“Apakah kita akan pergi malam ini juga, James?” tanya Elektra ragu.
“Ya, Nona. Kita akan ke Inggris dengan penerbangan terakhir,” jawab James yakin.
Elektra tak langsung menjawab. Gadis belia itu memilih duduk di ujung tempat tidur, lalu menutupi wajah menggunakan kedua telapak tangan. Elektra kembali menangis. Bagaimana tidak? Perasaannya begitu hancur. Dia tak tahu seperti apa kondisi mayat keluarganya. Apakah mereka dimakamkan dengan layak atau dibiarkan begitu saja tanpa adanya upacara penghormatan terakhir.
Tak pernah terbayangkan dalam benak remaja tiga belas tahun itu, bahwa dirinya harus meninggalkan negara tempat dia dilahirkan dan tumbuh hingga setinggi saat ini, dengan cara yang sungguh dramatis dan mengerikan. Namun, Elektra tidak memiliki pilihan lain. Dia menerima dan setuju dengan apapun yang James lakukan, demi menjaga dirinya.
“Ingat, Nona. Mulai saat ini, namamu adalah Cassandra Wilson. Kau adalah putriku,” ucap James dengan penekanan berbeda pada akhir kalimatnya. Dia mengembuskan napas berat, sambil bersandar pada kursi dalam pesawat.
Sementara, Elektra masih belum mengerti. Gadis itu menatap lekat James yang sudah memejamkan mata. “Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanyanya memasang raut penasaran.
“Tanyakan saja,” sahut James tanpa membuka matanya.
“Apa kau memang sudah mempersiapkan semua ini? Kau sudah berniat membawaku pergi, sehingga semuanya telah dipersiapkan dengan sangat matang dan ….” Terbesit pikiran buruk dalam benak Elektra. Dia baru menyadari setelah dirinya berada di dalam pesawat. Namun, belum terlambat untuk melarikan diri, karena pesawat itu belum lepas landas. “Kau? James?”
Elektra berdiri. Dia bermaksud untuk pergi. Namun, dengan cepat James menahan gerakan gadis dengan rambut palsu itu. “Tetaplah di tempatmu, Nona,” cegah pria itu penuh penekanan. “Jangan membuat ulah macam-macam. Jangan melakukan apapun yang dapat mengundang perhatian orang lain,” tegurnya lagi.
“Aku tidak bisa pergi denganmu!” tegas Elektra. “Bisa saja bahwa kau merupakan salah satu dari komplotan pria bertopeng yang telah membantai keluargaku!” tuding gadis itu.
“Hati-hati dengan kata-katamu, Nona. Jangan sampai ada orang yang mendengarnya.” James kembali mengingatkan Elektra dengan cukup tegas, meskipun pelan. Dia yang tadinya hendak beristirahat beberapa saat, terpaksa harus mengurungkan niat tersebut. James paham apa yang yang ada dalam benak Elektra saat ini.
“Dengarkan aku, Nona,” ucap James masih dengan suara pelan. “Tuan Christopher sudah menyadari bahwa posisinya diincar oleh anggota dewan yang lain. Entah siapa, tapi ayahmu telah mencium aroma tidak enak itu sejak beberapa bulan yang lalu. Hal tersebut diketahui setelah dia mengadakan penyelidikan. Namun, sayangnya Tuan Christopher belum dapat mengungkap dalang di balik rencana pemberontakan itu. Dia bahkan sempat menganggap desas-desus tentang pemberontakan tadi, hanya sebatas isu yang sengaja diembuskan ke permukaan untuk memecah konsentrasinya dalam menjalankan tugas.” James mulai memberikan penjelasan. Entah Elektra akan memahaminya atau tidak. Akan tetapi, dia tahu betul bahwa putri sulung majikannya adalah gadis yang cerdas.
“Namun, itu bukan berarti bahwa Tuan Christopher tak melakukan persiapan apapun. Dia memerintahkanku untuk melakukan beberapa hal. Salah satunya adalah membuat tiga paspor palsu atas nama dirimu dan kedua adikmu. Apa yang kulakukan saat ini, merupakan rencana jangka panjang yang telah Tuan Christopher persiapkan untuk melindungi anak-anaknya. Akan tetapi, sayangnya hanya kau yang berhasil kubawa pergi.” James mengakhiri penjelasannya dengan nada penuh penyesalan.
“Tuan Christopher berharap bahwa hal buruk apapun yang akan menimpanya dalam masa jabatan sebagai ketua dewan, tak membuat keturunannya ikut celaka. Dia ingin agar garis keturunan Hagen tak berhenti hanya pada dirinya.”
Elektra yang tadinya sempat berpikiran buruk tentang James, hanya dapat mengembuskan napas pelan. Dia menyandarkan kepala pada kursi pesawat. Tak ada hal lain yang dirinya lakukan, selain mengikuti instruksi pramugari dan ikut terbang ke kampung halaman James.
Penerbangan dari Irlandia menuju Inggris terasa begitu singkat. James dan Elektra telah tiba di negara Ratu Elizabeth tersebut. Dari bandara, James langsung membawa Elektra ke kampung halamannya di Salisbury.
“Kau tidak perlu banyak bicara, Nona. Ikuti saja permainanku,” pesan James, ketika mereka sudah berdiri di depan rumah dua lantai dengan dinding bata ekspos.
Sebelum pintu dibuka, Elektra sempat mengedarkan pandangan ke sekeliling tempat itu. Suasana sekitar rumah tadi begitu asri. Halamannya ditumbuhi rumput serta aneka tumbuhan dan beberapa jenis bunga, yang samar terlihat dari penerangan lampu taman berwarna kuning.
“Siapa saja yang tinggal rumah ini?” tanya Elektra setengah berbisik, saat dia mendengar suara langkah mendekat ke pintu.
“Nanti juga kau akan tahu, Nona. Ingat. Namamu adalah Cassandra,” pesan James sebelum suara langkah tadi berhenti di dekat pintu. “Olivia! Ini aku,” seru James tidak terlalu nyaring, berhubung saat itu sudah lewat tengah malam.
Tak ada jawaban dari dalam, selain suara kunci yang dibuka. Refleks, Elektra bersembunyi di belakang tubuh tegap James saat pintu terbuka dan menampilkan sosok wanita seusia Margareth.
“Kenapa kau datang pada jam seperti ini, James?” tanya wanita bernama Olivia, yang tak lain adalah istri James.
“Maaf. Aku harus pulang mendadak,” sahut James. Pria itu terpaku beberapa saat, sebelum kembali bicara. “Kali ini, aku pulang dengan membawa seseorang,” ucapnya menepiskan rasa ragu yang membuat dia terlihat kikuk.
“Siapa? Siapa yang kau ajak pulang?” tanya Olivia dengan tatapan penuh selidik pada suaminya.
James tak langsung menjawab. Dia meraih lengan Elektra, kemudian menarik pelan gadis itu agar memperlihatkan dirinya di hadapan Olivia yang langsung terbelalak.
“Siapa gadis ini?” tanya Olivia. Raut wajah serta nada bicaranya terdengar kurang bersahabat di telinga Elektra. Gadis itu seketika merasakan firasat tak nyaman.
“Biarkan kami masuk.” James yang sudah terlalu lelah, menerobos masuk sambil menuntun Elektra. Dia membiarkan Olivia dalam rasa penasarannya.
Wanita dengan roll rambut dan kimono tidur itu langsung menutup pintu, lalu mendekat kepada James. “Katakan! Siapa gadis ini?” desak Olivia tak sabar. Rasa was-was mulai hadir, saat melihat raut wajah sang suami yang tak seperti biasanya.
James menoleh sesaat kepada Elektra. Dia memberikan isyarat bahwa semuanya akan baik-baik saja. Setelah itu, James mengalihkan perhatian kepada Olivia. Wanita berambut cokelat tersebut sudah memasang ekspresi seperti hakim, yang siap memberikan putusan hukuman pada terdakwa.
“Gadis ini bernama Cassandra. Cassandra Wilson,” jawab James dengan berat. “Cassandra merupakan putriku. Aku ingin agar kau memperlakukannya dengan baik. Sama seperti sikapmu terhadap Brianna.”
Olivia tertegun untuk beberapa saat lamanya. Pria yang telah menikah dengannya selama lebih dari lima belas tahun tersebut memang lebih sering berada di luar rumah untuk bekerja. Bagi Olivia, James adalah seorang suami dan ayah yang sangat baik, hangat dan sangat bertanggung jawab.
“Siapa wanita itu? Katakan,” bibir Olivia bergetar saat berucap demikian.
“Tidak ada wanita lain, Olivia,” jawab James tegas.
“Tidak ada wanita lain? Lalu, kenapa nama belakangmu tersemat di nama gadis ini, hah!” Olivia mulai lepas kendali. Telunjuknya yang lentik, lurus mengarah pada Elektra yang ketakutan. Gadis remaja itu segera bersembunyi di balik tubuh tegap James.
“Aku meminta kerja samamu. Mulai detik ini, Cassandra tinggal di rumah kita dan dia memiliki hak yang sama dengan Brianna. Hanya itu yang bisa kukatakan padamu. Selebihnya … aku harap kau bisa mempercayaiku,” pungkas James sembari menggandeng Elektra, lalu membawanya naik ke lantai dua.
Olivia masih terdiam di tempatnya dengan dua tangan terkepal. Hatinya bergemuruh akibat dipenuhi oleh rasa cemburu. “Kau menyakiti hatiku dengan sangat dalam, James. Jangan salahkan aku jika membalas dengan sakit yang sama, atau lebih,” geramnya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments