Kecewa

Seiring berjalannya waktu, Farhan dan Aisyah semakin memahami makna memiliki dan menjaga hubungan. Mereka belajar saling menghargai, memberikan ruang, serta berbagi kebahagiaan dan kesedihan.

Namun, kehidupan sering kali tak semulus yang diharapkan. Sama seperti musim yang selalu berubah, hubungan mereka pun dihadapkan pada musim baru. Hadirnya Satria, pemuda karismatik yang baru saja pindah ke sekolah mereka, membawa angin segar sekaligus tantangan baru.

Satria cepat menjadi populer di sekolah. Pesona dan sikapnya yang ramah membuat banyak orang, termasuk beberapa teman Aisyah, terpikat. Aisyah, yang awalnya tak begitu memperhatikan, mulai merasa ada sesuatu yang berbeda ketika Satria mulai menunjukkan perhatian lebih kepadanya.

"Aisyah, apa kau tahu? Satria menanyakanmu tadi," kata Nisa suatu hari, matanya berbinar.

"Hah? Kenapa dia menanyakanku?" tanya Aisyah, tampak terkejut.

Nisa mengangkat bahu, "Aku juga tidak tahu. Tapi sepertinya dia tertarik padamu."

"Tertarik padaku?" Aisyah mengulangi kata-kata Nisa dengan ekspresi terkejut di wajahnya. "Tapi kenapa? Aku mean, dia kan baru saja pindah ke sekolah ini. Dia bahkan tidak benar-benar mengenalku."

Nisa hanya mengangkat bahu lagi, tampak tak peduli. "Siapa yang tahu, Syah. Mungkin dia melihat sesuatu di dirimu yang dia suka. Kamu tahu kan, Satria itu orangnya misterius."

Aisyah menatap Nisa, merasa bingung dan sedikit khawatir. Dia dan Farhan baru saja menemukan keseimbangan dalam hubungan mereka setelah kejadian dengan Rizki. Dia tidak yakin apakah mereka siap untuk menghadapi tantangan baru.

Sementara itu, Farhan sedang berada di lapangan basket, berusaha melupakan semua kekhawatirannya dengan bermain bola. Dia telah mendengar tentang Satria dan bagaimana dia mulai mendekati Aisyah. Meskipun dia ingin percaya pada Aisyah, ada bagian darinya yang tidak bisa tidak merasa cemas.

Hari berikutnya, ketika Farhan melihat Satria berbicara dengan Aisyah di lorong sekolah, dia merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Dia tahu dia harus berbicara dengan Aisyah tentang ini.

Namun, apa yang harus dia katakan? Bagaimana dia bisa menjelaskan rasa cemburunya tanpa terdengar posesif? Dan bagaimana jika Aisyah malah marah kepadanya?

Farhan merasa terjebak dalam dilema. Dia tahu dia harus melakukan sesuatu, tapi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Saat itu, dia menyadari bahwa cinta memang indah, tapi juga bisa membuatmu merasa takut dan bingung.

"Aisyah, bolehkah aku bicara sebentar?" Farhan memulai, mencoba terdengar sebiasa mungkin.

Aisyah menoleh dan tersenyum, "Tentu, ada apa Farhan?"

"Aku... Aku mendengar bahwa Satria telah berbicara denganmu," kata Farhan, mencoba memilih kata-katanya dengan hati-hati.

Aisyah tampak terkejut sejenak sebelum menjawab, "Oh, itu. Ya, dia memang berbicara padaku. Tapi tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Farhan."

"Aku tahu, Aisyah. Tapi aku... aku merasa cemas," ungkap Farhan, melihat langsung ke mata Aisyah. "Aku mencintaimu, Aisyah. Dan pikiran bahwa ada orang lain yang mungkin tertarik padamu membuatku tidak nyaman."

Aisyah menatap Farhan dalam diam selama beberapa detik sebelum menggenggam tangannya dan berkata, "Farhan, aku mencintaimu. Dan tidak ada siapapun yang bisa mengubah itu. Tidak perlu merasa cemas. Kamu percaya padaku, kan?"

Farhan mengangguk, merasa lega mendengar kata-kata Aisyah. "Tentu saja aku percaya padamu, Aisyah. Aku... Aku hanya perlu mendengarnya darimu."

Dengan wajah yang tampak lega, Farhan mempererat genggamannya pada tangan Aisyah. "Terima kasih, Aisyah," katanya, menatap mata Aisyah dengan penuh rasa syukur.

Aisyah tersenyum, "Itu yang seharusnya aku katakan, Farhan. Terima kasih sudah jujur padaku."

Mereka berdua merasakan lega, seakan beban di hati mereka telah terangkat. Namun, belum ada yang mengetahui bahwa di balik sudut, seseorang sedang memperhatikan mereka.

Rizki, yang masih berusaha melupakan perasaannya pada Aisyah, terkejut melihat mereka. Melihat mereka begitu dekat, saling memahami, dan tampak bahagia, membuat hatinya kembali menyeruak dengan rasa sakit. Dia berpaling, berusaha melupakan apa yang baru saja dilihatnya.

Di sisi lain, Satria yang sedari awal sudah tertarik pada Aisyah, merasa ada yang tidak beres. Dia melihat hubungan antara Aisyah dan Farhan dan bertekad untuk mencari tahu lebih banyak.

Satria berjalan di lorong sekolah, pikirannya penuh dengan Aisyah. Dia melihat bagaimana Aisyah dan Farhan tampak akrab, dan itu membuatnya merasa cemburu.

"Kenapa dia?" gumam Satria sendiri. "Apa yang membuatnya spesial?"

Pada saat itulah dia bertemu dengan Nisa, teman baik Aisyah. "Hei, Satria, kamu tampak bingung," kata Nisa sambil tersenyum.

Satria tersenyum kembali, "Ah, hanya sedikit berpikir."

Nisa memiringkan kepalanya, "Tentang Aisyah?"

Satria tampak terkejut, "Bagaimana kamu tahu?"

Nisa tertawa, "Kamu bukan satu-satunya yang memperhatikannya, Satria. Apa yang ingin kamu tahu?"

Satria merasa gugup, tetapi dia memutuskan untuk jujur, "Apa dia dan Farhan... mereka bersama?"

Nisa tampak terkejut, tetapi dia mengangguk, "Ya, mereka memang dekat. Tapi aku rasa Aisyah adalah tipe gadis yang bisa berbicara dengan siapa saja. Jadi, jangan khawatir."

Satria menghela nafas, merasa sedikit lega. "Terima kasih, Nisa. Itu... cukup menenangkan."

Nisa tersenyum, "Tidak masalah, Satria. Aku yakin kamu punya banyak hal yang bisa kamu tawarkan ke Aisyah. Jangan terlalu khawatir."

Namun, meskipun ucapan Nisa membuatnya merasa lebih baik, Satria tidak bisa menepis rasa cemburunya begitu saja. Dia berpikir keras, mencoba merencanakan langkah selanjutnya.

Keesokan harinya, Satria memutuskan untuk berbicara langsung dengan Aisyah. Dia menemukannya sedang duduk sendirian di taman, tampak sedang berpikir.

"Aisyah," panggil Satria pelan, tidak ingin mengganggunya.

Aisyah menoleh, tampak terkejut melihat Satria. "Oh, hei, Satria. Ada apa?"

Satria menarik napas dalam, "Aku... Aku ingin berbicara tentang sesuatu. Tentang... tentang kita."

Aisyah tampak bingung, "Kita? Ada apa, Satria?"

Satria merasa degup jantungnya berpacu. Dia tidak tahu bagaimana Aisyah akan bereaksi, tapi dia tahu dia harus jujur. "Aisyah, aku... aku suka kamu."

Aisyah tampak terdiam, wajahnya penuh kejutan. Dia menatap Satria, matanya melebar. "Satria... kamu... apa?"

Satria mengangguk, "Aku tahu ini mungkin mengejutkanmu. Tapi itu benar, Aisyah. Aku suka kamu. Aku suka caranya kamu tersenyum, suka bagaimana kamu selalu berpikir positif, suka cara kamu menangani masalah... Aku suka segalanya tentang kamu."

Aisyah tampak terpaku. Dia membuka mulutnya, tapi tidak ada suara yang keluar. Dia tampak bingung, seolah-olah dia tidak tahu harus berbicara apa.

Satria merasa cemas melihat reaksi Aisyah. "Aku... Aku mengerti jika ini mengejutkanmu. Aku hanya... aku hanya ingin kamu tahu perasaanku."

Aisyah tampak menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Dia menatap Satria, matanya tampak mencari sesuatu. "Satria, aku... aku butuh waktu untuk berpikir."

Satria mengangguk, merasa sedikit lega. "Tentu saja, Aisyah. Ambil waktumu. Aku tidak ingin memaksamu."

Baru saja kata-kata itu keluar dari mulut Satria, tiba-tiba ada bayangan yang melintas cepat di sudut matanya. Sebelum Satria sempat bereaksi, sebuah tinju mendarat di wajahnya dengan keras.

"Farhan!" teriak Aisyah, berlari menuju Satria yang jatuh tersungkur.

Satria merasakan rasa sakit yang menusuk di pipinya, dan dia bisa merasakan darah mengalir dari hidungnya. Dia mendongak, dan matanya bertemu dengan sosok Farhan yang berdiri dengan napas memburu dan wajah penuh kemarahan.

"Kenapa kamu, Satria?" teriak Farhan, matanya menatap Satria dengan kemarahan dan pengkhianatan. "Kenapa kamu berani-beraninya menyatakan cinta pada cewekku?"

Aisyah berdiri di samping Satria, matanya penuh dengan kekhawatiran dan shock. "Farhan, berhenti! Ini tidak seharusnya terjadi!"

Tapi Farhan tampak tidak mendengar. Dia hanya menatap Satria dengan tatapan marah. "Kamu akan menyesal telah melakukan ini, Satria."

------

Kabar tentang perkelahian antara Farhan dan Satria segera mencapai telinga Ayah Farhan, yang tidak lain adalah Rektor kampus tempat mereka bersekolah. Ayah Farhan memanggil Farhan ke ruangannya, tampak marah dan kecewa.

"Farhan, apa ini yang kudengar? Kamu berkelahi di kampus?" tanya Ayah Farhan, matanya menatap Farhan dengan tajam.

Farhan menunduk, merasa malu. "Maaf, Ayah. Aku... aku kehilangan kendali."

Ayah Farhan menghela nafas, tampak kecewa. "Farhan, aku tahu kamu mungkin sedang mengalami masalah, tapi itulah kehidupan. Kita tidak bisa berkelahi setiap kali kita merasa diperlakukan tidak adil."

Farhan mengangguk, "Aku tahu, Ayah. Aku... aku akan berusaha lebih baik."

Ayah Farhan menatap Farhan, "Aku harap begitu, Farhan. Karena perbuatanmu ini, kamu harus menerima konsekuensinya. Kamu akan mendapatkan hukuman."

Farhan mengangguk lagi, wajahnya tampak pasrah. Dia tahu dia telah membuat kesalahan dan dia siap untuk menerima hukumannya. Tapi yang lebih penting, dia tahu dia harus memperbaiki kesalahannya pada Aisyah dan Satria. Dia hanya berharap itu tidak terlambat.

Setelah berbicara dengan ayahnya, Farhan merasa pikirannya dipenuhi oleh berbagai emosi. Dia kecewa pada dirinya sendiri, pada Satria, tapi terutama pada Aisyah.

Begitu keluar dari kantor ayahnya, dia melihat Aisyah menunggunya. Wajahnya tampak cemas, dan dia segera berjalan mendekat saat melihat Farhan.

"Farhan..." ucap Aisyah, suaranya penuh kekhawatiran.

Farhan memandang Aisyah, matanya berkilauan dengan emosi yang dia tidak bisa sembunyikan. "Kenapa, Aisyah?" tanya Farhan, suaranya pahit. "Kenapa kamu membela Satria?"

Aisyah tampak terkejut, "Farhan, aku..."

"Tidak," potong Farhan, wajahnya tampak tegang. "Kamu memilih untuk berpihak pada dia daripada aku. Dia yang memulai semua ini, tapi kamu malah membela dia. Apa aku salah memahamimu, Aisyah?"

Aisyah terdiam. Dia merasa tidak siap untuk menghadapi kemarahan Farhan, dan dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya untuk memperbaiki situasi ini. Dia hanya bisa menatap Farhan dengan mata berkaca-kaca, merasa hatinya hancur melihat pria yang dia cintai begitu marah padanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!