Mendengar seorang anak kecil berteriak meminta tolong, akhirnya pria yang ada di kemudi membuka pintu mobil lalu beranjak keluar dengan cepat.
''Iya, kamu kenapa hujan-hujanan begini, Dek? Pakaian kamu basah, kasihan sekali kamu,'' tanya pria tersebut menatap Ciko heran. Ia membungkukkan tubuhnya mensejajarkan dirinya dengan Ciko.
''Om, tolong kami. Kami diusir oleh Papa dari rumah. Itu Mama dan Adik aku, Om. Tubuh Adik aku mendadak melemah karena tidak tahan dingin, tolong Adik aku, Om,'' kata Ciko dengan wajah mengiba dengan jari tangan menunjuk ke arah Mama dan Adiknya yang berdiri di bawah pohon di pinggir jalan. Air mata terus mengucur membasahi pipi mulus Ciko. Meskipun usianya baru lima tahun lebih, tapi Ciko kalau bicara sudah jelas kosa katanya, dia merupakan anak yang pintar, karena Denara merawat serta mendidik anak-anak nya dengan baik.
Tanpa pikir panjang, pria tampan yang ada di hadapan Ciko lalu beranjak menuju mobilnya. Dengan cepat dia membuka pintu mobil bagian depan dan belakang, lalu dia berseru, ''Ayo, silakan masuk!''
Mendengar itu, Denara langsung saja berjalan membawa Cika masuk ke dalam mobil, begitu juga Ciko.
Ciko duduk di kursi depan, sementara Denara dan Cika duduk di kursi belakang. Cika masih menutup mata, Denara semakin cemas melihatnya.
Mobil melaju membelah jalanan yang sepi, pria tampan yang tengah mengemudi sesekali melihat spion, diam-diam dia mencuri pandang ke arah Denara. Dia merasa prihatin melihat kondisi Denara dan kedua anak Denara. Dia pun mengutuk keras, kenapa ada seorang suami yang tega mengusir istri dan anaknya sendiri dari rumah di saat malam hari serta hujan deras. Tega sekali pria itu, kenapa tidak menunggu besok saja? Pikir nya.
''Om, terimakasih, ya, karena Om sudah membantu kami,'' kata Ciko memecah kekakuan yang sempat tercipta. Kedua tangan Ciko saling menyilang memeluk tubuh. Dia menggigil karena pakaian yang basah masih menempel di tubuhnya.
''Iya, sama-sama,''
''Om, maaf, kursi mobil Om jadi basah karena kami,'' kata Ciko lagi, terdengar sungkan.
''Tidak apa-apa, em . . . Kalau Om boleh tahu, nama kamu siapa?''
''Nama aku Ciko, nama Adik ku Cika dan nama Mama aku Denara,'' ucap Ciko lancar. Mendengar itu, pria yang ada di sampingnya mangut mangut.
''Nama yang bagus-bagus,''
''Kalau nama Om, siapa?''
''Nama Om, Brian,''
''Waw, nama Om juga keren,''
''Kamu bisa saja,''
''Kita ke rumah sakit?'' tanya pria tampan yang bernama Brian.
''Em, tidak usah. Apakah anda bisa mengantarkan kami ke jalan cempaka nomor 19?'' sahut Denara.
''Tentu bisa. Tapi bagaimana dengan anak mu?''
''Putri saya tidak apa-apa. Insya Allah kalau sudah berada di rumah keadaan nya akan kembali normal. Dia hanya kedinginan saja,'' Denara sungguh tidak mau merepotkan Brian terlalu jauh. Karena Denara merupakan tipekal wanita yang suka tidak enakan sama orang lain.
''Oke, kalau begitu. Saya akan mengantarkan kalian ke alamat yang kamu sebutkan tadi,''
''Iya, terimakasih banyak. Kalau tidak ada kamu, entah bagaimana nasib kami,'' kata Denara lembut.
''Saya senang bisa membantu kalian,''
''Terimakasih ya Om tampan,'' timpal Ciko.
Brian lalu mengusap pucuk kepala Ciko dengan lembut seraya tersenyum simpul.
Tidak lama setelah itu mobil melaju melambat, lalu berhenti tepat di depan sebuah pagar yang tinggi nya sedada.
Mereka sudah tiba di tempat tujuan, di depan kediaman Ibu nya Denara.
Denara beserta kedua anak kembarnya keluar dari mobil, berulangkali mereka mengucapkan ribuan terimakasih kepada Brian. Bahkan mereka menawarkan agar Brian masuk ke rumah sederhana tersebut untuk ngopi atau ngeteh, tapi Brian menolak dengan halus.
Denara dan kedua anaknya sudah masuk ke dalam rumah.
Brian merasa lega, karena bisa membantu Denara beserta kedua anaknya malam ini.
Brian duduk di dalam mobil, tatapannya masih tertuju ke arah rumah sederhana tersebut, lalu dia bergumam, ''Ah, tega sekali pria yang telah menyia-nyiakan anak setampan dan sepintar Ciko. Coba saja kalau Ciko dan Cika adalah anak aku, pasti akan aku jaga dengan baik. Titipan yang indah dan berharga tak seharusnya di buang. Semoga saja kedepannya hidup Ciko dan Cika lebih baik, dan semoga saja Denara bisa menjadi wanita tangguh dalam menjaga anak kembarnya yang tampan dan cantik,'' gumam Brian, lalu setelah itu ia melajukan kendaraan roda empat miliknya menuju rumah nya.
* * *
Wanita paruh baya yang berusia enam puluh tahun tersebut terus saja meneteskan air mata melihat kepulangan Putri beserta kedua cucunya di waktu tengah malam dengan kondisi yang begitu memprihatinkan. Pakaian basah beserta mata pun basah juga.
Cepat-cepat dia mengambil pakaian ganti untuk Denara, Ciko dan Cika.
Dia tidak ingin banyak tanya dulu, karena dia tahu Denara saat ini begitu terguncang perasaan nya.
''Pantesan saja dari tadi perasaan aku begitu gelisah, dan tak kunjung bisa terlelap, ternyata Putri dan kedua cucu ku telah ditelantarkan oleh Dhafin. Jahat memang,'' ucap Ibu nya Denara di dalam hati.
''Nek, terimakasih, sekarang Ciko sudah tidak kedinginan lagi,'' kata Ciko polos. Saat ini mereka berempat sudah berada di dalam kamar Denara sewaktu masih gadis dulu.
''Alhamdulillah, Nenek senang denger nya,'' sahut Ibu nya Denara memaksa senyum.
''Cika juga udah tidak kedinginan lagi,'' timpal Cika yang sudah duduk di atas kasur. Denara membaluri tubuh Cika dengan minyak kayu putih.
''Syukurlah. Akhirnya kalian bisa sampai ke rumah Nenek dalam keadaan selamat. Nenek sedih membayangkan kalian yang terkena guyuran hujan deras tadi, kenapa Papa kalian tega sekali,'' ucap Ibunya Denara yang bernama Daniah.
''Bu,'' Denara tidak ingin Ibu nya berkata jelek tentang Dhafin di depan anak-anak nya.
''Mama tidak usah membela Papa lagi. Papa memang orang yang paling jahat di dunia ini. Ciko benci sama Papa,''
''Cika juga benci. Cika tidak ingin lagi ketemu sama Papa! Papa Cika sudah mati!'' timpal Cika.
Mendengar itu, Denara hanya bisa mengelus dada. Dia tidak bisa mencegah anak-anak nya untuk tidak membenci Dhafin, karena anak-anaknya sudah melihat dan merasakan sendiri kekejaman Dhafin.
Tidak lama setelah itu Ciko dan Cika terlelap.
Lalu Daniah mengajak Denara bicara. Sungguh dia merasa amat penasaran apa yang terjadi pada rumah tangga anaknya, karena selama ini yang dia tahu rumah tangga Denara dan Dhafin baik-baik saja, karena Denara sangat pandai menjaga nama baik Dhafin di depan Ibu nya maupun orang-orang.
''Cerita sama Ibu semua nya, Nak. Ibu akan menjadi pendengar yang baik untuk mu. Jangan kamu tutupi lagi tentang keburukan Dhafin selama ini, jangan kamu pendam sendiri kesakitan yang tengah kamu rasakan. Ingat, kamu masih punya Ibu yang akan selalu ada untukmu,'' kata Daniah lembut seraya membelai rambut panjang Denara.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments