangun. Kedua bayi itu perlahan turun merangkak di kasur.
Bayi Alan dan Aron perlahan menaiki kursi sampai bisa ke atas nakas. Di sana terdapat pengharum ruangan penidur milik Brian yang masih belum terpakai. Selain itu, juga terdapat peralatan lain untuk membuat pengharum ruangan tersebut.
Kelopak mata bayi Alan melebar saat berhasil tiba dimana pengharum ruangan milik Brian berada. Dia lalu duduk di sana dan menoleh ke arah saudara kembarnya di belakang.
"Haaaa..." Suara manis nan lucu keluar dari mulut Alan. Dia mengambil salah satu pengharum ruangan milik Brian dan menyodorkannya pada Aron.
Bayi Aron tersenyum. Satu tangannya mendorong jendela dan berhasil membukanya dengan mudah.
"Huaa... Kekeke..." Bayi Alan dan Aron tertawa lepas bersama. Setelah itu, keduanya bekerjasama membuang semua pengharum ruangan milik Brian beserta peralatan lainnya keluar jendela.
Bayi Alan dan Aron juga menghamburkan barang-barang di kamar. Padahal biasanya saat di rumah mereka tidak pernah bertindak begitu.
Sementara di luar kamar, Brian mengerutkan dahi. Ia mendengar suara keributan dari kamar bayi Alan dan Aron berada.
"Kalian dengar itu?" tanya Brian.
Erick dan Issac lantas menajamkan pendengaran. Mereka juga bisa mendengar apa yang didengar Brian. Tanpa pikir panjang, ketiganya pun pergi mendatangi kamar.
Brian dan dua temannya mematung di pintu saat melihat bayi Alan dan Aron duduk di lantai. Dua bayi itu juga ikut mematung karena tertangkap basah. Alan dan Aron tampak bermain dengan uang dari sebuah tas. Terlihat beberapa uang itu dirobek dan basah karena di emut oleh keduanya.
"Tidak! Uang kita!" seru Brian. Dia, Erick, dan Issac bergegas menyelamatkan uang mereka. Ketiganya juga tak lupa mengangkat bayi Alan dan Aron ke kasur terlebih dahulu.
"Oek... Oek... Oek..." Bayi Alan dan Aron tiba-tiba menangis.
"Bayinya menangis!" seru Erick.
"Aku tahu! Kau pikir aku tuli?" sahut Brian. Dia segera mencari aroma pengharum ruangan penidur miliknya. Akan tetapi benda tersebut sudah menghilang.
"Kemana pengharum ruangan racikanku? Bahan-bahannya juga hilang. Apa kalian menyentuhnya?" timpal Brian yang langsung menatap Erick dan Issac secara bergantian.
"Enak saja. Kau tahu aku dan Erick tidak pernah berani menyentuh barang buatanmu!" bantah Issac.
"Lalu siapa yang--" Brian berhenti berucap saat menatap bayi Alan dan Aron. Kemungkinan besar dua bayi itu sudah berbuat sesuatu pada benda ciptaannya.
"Kalian berdua! Apa yang sudah kalian lakukan pada pengharum ruanganku?!" Brian melotot sambil berkacak pinggang pada bayi Aron dan Alan. Seketika kedua bayi itu berhenti menangis. Suasana dalam sekejap jadi hening.
"Mereka berhenti menangis! Sepertinya dua bayi itu menyukaimu, Bri!" kata Erick.
"Apa-apaan!" Brian mendelik. Tak suka dengan perkataan Erick.
"Paaa..."
"Paaa..."
Bayi Alan dan Aron mendadak bersuara secara bergantian. Keduanya berucap sembari tak berhenti memandangi Brian.
"Haha! Kau dengar itu, Issac? Mereka memanggil Brian Papa!" Erick tergelak. Tawanya ikut menular ke Issac. Namun itu tak berlangsung lama, karena mereka segera mendapat pelototan dari Brian.
"Kalian urus dua bayi ini! Aku akan menghubungi klien. Aku sudah tidak tahan berurusan dengan dua setan kecil ini!" Brian beranjak pergi dari kamar. Alan dan Aron pun kembali menangis.
"Haish! Mereka menangis lagi," geram Issac yang merasa malas mengurus bayi.
"Sudah kubilang kita butuh anggota wanita. Kalau ada rencana semacam ini, wanita pasti pandai mengurusnya," ucap Erick sembari menggendong Alan.
"Kau tahu Brian tak suka bekerjasama dengan wanita," sahut Issac. Dia menggendong Aron. Isaac dan Erick berusaha menenangkan si kembar. Tetapi Alan dan Aron masih saja menangis.
"Diamlah, keparat! Kalau kau tidak diam, aku akan merobek mulut kecil kau itu!" Erick yang tidak tahan, memberi ancaman begitu. Akibatnya, tangisan bayi kian menjadi-jadi.
"Kenapa kau berkata begitu? Jahat sekali!" timpal Issac.
"Kita memang penjahat, bodoh!" balas Erick.
"Tapi kita sedang menghadapi bayi sekarang."
"Lalu bagaimana caranya membuat mereka berhenti menangis?"
"Tunggu sebentar." Issac mengambil ponsel dan mencari solusi di internet.
"Katanya ada beberapa alasan bayi menangis. Yaitu karena lapar, popok penuh, dan sakit perut," ujar Issac.
"Karena kita tidak punya susu, kita periksa popoknya dulu," ucap Erick. Dia meletakkan bayi Alan ke kasur. Hal serupa juga dilakukan Issac pada Aron.
Perlahan Erick buka popok Alan. Nampaklah senjata pribadi milik bayi itu.
"Kecil-kecil, tapi ternyata punyamu besar ya," komentar Erick.
"Punya yang ini juga," sahut Issac.
"Seperti cabe besar! Haha!" Erick tertawa.
"Persis seperti punyamu! Bwahaha!" ujar Issac. Dia langsung kena pelototan dari Erick. Enak saja temannya itu menyebut miliknya seukuran bayi.
Bersamaan dengan itu, air hangat mendadak menghantam wajah Issac. Air tersebut tidak lain adalah kencingnya bayi Aron.
"Haha! Mampus kau! Kena air pancuran kencing!" Erick puas melihat nasib Issac. Namun tak lama kemudian, dia juga kena. Bayi Alan juga tak ingin kalah dan mengeluarkan air pancuran kencingnya ke wajah Erick.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Maria Lina
kaya film beby yg pintar itu ya lpa judupnya wkwk
2023-12-04
2
Diana Susanti
hahahaha 😝😝😝😝
2023-12-04
2