Ana sudah dengan untuk ke kampus, dia memakai baju baru yang dibelikan oleh mama mertuanya, tapi rasanya Ana sedikit risih dengan ukuran dressnya, karena sedikit ketat, dan panjangnya juga berada di atas lutut. Jadi dia tidak nyaman sekali memakainya.
“Aduh, kenapa ini hanya sampai atas lutut saja sih? Terus ini baju? Kek rada kekurangan bahan apa sih? Masa aku kuliah pakai baju beginian?” ucap Ana lirih, sambil berlengak lenggok di depan cermin yang ada di dalam kamarnya.
Ana ragu memakai dress lengan pendek, dengan panjang di atas lutut, tidak mungkin dia penampilannya akan berubah seratus delapan puluh derajat saat ini. Yang ada dia akan menjadi pusat perhatian semua siswa dan siswi seantero kampusnya. Seorang Ana yang biasanya ngampus dengan pakaian kasual, kaos oblong dan hanya celana jeans juga sneakers, sekarang mamanya Andra ngasih baju yang feminim-feminim. Dress, rok, T-shirt yang pas di badan, celana jeans juga ukurannya lebih kecil dari yang Ana pakai.
“Gak aku harus ganti! Ya kali, aku pakai baju seminim ini?” batin Ana.
Ana mengganti bajunya dengan baju yang ia bawa dari rumah. Dia memakainya, lalu tersenyum di depan cermin setelah baju yang lama menempel di badannya. “Gini dong, namanya Ana! Masa aku mau mau pakai pakaian minim, kek gengnya mak lampir itu, yang suka buat rusuh!” ucap Ana.
Gengnya Mak Lampir adalah gengnya Astrid. Mereka masih sama-sama, gak ada bosennya dari kelas satu SMA sampai kuliah saja di universitas yang sama.
“Gak bosen gitu masih satu kampus, masih sok cantik kek anak remaja, dah tua masih kek bocah mereka!” gerutu Ana kalau ingat gengnya Astrid yang sering merecoki dirinya, karena Ana dekat dengan Farzan.
Ana masih berlenggak-lenggok di depan cermin, lalu dia menguncir rambutnya, dan memakai bando di kepalanya. Tak lama kemudian terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar Ana.
“Ana ... sudah bangun belum, Sayang ...?” tanya Mama Diana di balik pintu kamar Ana.
“Iya, Ma, sudah! Masuk saja ma!” teriak Ana.
Pintu kamar Ana terbuka, nampak Mama Diana masuk mendekatinya, dengan mengamati penampilan Ana yang masih sama. “Loh ... loh ... loh ... kok gak pakai baju baru yang mama belikan? Malah pakai kemeja gini? Kurang modis dong, Sayang?” tanya Diana.
“Mama ngasih Ana baju yang minim, kekecilan, Ma ... masa pnjangnya di atas lutut jauh? Itu rok juga iya, bajunya ngepres sekali? Malu, Ma ... nanti yang ada Ana jadi pusat perhatian? Yang ada semua mahasiswa, kakak senior atau teman yang lihat ana, malah mecibir Ana? Ih ayahnya baru meninggal pakainya baju langsung yang mini?” jelas Ana.
“Lho ukuran baju kamu apa, Na?” tanya Mama Diana.
“L ma ...” jawab Ana.
“Badan kamu segini, L? Gak kegedean, Na?” tanya Mama Diana.
“Ya ini buktinya, pas, kan?” jawab Ana. “Semua kemeja Ana ukurannya L, pakai M ya kalau pas kebetulan size M nya itu gede,” jelas Ana.
“Mama itu ya sempat bingung, tapi waktu itu mama pernah beliin Astrid dress juga ukuran M, jadi mama beli ukuran M, kan badan kamu sama dengan Astrid?” jelas Mama Diana.
“Ana dari dulu pakai size L, Ma.” kata Ana sambil merapikan rambutnya lagi. “Oh Astrid pacarnya Andra? Dia memang kan sukanya pakai baju yang pas di badan, Ma? Ana gak betah, begah tahu, Ma? Ana sukanya yang longgar, kalau yang kencang yang paling Bra, kan itu biar kencang ma?” jelas Ana.
“Ya itu mah harus yang kencang, tapi jangan kekencangan. Ya sudah senyamannya kamu saja, nanti mama bilang butik langganan mama, biar carikan baju model terbaru ukuran L,” ucap Mama Diana.
“Tapi jangan dress ya, Ma? Ana gak nyaman pakai dress, mending atasan sama jeans saja, atau kulot panjang, atau rok panjang,” pinta Ana.
“Itu bisa diatur, Sayang. Ayo Na sarapan dulu,” ajak Mama Diana.
Ana mengambil tasnya lalu keluar dari kamarnya. Ana duduk di sebelah Andra yang tumben-tumbennya sepagi ini dia sudah bersiapa-siap berangkat ke kampus, padahal biasanya Andra paling susah dibangunin, dan berangkat ngampus saja kadang terlambat, dan kelas sudah mulai.
“Ini kamu ada angin apa, Ndra? Ini baru setengah delapan sudah di depan meja makan?” tanya Mama Diana.
“Ya daripada mama ngomel sih? Paling kalau Andra belum keluar jam setengah delapan mama sudah ngomel sambil gedor-gedor pintu kamar Andra? Apalagi tahu kalau jadwal kuliah Andra hari ini pagi? Orang tahu jadwal kuluah Andra siang saja mama tetap bangunin Andra setengah delapan?” jawabnya.
