02. Tak Terduga

Plak!

Bunyi tamparan telak yang dilayangkan oleh Rafinza, selaku kepala keluarga pada putri sulungnya, terdengar menggema di seluruh penjuru rumah.

Putri sulungnya, Sherly, yang mendadak pergi dari ruang rias pengantin, kini anak gadisnya itu kembali dengan keadaan baik-baik saja.

Sudah dari pagi sekali Rafinza menahan amarahnya. Dan sekarang, ketika Sherly datang ke rumah dengan maksud untuk mengepak pakaian berniat pergi, lantas membuat Rafinza menggila. Tak segan bagi pria kepala lima itu sampai berakhir menampar darah dagingnya sendiri di depan istri serta pembantu rumah tangga.

"Puas kamu, hah? Puas sudah hampir membuat Papa dan Mama malu, iya? Kalau bukan karena adik kamu yang rela mengorbankan diri, hari ini kami semua benar-benar akan dipermalukan oleh tingkah kekanak-kanakan kamu dan juga si Gibran itu!" Rafinza kian emosi saat Sherly hanya diam dan meratapi pedih tamparan darinya.

Saat Rafinza hendak melayangkan tamparan lain, istrinya, Priska langsung menahannya. "Cukup! Nggak ada gunanya kamu pukul Sherly lagi!"

Dengan amat berat hati, Rafinza melepaskan tangannya. Tarikan napas berat menjadi saksi betapa marahnya Rafinza saat ini.

"Katakan! Supaya apa kalian putus di hari pernikahan?" Rafinza bertanya tanpa berniat menatap ke arah putrinya.

Dengan perasaan takut dan gugup, Sherly menarik napasnya dalam-dalam. "A-aku minta maaf, Pah, Mah! Aku terpaksa pergi ninggalin pernikahanku."

"Tapi kenapa? Apa alasannya?" Gemas dan kesal seolah menyatu dalam diri Rafinza. Dia ingin segera mengetahui alasan kuat yang menyebabkan gagalnya pernikahan antara Sherly dan Gibran.

"Ini semua gara-gara Gibran." Ucapan Sherly seketika mengundang perhatian penuh Rafinza dan Priska. Sepasang suami istri itu mulai menatap bingung pada putri sulungnya.

"Gibran? Kalian berantem?" Tanya Priska, setelah cukup lama wanita paruh baya itu hanya diam dan menonton.

"Lebih tepatnya dia yang putusin aku duluan! Dia kirim SMS buat batalin acara pernikahan ini demi selingkuhannya yang sekarang lagi hamil! Menurut kalian, apa aku masih harus tetap melangsungkan pernikahan disaat calon suami aku sendiri nggak akan pernah datang menghadiri? Aku juga punya harga diri, aku malu!"

Amarah dalam diri Rafinza perlahan mulai melebur mendengar keluh kesah pilu putri sulungnya. Tak pernah Rafinza bayangkan, Gibran yang selama ini begitu lembut dan perhatian, nyatanya memiliki sisi lain. Dengan teganya laki-laki itu menyakiti perasaan putri sulungnya sampai membuat pesta pernikahan yang tinggal selangkah lagi sah, dibuat kacau sampai harus menjadikan Sharon dan Alaska pengganti dari kekacauan gila ini.

Sial!

"Jujur saja, Sherly! Papa sangat kecewa sama Gibran, tapi Papa juga kecewa sama kamu. Bisa-bisanya kamu pergi begitu saja tanpa mau memberitahu kami tentang masalah kalian. Jika saja hari ini kamu tidak pergi, adik kamu tidak akan kami paksa untuk menikah menggantikan kamu dan Gibran."

Dada Sherly mencelos mendengar penuturan panjang papanya. "Maksud Papa ... Sharon? Sharon gantiin aku nikah? Sama ... siapa?" Sungguh, Sherly merasa semakin bersalah pada keluarganya. Ia kembali merutuki dirinya sendiri yang begitu egois sampai berakhir mengorbankan adik kesayangannya.

"Kamu pikir Sharon bisa nikah sama siapa lagi? Kami terpaksa memojokkan Sharon sama Alaska untuk menutupi aib yang kamu dan Gibran lakukan hari ini! Puas kamu membuat kami semakin merasa bersalah pada Sharon? Dan seandainya pernikahan tidak dilanjutkan, kami semua akan menanggung malu yang berkepanjangan! Mempelai pria tidak menghadiri acara pernikahan, sementara mempelai wanita kabur entah ke mana. Kamu kira ini lelucon? Kenapa kamu tidak bilang sama Mama dan Papa?!" Tangis Priska mulai pecah disela menumpahkan segala amarahnya.

Jujur saja, Priska juga sama marahnya seperti Rafinza. Hanya saja, Priska tidak langsung marah selayaknya Rafinza yang terburu-buru. Priska masih punya hati nurani untuk mendengarkan alasan dibalik semua yang terjadi hari ini sampai pada akhirnya wanita itu benar-benar meluapkan emosinya dengan sungguh-sungguh.

"Oh, ya. Besok Sharon akan resmi bercerai dengan Alaska! Adik kamu yang tidak tahu apa-apa itu statusnya mulai besok akan berubah menjadi janda. Tega kamu meninggalkan pesta pernikahan kamu sendiri dan membuat kami kelimpungan seperti ini! Seandainya kamu nggak pergi, mungkin kami tidak akan memaksa Sharon dan juga Alaska untuk menikah. Demi harga diri walau harus menanggung malu, mungkin kami juga akan membubarkan pesta pernikahan ini, tanpa harus memojokkan mereka menggantikan kamu dan juga Gibran."

...****...

Cahaya matahari pagi yang menyorot langsung ke area wajah, membuat seseorang bergerak tak nyaman dalam tidurnya. Ketika mencoba mengubah posisi, sesuatu yang hangat dan berat terasa melingkar di pinggangnya. Anehnya, rasanya seperti tidak ada sedikit pun penghalang, sampai sesama kulit terasa saling menempel dengan begitu lengket.

Perlahan, Sharon membuka matanya. Kepala dan tubuhnya terasa berat. Ketika kesadarannya mulai kembali, bayangan gila mulai terputar di kepala.

Alaska!

Saat itu juga, tubuh Sharon serasa membeku, apalagi ketika dirinya mulai mengintip ke dalam selimut.

Sial! Apa yang udah terjadiiii!

"Alaska, bangun! Lihat, apa yang udah lo lakuin sama gue?! Anj*rlah, kemaren kita nggak bener-bener gituan 'kan?"

Panik? Jelas!

Lengan kekar Alaska yang masih melingkar di pinggang polosnya, semakin membuat Sharon gemetar. Apalagi saat ingatan demi ingatan di mana keduanya melakukan penyatuan berulang, semakin membuat Sharon ketakutan.

Nggak! Bukan gini endingnyaaaa!

"Alaskaaa! Bangunnn!"

"Ck, apaan siii? Masih ngantuk gue." Dengan gilanya, Alaska kian mengeratkan pelukannya pada Sharon.

"Alaska! Kita gak beneran gituan 'kan? Ki-kita cuman tidur biasa sama nggak sengaja nggak pake baju aja. Iya, 'kan?" Ucapan Sharon berikutnya, seketika membuat Alaska terbelalak. Dengan cepat ia melepaskan pelukannya, sehingga membuat Sharon lantas berbalik dan menghadapnya.

Terjadi adu kontak beberapa saat di antara Sharon dan Alaska. Jantung keduanya dibuat berdegup tak karuan saat memandangi satu sama lain yang tidak mengenakan sehelai pakaian apa-apa, kecuali sebuah selimut yang tidak sampai menutupi rapat. Alaska bahkan dapat melihat dengan sangat jelas aset Sharon yang membuatnya mengingat dengan jelas kejadian kemarin malam.

"Enggak! Kita kemaren gituan!" Ujar Alaska spontan. Kedua matanya masih memelotot.

"Te-terus? Cu-cuman sekali 'kan?" Sharon bertanya hati-hati. Berharap seluruh ingatan berbeda-beda yang memenuhi kepalanya hanyalah sekadar mimpi.

Nyatanya, jawaban polos dari Alaska sudah cukup membuat Sharon frustasi.

"Enggak! Di kasur dua kali, di sofa sekali, di depan cermin sekali."

"Kacau! Kita sebrutal itu? Te-terus?"

"Lo ... mau yang lebih rinci?" Tanya Alaska, menyadarkan Sharon, sehingga dengan cepat dia bangkit dari posisi tidur. Terduduk parau sembari memikirkan kejadian kemarin malam sampai lupa dengan keadaannya sendiri yang begitu polos, sehingga membuat Alaska semakin teringat jelas dengan kejadian kemarin.

"Sorry, Shar! Ini salah gue. Harusnya kemaren gue nggak-"

"Terus, soal perceraian kita hari ini?" Dirasa cukup berdiam diri, Sharon kembali menghadap Alaska. Raut wajahnya tampak tertekan dengan bola mata yang berkaca-kaca.

Sialan lo Alaska! Lo apain anak orang?

"Eungh ... Ya, nggak jadilah! Gobl*k dong gue kalau cerain lo setelah apa yang udah kita lakuin kemaren?"

Saat itu juga, Sharon langsung menangis berderai air mata. Hatinya sakit dan malu saat mengingat betapa menyenangkannya tadi malam bersama Alaska.

Padahal keduanya berjanji akan mengakhiri pernikahan mereka dikeesokan hari. Namun dikeesokan harinya, yaitu hari ini, keduanya malah disadarkan dengan hal tak terduga, di mana Sharon dan juga Alaska telah menghabiskan malam pertama selayaknya pasutri sungguhan.

Sudut hati Alaska mendadak tak tega melihat Sharon yang menangis di depannya. Tanpa pikir panjang, Alaska menarik tubuh Sharon dan memeluknya untuk memberikan kekuatan.

"Maaf! Karena udah terlanjur, lo mau nggak jalanin ini sama gue?"

"Maksud lo?" Perlahan, Sharon mendongak menatap wajah Alaska yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahnya.

"Lo sama gue jadi pasutri."

"Terus cewek lo?" Pertanyaan Sharon, membuat Alaska pusing.

Sial! Alaska lupa soal hal itu!

"Nanti gue pikirin lagi! Mungkin perlu waktu. Lo mau 'kan nungguin gue?"

"Ha-hah? Lo ... serius?" Entah perasaan seperti apa yang memenuhi hati Sharon saat ini. Namun anehnya, Sharon ingin memercai semua ucapan Alaska yang berniat baik padanya.

Beruntung banget yang pernah jadi ceweknya Alaska! Batin Sharon tanpa sadar.

"Ini soal tanggung jawab. Gue nggak bisa lari, dan lo juga nggak bisa lari! Intinya, ini bukan tentang salah satu orang, tapi salah kita. Nggak akan ada hari kemaren dan sekarang kalau bukan karena kita yang sama-sama mulai duluan. Jadi, jawaban lo?"

Sharon tampak menimbang-nimbang beberapa saat. Kepalanya mengangguk mantap dibarengi dengan helaan napas berat. "Oke. Gue mau!"

...****...

Siang ini, kedua keluarga dari pihak Alaska dan Sharon kembali dipertemukan. Memilih sebuah tempat privasi sebagai wadah pembuka obrolan serius, tepatnya di sebuah Restoran Jepang yang mengusung tema privat.

Kedua keluarga dibuat bertanya-tanya, tak sedikit juga yang menduga-duga bahwa berkumpulnya mereka hari ini, tak lebih untuk mengumumkan perceraian Sharon dan Alaska.

Sekiranya waktu telah berjalan lima menit, tak ada yang membuka suara lebih dulu. Fokus masing-masing kedua orang tua tak henti-hentinya terus melirik ke arah Alaska dan Sharon yang tengah bertukar informasi melalui gestur mata.

Tak berapa lama, Alaska menghela napas panjang lalu berdiri. Fokus seluruh anggota keluarga lagi-lagi tertuju pada Alaska.

"Mungkin aku mau to the point aja. Aku mau ngumumin sesuatu kalau aku sama Sharon ... nggak akan cerai."

Kedua keluarga yang awalnya hanya mengangguk-angguk paham, tiba-tiba menoleh dengan raut penuh tanya. Dan tentunya, mereka terkejut dengan pengumuman dari Alaska yang berbanding terbalik dengan keinginan mereka kemarin malam.

"Kalian ... serius?" Sevia, selaku ibu kandung Alaska, bertanya tak percaya.

Dengan menarik napas dalam-dalam, Alaska pun mengangguk.

"Kenapa?" Timpal Gavindra, selaku ayah kandung Alaska.

"Hm, ceritanya panjang. Jadi-"

"Jangan-jangan kalian udah ngelakuin itu, ya?" Selaan dari Priska, seketika membuat wajah Alaska dan Sharon memerah. Keduanya sama-sama terdiam kaku. Namun hal itulah justru yang membuat kedua keluarga tak lagi memasang raut wajah suram.

Tawa hangat bercampur obrolan absurd mulai memenuhi satu ruangan. Alaska yang kehabisan kata-kata pun memilih duduk kembali di samping Sharon yang tengah menyembunyikan rona merah di wajahnya.

"Hari ini biar Saya yang traktir! Pesan sesuka kalian!" Gavindra berucap membuka obrolan baru.

"Eeh, tidak bisa! Biar saya saja yang traktir. Mungkin lain kali boleh besan yang traktir," seolah tak mau kalah, Rafinza ikut menimpal. Perasaan senang bercampur rasa lega, membuat Rafinza bersemangat.

Di sisi lain, Sharon tampak menunduk lesu. Wajahnya terus dia tutupi dengan satu tangan karena menahan malu.

"Lo kenapa nggak ngomong lagi?" Bisik Sharon, yang dibalas kekehan miris oleh Alaska.

"Gue bisa ngomong apa lagi? Emang pada kenyataannya kita udah ngelakuin itu! Oh, ya. Gue lupa nyebutin satu lagi."

"Apa?" Sharon menoleh penuh tanya. Sementara Alaska, laki-laki itu tampak menaikkan salah satu alisnya.

"Kita juga ngelakuin itu di depan pintu. Jadi totalnya lima."

"Damn!"

^^^To be continued...^^^

Terpopuler

Comments

it's me again

it's me again

gila...... gaskeun

2024-01-16

0

Jana

Jana

whaattt😅

2023-11-26

1

Charisma Putra M Putra

Charisma Putra M Putra

😅😅😅😅😅🥰🥰🥰

2023-09-19

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!