Bab.5

Mendengar teriakan dari  menantunya, Lidia bergegas menuju kamar sang anak. Disusul oleh yang lainnya, tak lama Bagas pun datang dengan rambut masih basah.

Betapa terkejutnya mereka, melihat Aluna yang sedang dicekik oleh Vita. Lidia memutuskan untuk kebelakang, mengambil sesuatu yang dia butuhkan.

"Aluna," pekik Almira, Hasan dan Raka.

"Sayang, kamu sudah gila. Hah!" Bentak Bagas, dia mencoba melepaskan tangan Vita pada leher Aluna yang sudah terbatuk-batuk.

"Bun-Bunda, ahh ... Lepaskan," ucap Aluna.

"Kamu harus mati, hihihi." Suara Vita berubah menjadi anak kecil, membuat Bagas mundur. Dia kenal dengan suara itu, suara Helena.

"Helena." Desis Bagas.

"Helena." Seru anak-anak, menoleh pada Vita yang masih melukai Aluna.

Lidia kembali lagi, dengan air di tangannya. 

"Helena, lepaskan cucuku." Marah Lidia, menatap tajam Vita. Namun, bukannya melepas malah semakin kencang saja.

"Helena, aku peringatkan kamu." Lidia terus menyipratkan air pada tubuh Vita, yang mulai kepanasan.

"Ahh ... Panas, panas." Pekik Vita, lalu melepaskan tangannya pada leher Aluna.

Aluna terduduk lemas, dan terus batuk-batuk. Almira memeluk Aluna, sedangkan Hasan memberikannya minum. Raka? Dia tercengang menatap kejadian di depan mata.

Vita ambruk seketika, dan Bagas langsung membaringkan sang istri. Bagas menatap Aluna dan Vita secara bergantian, berpikir apakah mereka harus kembali ke Jakarta?

Vita mengeram dia mengerjapkan matanya, menatap Bagas yang tengah melamun juga semua orang sedang berkumpul di kamarnya.

"Ada apa, ini? Mas." Lirih Vita.

"Sayang, kamu sudah sadar?" tanya Bagas.

"Memang aku, kenapa?"

Lalu pandangan Vita tertuju pada Aluna, yang memegang lehernya.

"Aluna, kamu kenapa, nak?"

"Kamu ... Tidak ingat apa yang terjadi, barusan?" tanya Bagas.

"Memang apa yang terjadi, mas?"

"Sudah-sudah, kamu tidak apa-apa Vit. Makanya jangan melamun," sela Lidia.

"Ayo semuanya, kita sarapan dulu. Aluna biar Oma yang obati kamu." Lanjutnya kemudian.

"Baik Oma," lirih Aluna, semuanya keluar dari kamar Bagas dan Vita. 

"Apa yang terjadi, mas?" Vita kembali bertanya, setelah semua orang keluar. Seingatnya, dia sedang menyisir rambut dan ada sosok anak perempuan di belakangnya lalu dia tak ingat lagi setelah itu.

"Tidak ada apa-apa, sayang. Kamu tadi hanya melamun, jadinya kemasukan sama penunggu pohon dekat ayunan." Jujur Bagas.

"Apa? Hii ... Kok bisa sih mas?"

"Sudahlah, ayo kita sarapan. Kamu sudah baikan kan?"

"Sedikit pusing, tapi aku tidak apa-apa."

"Ya sudah, tetap tunggu di sini. Mas mau pakai baju dulu," kata Bagas, dijawab anggukan oleh Vita.

Di meja makan.

Semuanya telah berkumpul, kecuali Bagas dan Vita. Mereka makan di kamar, karena Vita mengeluh sedikit pusing.

"Aluna, kamu baik-baik saja, nak?" tanya Oma Lidia.

"Iya Oma, aku sudah agak mendingan sekarang." Sahut Aluna, dia membuang napas dengan kasar. Lehernya masih sedikit sakit, karena cekikan Vita sangat kuat.

Oma Lidia mengangguk, lalu memanggil Nisa dan membisikan sesuatu pada sang asisten rumah tangga tersebut.

"Baik, Oma." Jawab Nisa, lalu meninggalkan meja makan tersebut.

Aluna, Almira, Hasan dan Raka. Tak berkata sepatah pun, pada sang Oma. Mereka melanjutkan sarapan mereka.

***

Setelah sarapan selesai, mereka semua berkumpul di ruang tengah. Tak lama, Nisa datang dengan enam gelas minuman herbal.

"Minumlah," titah Oma Lidia, setelah Nisa meletakkannya.

"Minuman apa, itu Oma?" tanya Raka, pasalnya minumannya seperti tak layak minum.

"Itu minuman herbal, isinya jahe merah, kunyit dan madu." Kata Oma Lidia, tak menyebutkan daun bidara. Karena Oma Lidia tahu, mereka tak akan meminum itu.

"Minumlah," titah Oma Lidia, karena anak-anak hanya menatapnya saja.

Bagas yang pertama mengambilnya, dan memberikan pada Vita. Dia tahu, bahwa minuman tersebut untuk ruqyah mandiri. Sudah di doakan oleh Oma Lidia.

"Ayo minum, rasanya enak." Kata Bagas, pada anak-anak.

"Beneran enak, Yah?"  tanya Aluna ragu.

"Iya, rasanya manis dan hangat. Karena dari jahe merah," jelas Bagas, sambil menyeruput minumannya. Vita pun begitu menikmati minuman itu. Namun, tak lama dia begitu mual.

Vita berlari menuju wastafel yang berada di dapur.

"Vita, sayang." Panggil Bagas, mengikuti sang istri.

"Hoek!"

Vita terus memuntahkan isi perutnya, membuat Aluna dan Almira menyimpan kembali minuman tersebut. Tidak dengan Hasan dan Raka, mereka meminumnya memang benar sangat enak ada rasa pahitnya. Namun, itu tersamarkan dengan rasa manis dari madu.

"Oma, apa Bunda baik-baik saja?" tanya Aluna, dilihatnya Oma Lidia membuang napas dengan pelan.

"Bunda mu, dia ... Kerasukan," ungkap Oma Lidia, membuat Aluna dan yang lainnya terkesiap.

"Apa? Kerasukan," seru mereka kompak.

"Ya, dan yang menyerang kamu. Bukan Vita, tapi roh anak kecil yang dulu menjadi teman ayah mu. Bagas," kata Oma Lidia, menatap cucu-cucunya.

"Jadi, maksud Oma. Hantu itu ... Suka sama Ayah gitu?" tebak Aluna.

"Ya begitulah, dulu mereka Oma paksa untuk berpisah. Karena dia keterlaluan ingin mencelakai Bagas dan Biantara." Kata Oma Lidia.

"Aku kira, hanya di novel-novel aja yang di sukai hantu." Celetuk Raka terkekeh, lalu menatap Aluna yang juga menatapnya dengan cemberut.

"Diem deh, lo Ka." Kesal Aluna, sementara Hasan hanya menyimak pembicaraan mereka. Dia memang tahu cerita itu, dari sang ayah dulu saat masih kecil jadi tak aneh memang.

"Ayo Oma, cerita lagi. Gimana Om Bagas pada akhirnya," kata Raka, paling semangat.

"Seneng banget lo, Ya." Cibir Aluna.

"Iya dong, buat bahan gue nih. Lo gak tau aja, gue selalu buat podcast tentang makhluk gaib di salah satu chanel gue." Cetus Raka, memang Raka sering membuat konten atau cerita yang berbau horor.

"Jangan lupa, mampir di chanel gue. Raka His story. Dimana semua rahasia, akan diungkap disana." Kekeh Raka, membuat Aluna dan Almira memutar bola mata dengan kompak. 

"Rese lo, San. Malah ketawa harusnya ... Lo tuh dukung hobi gue," ujar Raka.

"Iya gue dukung, tenang aja. Lewat doa tapi." Tawa Hasan pecah, Oma Lidia merasa senang melihat tawa cucu-cucunya. Raka dan Almira, sudah dianggap cucu juga.

Sementara itu.

"Sayang, kamu istirahat dulu saja ya!" pinta Bagas, di jawab anggukan oleh Vita.

Setibanya di kamar, lagi dan lagi Helena merasuki tubuh Vita. Tiba-tiba Vita menangis terdengar sesenggukan. Namun, semakin lama tangis itu menjadi lirih. Membuat Bagas menjadi heran saat melihat sang istri memunggunginya.

Hanya keluar sebentar membawakan air hangat, Vita menangis begitu menyakitkannya.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Bagas.

"Bagas..." Lirih Vita yang dirasuki oleh Helena.

"Ada apa?"

"Jangan tinggalkan aku, aku takut. Kamu pergi lama sekali, dan aku tidak bisa menemui mu. Karena Ibumu yang membentengi rumah ini," kata Vita dengan menangis.

"Apa maksudmu, aku tidak mengerti. Vita?"

Saat berbalik Bagas terkejut, melihat Vita yang pucat matanya merah juga senyum yang menakutkan.

Bersambung...

Maaf typo, jangan lupa tinggalkan jejak. Makasih 🙏

Terpopuler

Comments

Mochi 🐣

Mochi 🐣

Lanjutt

2023-08-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!