“Ya mama ini, anaknya berubah di bilang, anaknya masih gitu-gitu aja dengan kesehariaannya juga dibilang? Sudah mungkin dia malu sama istrinya yang rajin?” ujar Pak Yaksa.
“Ya paling mama sama papa nyuruh aku antar Ana, kan?” ujar Andra.
“Maaf, tapi aku tidak bisa, ma, pa, aku naik ojek saja. Kan Andra mau jemput Astrid juga pastinya,” jawab Ana.
“Nah benar nih, aku memang mau jemput Astrid dulu,” ucap Andra.
“Nanti biar Andra yang antar! Gak ada penolakan!” tegas mama Diana.
“Ish mama ini!” tukas Andra.
“Kamu sudah punya istri, kamu gak bisa sama Astrid lagi, Andra?” ucap Bu Diana.
“Iya, nanti aku antar Ana, Ma” ucap Andra.
“Gak usah, Andra ....,” ucap Ana.
“Sudah sama aku saja, benar mama kok, aku ini udah punya kamu, mungkin aku harus melupakan Astrid sekarang,” ucap Andra Tenang aku yang antar, gak akan tersesat kok!” lanjutnya.
“Iya sudah,” jawab Ana menyerah.
Ana melanjutkan sarapannya, dia sebetulnya masih belum mau naik sepeda motor dengan orang yang sudah menabrak ayahnya, apalagi pakai sepeda motor yang sudah menabrak ayahnya. Tapi mau bagaimana lagi, mama dan papa mertuanya memaksanya, daripada pesan ojol juga lama, akhirnya Ana mau ikut Andra.
Ana dan Andra pamit dengan mama dan papanya. Mereka berangkat bersama, Ana mengambil helm dari tangan Andra dengan raut wajah yang ditekuk.
“Mau ngampus wajah kok ditekuk gitu, Na?” ucap Andra.
“Sudah jangan banyak bicara!” tukas Ana.
“Ayo naik, hati-hati.” Ucap Andra dengan memegangi tangan Ana.
“Udah gak usah pegang-pegang!” Ana menyingkirkan tangan Andra.
“Pegangan, An, nanti jatuh, aku itu lagi boncengin orang yang paling penting di kampus, aku gak mau kamu nanti jatuh,” ucap Andra.
“Ih lebay kamu! Udah jalan! Nanti aku kesiangan! Hari ini aku ada urusan sama ketau MAPALA!” ucap Ana.
“Iya, iya, bawel!” tukas Andra.
Andra melajukan sepeda motornya untuk ke sekolahan, sebetulnya Andra hari ini juga harus menjemput Atrid, tapi ia usahakan setalah dia nganter Ana, ngebut sampai depan kampus dia belok lagi untuk menjemput Astrid.
“Ndra, aku turun di dekat halte saja,” pinta Ana.
“Gak kejauhan ke kampusnya?” tanya Andra.
“Gak! Kalau sampai kampus, apa kata orang, Ndra? Nanti pada lihat kamu boncengin aku, nanti ada yang lapor sama ayangmu!” jawab Ana.
“Kamu ke kampusnya gimana? Kan lumayan jauh tuh dari halte?” tanya Andra.
“Jalan lah!” jawabnya. “Eh gak jangan di situ, nanti malah banyak yang lihat, di toko alat tulis sebelum halte, di tempat fotocopian itu, tahu, kan?”
“Iya tahu. Gak kejauhan?”
“Gak, Ndra!” jawabnya. “Eh gak usah tuh di depan saja, di pangkalan bis atau angkot,” ujar Ana.
“Ana ... masih jauh sampai kampus, nanti kamu terlambat?” ujar Andra.
“Gak apa-apa. Biasanya ada ojol yang mangkal juga kok, beresiko tahu boncengan sama kamu!” ucap Ana.
“Resikonya apa?” tanya Andra.
“Aku gak mau berurusan dengan gengnya cewek kamu! Bukan lawanku itu, jadi aku gak mau cari ribut. Sudah stop di sini saja!” pinta Ana.
Andra menghentikan sepeda motornya di depan pangkalan bis dan angkot. Ana turun lalu sudah ada ojek di sebelahnya.
“Ojek ya, bang?” tanya Ana.
“Iya, Neng, mau naik?” jawabnya.
“Universitas Nusa Bangsa ya, Bang?” pinta Ana.
“Oke, baik, silakan helmnya, Neng.” Ana menerima helm dari tukang ojek tersebut, lalu mengembalikan helm milik Andra.
“Na, serius?” tanya Andra.
“Iya, sudah sana kamu jemput pacarmu,” jawab Ana.
“Bang, titip adek gue, ya? Ini ongkosnya, kembaliannya buat abang, harus baik-baik lho sampai kampus, Bang,” ucap Andra.
“Siap, Mas!” jawab tukang ojeknya.
Ana hanya mengernyitkan keningnya, mendengar Andra menyebutkan dia adalah adiknya. “Adik dari mana? Gue istrinya!” batin Ana.
Andra melajukan sepeda motornya untuk menjemput Astrid. Dia juga masih tidak tahu, kenapa reflek menyebut Ana adalah adiknya. “Adik? Adik ketemu gede! Dia istrimu, Ndra! Lo kecil-kecil sudah jadi suami. Sial banget hidup lo! Baru lulus SMA udah nikah, Eh tapi buat pengalaman lah, tadi beri ongkos saja sudah termasuk nafkah dan perhatian gue, kan?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments