Adira telah kembali ke rumah. Setelah mengambil keputusan menikah pikirannya semakin kacau. Bagaimana tidak tiga hari lagi. Ini gila.
Adira mengerutkan alis saat meraih gagang pintu lalu memutar. Tak terkunci. Dengan cepat perempuan itu masuk ke dalam rumah.
Adira membatu menatap tak percaya melihat dua orang pemuda tampan, bertubuh tinggi berdiri dengan senyuman.
“Kakak,” sapa dua lelaki itu kompak.
Astaga secepat itu prosesnya.
Adira tidak menyangka. Baru saja meminta bantuan, adiknya telah berada di rumah. Lelaki itu benar-benar hebat. Bagaimana caranya dia melakukannya? Apa benar hanya dengan satu sambungan telepon? Batin Adira bertanya.
Ya, mereka adalah Askara dan Andara adik Adira. Ya tuhan. Adiknya telah kembali.
Raut bahagia penuh kelegaan menghiasi wajah Adira di sertai tatapan penuh haru.
“Aska, Andra. Kalian sudah kembali. Kalian benar-benar bebas,” ujar Adira berhambur memeluk adiknya.
“Iya. Kak,” balas Adik Adira.
Ketiganya berpelukan penuh haru. Meluapkan perasaan rindu setelah beberapa hari tak bercengkerama.
“Kakak senang sekali. Kalian kembali ke rumah.” Adira semakin mengeratkan pelukannya pada dua pemuda tinggi itu. Betapa leganya, air matanya terus mengalir deras. Tidak sia-sia meminta bantuan.
Hingga tak lama Adira tersadar, melepaskan pelukannya. Tunggu dulu. Anak ini!
Dalam sekejam wajah Adira berubah mengerikan, di penuhi amarah.
“Kalian. Lagi-lagi membuat ulah,” sentak Adira menghapus air mata.
Suara ludah di telan terdengar dari Aska dan Andra, saling melirik satu sama lain saat melihat kakaknya yang kini berubah mengerikan.
Oh astaga, habislah mereka.
Kakak galaknya akan mengamuk membuat perhitungan atas kesalahan yang telah mereka lakukan.
Adira lalu beralih meraih sapu yang terletak di belakang pintu.
Ya ampun, keduanya semakin panik. Mereka memang sering di hajar habis-habisan oleh sang kakak saat melakukan kesalahan besar.
“Kak. Jangan kak. Kami janji tidak akan mengulanginya lagi,” ucap Aska anak ke dua dalam rumah ini.
“Aku akan memberi kalian pelajaran! Aku akan menghajar kalian!” seru Adira mulai mengarahkan sapu ke tubuh Aska dan Andra secara bergantian.
Buk ... Buk
Adira memang cukup keras mendidik adiknya. Agar adiknya terus berada di jalan yang benar. Karena didikan dan pengasuhan extra itulah dua adiknya tumbuh dengan baik.
“Aw ... Ampun kak!” pekik Andra si anak bontot menggeliat tubuh, menghindari pukulan kakaknya.
“Aw ... kak.” Suara teriakan Aska menggema.
“Kalian lagi-lagi membuat ulah, berani-beraninya membuat masalah dengan anak pejabat!” omel Adira sangat kesal.
“Aska mengapa kau menggoda pacar anak itu. Apa tidak ada perempuan lain,” tambah Adira mengomel mengenai sumber masalah awal sembari tangannya terus mengayun sapu ke tubuh pemuda itu.
“Aku tidak menggodanya. Perempuan itu yang terus mengejarku!” balas Aska menghalau serangan kakaknya dengan tangan.
“Apa kau tidak bisa menghindar. Kau malah mencari masalah!” oceh Adira.
“Kakak lupa aku punya wajah tampan, sejak dulu banyak perempuan yang mengejarku!” ucap Aska membela diri.
“Oh ... astaga masih banyak bicara!” semakin kesal saja Adira dengan adiknya ini sangat narsis walau pun benar adanya.
Ya, Askara memiliki wajah tampan, di dukung tubuh tinggi 182 cm. Di tambah lagi penyuka olahraga bahkan menjadi kapten basket. Ah idaman para wanita, namun wajah itu selalu saja menjadi masalah untuknya. Banyak lelaki yang menganggapnya sebagai ancaman atau rival dalam percintaan.
“Dan kau Andra, kenapa kau tidak bisa menahan diri. kau ingin menjadi preman pasar. Semua orang ingin kau pukuli!” kali ini Adira menyerang si bontot Andra.
Untuk Andra dia memiliki pengendalian emosi yang buruk gampang terpancing hingga berujung perkelahian. Sungguh Adira selalu di pusingkan dengan kelakuan si bontot ini.
“Aw ampun. Kak mereka yang lebih dulu mencari masalah! Aku tidak mungkin diam melihat Aska di keroyok,” teriak Andra membela diri semakin mendekat ke arah Aska.
“Aduh sakit kak. Hubungi kak Seto minta perlindungan anak!” teriak Andra putus asa karena menerima pukulan sapu dari kakaknya.
“Apa! Perlindungan anak katamu, ingat berapa usiamu. Kau sudah bukan anak-anak!” Uhg, semakin kesal saja Adira.
“Ah ... Lebih baik kita serahin diri lagi ke polisi,” sahut Aska frustasi.
“Apa! Mau di tahan lagi iya!” Adira semakin tak terkendali memukul adiknya.
“Ampun kak!” mohon keduanya.
“Ambil pulpen? Lebih baik kalian coret sendiri nama kalian di kartu keluarga. Setelah itu langsung serahin diri ke panti asuhan!” geram Adira.
“Kakak. Tega sekali,” protes Andra.
“Dia menghina mendiang ibu kita ... Dia mengatakan ibu kita gila!” ungkap Andra.
Deg ...
Tangan Adira seketika menggantung, ia terhenti saat mendengar ucapan Andra. Wajah Adira berubah sayu.
Ya, itu benar mendiang ibunya yang meninggal beberapa tahun yang lalu memang mengalami gangguan mental.
Sejak usia 12 tahun Adira telah kehilangan ayah yang meninggal karena kecelakaan. Sedangkan Aska dan Andra masih berusia 6 dan 7 tahun. Kerasnya kehidupan membesarkan tiga anak yang masih kecil tanpa suami membuat beban mental ibunya terganggu. Ibu Adira juga belum merelakan ayah Adira pergi karena kecelakaan itu, semua begitu cepat. Hidup mereka seketika terasa jungkir balik.
Adira duduk lemas di kursi, denyut sakit merayapi hatinya. Kalau sudah seperti ini mau apalagi. Sebenarnya dua adik Adira begitu manis dan baik, namun ejekan kegilaan ibunyalah selalu menjadi titik lemah adiknya.
Mereka akan menghajar semua yang mengatakan ibu mereka gila. Dan Adira memaklumi itu. Adiknya begitu terluka jika sudah membawa nama ibu karena mereka sangat menghargai bagaimana perjuangan ibu untuk mereka.
“Kak, maafkan kami,” ujar lembut Aska duduk di lantai meraih tangan kakaknya.
“Kami tidak akan mengulanginya lagi,” bujuk Andra.
Adira menarik napas panjang. Ya sudahlah. Adira yakin adiknya pasti hanya membela diri. Adiknya tidak pernah memulai kekacauan lebih dulu. Tidak ada asap kalau tidak ada api.
“Kakak akan menikah!” ucap Adira lemah.
“Ha. Menikah!” kompak Aska dan Andra tersentak kaget dengan ucapan kakaknya.
“Kenapa tiba-tiba menikah?” tanya Aska.
“Menikah ... menikah dengan siapa?” Andra tak kalah tercengang.
“Kakak akan menikah dengan anak lelaki yang telah membantu kakak membebaskan kalian,” jelas Adira.
“Kenapa seperti itu?” sambar Andra tak terima.
Adira menyenderkan tubuhnya di sandaran sofa menatap kosong. Seolah ia kehilangan tenaga.
“Kakak tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk membebaskan kalian. hingga Akhirnya kakak bertemu dengan orang yang bisa membantu kakak. Tapi setelah meminta bantuan dia bersedia membantu membebaskan kalian Tapi dengan syarat setelah kalian bebas kakak harus menikah dengan putranya. Dan sekarang kalian telah kembali,” jelas Adira jujur.
“Kenapa kakak mengiyakan!” decak Aska tak terima.
“Kalian pikir kakak bisa melawan pejabat tinggi. Jika tidak mengiyakan kalian bisa mendekam bertahun-tahun!” sembur Adira lagi-lagi kesal. Ahg, sapunya ingin melayang lagi rasanya.
Aska dan Andra tersenyum miris. Semua ini karenanya.
“Kak kami lebih baik di tahan dari pada kakak harus menjalani pernikahan secara paksa. Kakak tidak akan bahagia!” tutur Aska.
“Kebahagiaan kakak lebih penting untuk kami. Kak sudah banyak berkorban untuk kami,” sambut Andra.
“Sudahlah, kakak telah membuat kesepakatan. Kakak akan menikah. Tiga hari lagi!”
“Apa! Tiga hari lagi!” kompak keduanya tersentak kaget.
“Secepat itu! Kenapa kakak mengiyakan!”
“Kakak tidak mengenalnya, sifatnya, rupanya. Bagaimana kakak menjalani pernikahan dengan orang yang tidak kakak kenal. Kakak tidak mencintainya,” papar Aska kali ini dia tidak bisa tenang. Adira adalah kesayangan mereka.
“Kak batalkan kesepakatan ini!” bujuk Andra.
“Kakak tidak boleh melanggar kesepakatan,” terang Adira.
“Bagaimana jika dia hanya lelaki tua rentah, yang usianya lebih pantas menjadi ayah untuk kakak,” beber Aska.
“Atau duda anak 6 anak,” timpal Andra singkat.
“Atau lelaki tua yang terkena stroke yang butuh perawatan,” sambung Andra lagi.
“Atau kakak di nikahi untuk menjadi pembantu.”
“Atau kakak di akan di jual ke luar negeri.”
“Atau lelaki tukang kawin dan kakak akan di jadikan istri ke 13,” sahut Andra lagi.
Oh ya ampun.
Adira terus meringis mendengar ucapan adik-adiknya yang saling menimpali menebak lelaki yang kelak akan menikah dengannya.
Oh Tuhan, Adira di kepung gelisah. Bagaimana ini? Seperti apa rupa yang akan menikah dengannya. Apakah ada salah satu ciri yang di sebut oleh adiknya.
Karena berpikir ingin membebaskan adiknya. Adira tidak memikirkan seperti apa lelaki yang akan menikah dengannya. Ah ... Dia benar-benar telah mengorbankan masa depannya.
“Habislah aku,” gumam Adira.
Adira bisa darah tinggi nih karena adiknya. Serukan keluarga Adira. Jadi pawang dua cowok ganteng.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
ike
istri ke 13? 😁😁😁😁
2023-11-04
3
🍭ͪ ͩ𝕸y💞 |ㄚ卂卄 ʰⁱᵃᵗᵘˢ
emang nggak ada yang gagal menghibur karya kak sya nih 👍
nggak ada visual Azka dan Andra kah, seganteng apa mereka kan jadi penasaran 🤭
2023-10-25
10
StAr 1086
Adira, Aska dan Andra anak siapa ya, apakah kecelakaan ayah mereka ada hubungannya dengan keluarga Wisnu.....
2023-10-21
1