...***...
Malam harinya, pada saat itu mereka sedang bersama. Di temani lampu sentir yang memiliki cahaya yang sangat unik. Gayatri Sadubi saat itu sedang memperhatikan bagaimana penampilan Raden Abinaya Agra.
"Aku benar-benar kesal kepadamu. Kenapa kau malah menjadi suamiku? Ingin rasanya aku membunuhmu!." Dengan perasaan yang sangat sakit dan amarah yang sama barangnya berkata seperti itu.
Raden Abinaya Agra hanya mampu tersenyum kecil mendengarkan ucapan itu. "Hamba hanyalah orang kecil, jadi hamba tidak bisa menolak apapun yang telah diperintahkan oleh seorang raja."
Brakh!.
Emosinya pada saat itu semakin memuncak. "Jadi kau ingin menyalahkan raka Prabu?! Kau ingin mengatakan jika ini semua salah raka Prabu yang telah memaksa aku menikah denganmu?! Kau ingin mengatakan itu?! Hah? Manusia buntung!." Ia keluarkan semua amarah yang ada di dalam hatinya saat itu.
"Mohon ampun Gusti putri, tentunya hamba tidak akan berani mengatakan itu, tapi Gusti putri lah yang telah berpikiran ke sana."
Plak!.
Suara tamparan keras terdengar di ruangan itu. Gayatri Sadubi telah mengeluarkan semua amarah yang ia rasakan. Bahkan saat itu ia terlihat ngos-ngosan karena menahan amarah yang ada di dalam dirinya saat itu. Sedangkan Raden Abinaya Agra hanya mampu diam saja, meskipun pada saat itu hatinya sangat sakit diperlakukan seperti itu.
"Kau ini benar-benar sangat menjijikkan! Kau dulu memang keturunan Raja biasa disegani karena ayahmu yang bersikap kejam! Saat ini kau tidak ada apa-apanya di mataku! Buntung!." Amarahnya masih saja meledak-ledak, hatinya pada saat itu sedang dipenuhi dengan kebencian terhadap Raden Abinaya Agra.
"Kau boleh saja membenci aku, itu adalah hakmu, karena kenyataannya aku memang seorang putra yang lahir dari raja yang kejam." Tentu saja ia dapat merasakan itu semua, ketika ia berbaur dengan kehidupan masyarakat yang ternyata sangat membenci ayahandanya. "Jika aku bukan lahir dari seorang raja yang kejam, mungkin aku akan melakukan hal yang sama, aku akan melakukan hal yang lebih kejam lagi daripada kalian." Raden Abinaya Agra pada saat itu mencoba untuk mengeluarkan apa yang ia rasakan.
"Kau tidak usah bersandiwara apapun kepadaku! Kau tidak usah meminta balas kasihan kepadaku dengan ucapanmu yang tidak berguna itu!." Gayatri Sadubi a benar sama sekali tidak ingin mendengarkan apa yang telah dikatakan oleh Raden Abinaya Agra. "Apapun yang kau katakan itu sama sekali tidak akan mengubah perasaan dendam kepadamu." Sorot matanya pada saat itu terlihat sangat tajam. Seakan-akan ia hendak menerkam tubuh Raden Abinaya Agra dengan kekuatan yang ia miliki. "Apapun yang kau lakukan, itu kita akan pernah mengubah pandangan kami! Jika kau adalah keturunan dari Raja kejam yang harus kami binasakan sesegera mungkin." Tidak ada kata lembut lagi dari wanita itu. Artinya seperti sedang membatu, tidak memiliki prestasi yang sedikit pun pada Raden Abinaya Agra.
...***...
Sementara itu Purwati Sadubi telah sampai tempat tujuan. Pada saat itu ia benar-benar harus berkonsentrasi. Untuk sejenak ia melupakan bagaimana perasaan cemas yang dirasakan ketika ia meninggalkan Raden Abinaya Agra.
"Nimas purwati."
"Saya guru." Ia memberi hormat pada seroang laki-laki setengah baya yang menjadi gurunya.
"Kau baru saja sampai, namun aku lihat kau memiliki niat yang sangat kuat untuk melakukan tujuanmu itu, Apakah kau memiliki suatu hajat yang hendak kau capai?."
"Saya hanya melakukan hal yang seharusnya saja."
"Benarkah?."
"Apakah guru telah meragukan apa yang hendak saya lakukan?."
Layang Senjana menghela nafasnya dengan pelan, ia tidak menduga akan mendapatkan balasan seperti itu.
"Baiklah, jika kau memang memiliki niat yang baik, aku akan melatih ilmu kanuragan yang kau miliki dengan tingkat yang berbeda sebelumnya."
"Terima kasih guru." Ia kembali memberi hormat. "Saya akan berlatih dengan sungguh-sungguh."
"Ya, sebagai seorang pendekar, kau harus melakukan itu dengan sangat baik, jika kau tidak sungguh-sungguh melakukan itu? Maka kau tidak akan mendapatkan apapun yang kau inginkan."
"Tentu saja saya akan melakukannya dengan sungguh-sungguh guru." Dengan penuh keyakinan ia berkata seperti itu.
"Baguslah jika memang seperti itu." Ada rasa puas yang ia rasakan ketika ada muridnya ingin melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh.
"Kalau begitu kau langsung istirahat saja malam ini di tempat para pendekar wanita berada, aku telah menyiapkan satu kamar istirahat untukmu. Karena rasanya aku tidak mungkin melatihmu malam ini."
"Terima kasih guru, kalau begitu saja pamit untuk istirahat, sampurasun."
"Rampes."
Purwati Sadubi segera pergi dari sana, ia ingin segera beristirahat. Sedangkan Aki Layang Senjana sedang melihat ke arah Senopati Taksa Wursita. Namun setidaknya hatinya merasa lega, karena murid kesayangannya itu telah kembali, namun di sisi lain ia melihat ada seorang pria agung yang dari tadi dengan sabar menunggu percakapan antara Purwati Sadubi dengan Aki Layang Senjana.
"Saya pengawal yang dipercayai Gusti Prabu untuk mengantar nimas purwati sadubi sampai di sini dengan aman tuan, jadi saya tidak memiliki niat jahat apapun di sini."
"Baiklah, jika kau memang merasa seperti itu.
"Senopati muda sepertimu memang sangat luar biasa, kau bisa mengawal orang paling dingin di tanah ini."
Senopati Taksa Wursita hanya bisa tertawa kecil saja mendengarkan ucapan itu.
"Lantas apa yanga akan tuan lakukan setelah memasukkan dia aman sampai ke sini?."
Saat itu ia menyerahkan gulungan kertas yang berisikan sebuah pesan. Dengan tanpa ragu lagi ia membuka gulungan pesan yang ternyata dari Prabu Sigra Sadubi.
"Salam hormat saya guru, sudah sangat lama sekali sejak terakhir kita merencakan penyerbuan istana, saya tidak bertemu dengan guru, maaf jika saya baru saja memberi kabar pada guru." Itulah kalimat pertama yang ia baca saat itu. "Saya ingin menitipkan adik saja purwari sadubi agar melatih ilmu kanuraganya dengan baik, tapi saya minta izin pada guru agar membiarkan Senopati taksa wursita untuk tinggal bersama guru, saya akan serahkan padanya pengawasan jika nanti adik saya melakukan hal yang aneh-aneh, maaf jika saya membuat repot guru, salam hormat saya, prabu sigra sadubi."
Aki Layang Senjana menghela nafasnya. Ia sangat lelah dengan isi surat itu. "Jadi kau juga akan tinggal di sini?." Entah kenapa ia merasakan keberatan yang sangat luar biasa.
"Sepertinya memang seperti itu. Karena saya akan menjadi pengawal pribadi nimas purwari sadubi, nyawa saya menjadi jadi taruhannya." Setidaknya itulah yang ia rasakan saat itu, tapi saat itu ia terlihat sangat keren dengan ucapannya saat itu.
"Baiklah, saya tidak merasa keberatan." Balasnya dengan cueknya, karena ia juga bingung.
Next.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments