Malam harinya, Tasya menunggu Enzo di dalam kamarnya, namun sudah satu jam Enzo tidak kunjung datang, Tasya pikir Enzo akan masuk ke dalam kamar setelah selesai makan malam.
Namun ternyata pria itu kembali membawa kursi rodanya untuk masuk ke dalam lift menuju ruang kerjanya.
"Apa aku susul saja ya?" gumam Tasya seraya menimbang-nimbang.
"Tapi bagaimana jika dia kembali marah lagi sama aku," gumam Tasya lagi, kembali duduk di pinggiran ranjang, yang sedari tadi hanya mondar-mandir menunggu Enzo.
"Tidak, aku tidak mau mengganggunya." Tasya putuskan untuk tidak menyusul Enzo di ruang kerja pria itu, ahirnya Tasya lebih milih tidur lebih awal.
Begitu Tasya tertidur, jam dinding terus berputar, tidak menyangka pukul tiga dini hari Tasya akan terbangun, karena merasakan hawa dingin, selimut yang Tasya gunakan tersibak, hingga membuat kakinya tidak terselimuti.
"Hah, pukul berapa sekarang?" Tasya duduk, matanya melihat ke dinding menatap ke arah jam yang terpasang di sana.
Tasya langsung terkejut begitu tahu saat ini sudah pukul tiga dini hari.
"Astaga, aku tidur sendiri, berarti Tuan Enzo tidur di ruang kerja." Tasya menutup mulutnya yang menggangga.
Sejenak Tasya termenung, memikirkan saat ini yang baru saja terjadi, dan merangkaikan semua sikap Enzo dua hari ini setelah menjadi istri pria itu.
Tanpa permisi, bulir bening itu jatuh membasahi pipi mulus Tasya, hatinya tidak sejahat itu sampai membenci suaminya yang saat ini cacat tidak bisa berjalan, hanya duduk di kursi roda.
Tasya ingin bisa menghibur Enzo supaya pria itu punya semangat untuk sembuh, tapi kenyataannya kehadiran Tasya di tolak oleh pria itu.
Bahkan sudah menjadi suami istri, Enzo milih tidur sendiri di ruang kerja, tempat yang Enzo jadikan untuk menghabiskan waktu, yang sama sekali Tasya tidak tahu apa yang suaminya lalukan itu di dalam sana.
Karena apa bila Enzo sudah masuk ke ruang kerjanya, pria itu jarang untuk keluar lagi, bisa dibilang seharian penuh hanya di dalam ruang kerja, bahkan saat makan kadang pelayan mengantarkan ke ruang kerja, benar-benar membuat hubungan mereka minim komunikasi.
Hah! Tasya membuang nafas berat. "Aku akan ikuti apa maunya, demi dia bahagia."
Setelah berkata hal tersebut, Tasya kembali tidur lagi, karena masih dini hari.
Pagi datang.
Seperti hari kemarin, Tasya sarapan pagi hanya sendiri, Bahkan sejak semalam sehabis makan malam bersama Enzo, Tasya belum melihat suaminya itu lagi.
Mengapa aku punya suami seperti tidak miliki suami, batin Tasya sembari mengunyah makanan.
Tasya melirik Tia, yang masih setia berdiri menemani Tasya makan. "Apa kamu sudah sarapan?"
Tia menggeleng. "Belum, Nona." Jawabnya sembari menundukkan kepalanya.
Tasya menghentikan mengunyahnya, dan meletakkan sendok. "Sekarang ambillah piring dan makanlah bersama saya."
Tia menggelengkan kepalanya. "Tidak, Nona. Ini tidak baik untuk kami seorang pelayan makan bersama dengan, Nona."
"Ini perintah dari istri Tuan Muda Enzo," jawab Tasya tak terbantahkan.
"Ambil piring," ucap Tasya lagi saat masih melihat wajah tidak enak Tia.
Menolak pun percuma ahirnya Tia mengikuti kemauan Tasya, untuk makan bersama. Setelah mengambil piring serta sendok khusus pelayan, Tia kembali bergabung di meja makan milik majikan.
Ketika duduk di kursi tersebut, Tia merasa takut, karena ini dia menjadi pelayan pertama yang lancang berani makan bersama majikannya.
Tapi rasa tidak nyaman yang dirasakan Tia kini berganti rasa iba saat mendengar suara Tasya.
"Aku bosan di tempat sebesar ini, aku punya suami tapi seperti tidak miliki suami."
Ucapan Tasya terdengar malas, sembari mengaduk-aduk makanan dalam piring, seolah sudah enggan untuk makan lagi.
"Apa, Nona mau jalan-jalan?" Tia memberanikan diri untuk bertanya apa kemauan Tasya.
"Tentu saja." Tasya menjawab cepat, "Aku sudah terbiasa hidup di alam terbuka, jadi aku bosan hanya berada di dalam seperti ini," ungkap Tasya jujur.
Setelah sarapan pagi selesai, Tasya kembali mendatangi ruang kerja suaminya, begitu sampai di depan pintu ruang kerja pria itu, Tasya menghentikan langkahnya.
Bukan tanpa alasan pasti salah satu pengawal yang menjaga pintu ruang kerja Enzo, akan melapor dulu ke pria itu, atas kedatangan Tasya.
Setelah Tasya diijinkan masuk, wanita cantik berambut lurus dan lebat itu masuk ke dalam ruang kerja suaminya.
Tasya melihat Enzo sudah berganti baju, berbeda dengan pakaian yang semalam pria itu gunakan, tanpa memikirkan bagaimana caranya pria cacat itu mandi dan berganti baju, Tasya lebih langsung mengatakan tujuannya datang ke ruang kerja Enzo. Karena Tasya sudah tidak mau ikut campur urusan pria itu.
"Aku bosan, apa aku boleh mendatangi mansion, Mommy."
Ucap Tasya begitu berdiri di depan meja kerja Enzo.
Tatapan pria itu sangat dingin, menunjukan rasa tidak suka ke Tasya, tapi gadis cantik itu tak peduli, meski saat ini tengah menahan rasa takut, ditatap setajam itu.
"Apa aku boleh?" tanya Tasya lagi, saat Enzo masih diam belum memberi jawaban.
Terdengar helaan nafas berat Enzo sebelum pria itu bicara penuh penegasan, "Terserah, tapi ingat jangan ceritakan hubungan kita yang sebenarnya, atau aku akan membuat keluargamu jatuh miskin!"
Deg!
"Ba-baiklah, semua akan aman." Tasya yang terkejut dengan ancaman Enzo sampai berkata gugup.
Begitu urusannya dengan Enzo sudah selesai, Tasya pergi dari hadapan Enzo, mengibaskan rambutnya yang panjang ke belakang saat balik badan dan berjalan menuju pintu.
Bersama Tia, Tasya mendatangi mansion orang tua Enzo, yaitu tempat tinggal mertuanya.
Kedua mansion tersebut saling berhadapan, setelah keluar gerbang, kini gerbang mansion milik orang tua Enzo langsung menjadi pandangan matanya, hanya jalan sebagai pembatas.
Begitu Tasya dan Tia berdiri di depan gerbang mansion milik orang tua Enzo, satpam penjaga gerbang langsung membuka pintu gerbang begitu tahu Nona muda istri Tuan Enzo datang berkunjung.
Satpam tersebut menunduk hormat setelah mempersilahkan Tasya masuk ke dalam.
Tia mengajak Tasya menuju pintu masuk, setelah keduanya berada di dalam, Tia meminta Tasya untuk duduk di ruang keluarga, sementara Tia menuju dapur untuk menyiapkan air minum untuk Tasya.
"Hai, sayang," sapa Mom Zelea, yang saat ini masih berjalan menuruni anak tangga, yang sepertinya baru saja keluar dari dalam kamar.
Tasya tersenyum manis saat disapa oleh ibu mertuanya, sikap yang hangat ditunjukan untuk Tasya, benar-benar berbeda dengan sikap Enzo, yang selalu dingin dan angkuh kepada Tasya.
"Sudah sarapan belum?" Mom Zelea mengusap rambut Tasya, begitu duduk di sofa sebelah Tasya.
"Sudah, Mom." Tasya tersenyum.
Mom Zelea balas tersenyum. "Pasti sarapan sendiri ya? Tanpa Enzo."
Deg.
Tasya terkejut begitu tahu tebakan Mom Zelea benar, Tasya terus berusaha tersenyum untuk menyembunyikan perasaan sedihnya, seolah mengatakan ia tidak masalah dengan semua ini.
"Kamu yang sabar ya Sayang ... Sabar dalam menghadapi Enzo ... Jangan menyerah." Mom Zelea meminta tulus sembari memeluk Tasya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Mezuke Holee
Enzo ,,udah nikah aj ,,yy
nenx Thor ,,nunggu part "nofal & Mili ,,,juga
2023-07-15
1